Santri Cendekia
Home » Teladan bagi Masa Lalu dan Masa Depan (Al-Fath 29 part 2)

Teladan bagi Masa Lalu dan Masa Depan (Al-Fath 29 part 2)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar (Al-Fath : 29)

 

            Ciri-ciri selanjutnya dari generasi terbaik yang menjadi pejuang-pejuang di sisi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam adalah, “Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya”. Menurut Ustad Budi Ashari, Jumlah / kalimat “kamu melihat mereka” (taroohum) di dalam ayat ini, adalah dalam bentuk fi’il Mudhori’ (present). Fi’il mudhori’ menggambarkan rutinitas dan sesuatu yang terjadi berulang-ulang. Kata rukuk dan sujud di sini juga disampaikan dalan bentuk isim jama’ taksir (kata jama’ yang berubah bentuk).

        Seolah-olah Allah ingin menyampaikan kepada kita, hampir setiap engkau melihat atau bertemu dengan sahabat-sahabat Rasulullah yang terpilih itu, engkau pasti melihat mereka sedang melakukan salat. Dan memang salat yang mereka lakukan sangatlah banyak, tidak hanya yang wajib, tapi juga salat yang sunnah.

Baca juga:  Manhaj Ushul Fiqh Ibn Taimiyah

            Maka bagi kita yang ingin meneladani generasi terbaik ini, kita juga harus bisa memulai perlahan-lahan untuk membiasakan diri dan meluangkan waktu melakukan setiap salat sunnah yang ada, tentu dengan proses perlahan-lahan. Tidak usah bicara soal kebangkitan islam, jika waktu salat yang wajib saja masih belum bisa kita jaga dengan baik, masih mudah menunda salat untuk sesuatu yang tidak benar-benar urgen dan penting.

            Adapun mengenai tanda-tanda bekas sujud yang digambarkan dalam ayat ini, Ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan tanda sujud yang dimaksud adalah tanda hitam di kening. Ada juga yang menyampaikan bahwa tanda bekas sujud yang dimaksud adalah wajah yang bercahaya. Allahu a’lam.

            Setelah itu, “Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat”. Ternyata, sifat dan ciri-ciri sahabat yang dikutip dalam ayat ini, sudah digambarkan dalam kitab taurat. Kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa dan diperuntukan untuk Bani Israil. Ribuan tahun sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam di utus.

         Menurut Ustad Budi Ashari, seolah-olah Allah ingin menjadikan sahabat-sahabat Rasulullah sebagai role model dan teladan bagi Bani Israil. Memang tidak salah, bahwa sahabat-sahabat Rasulullah jauh lebih baik daripada Bani Israil yang mendampingi Bani Musa. Hal ini bisa diketahui dalam dua dari beberapa momen penting di dalam sirah nabawiyah. Momen pertama, Miqdad bin Aswad ra, ketika menjelang perang badr pernah berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, kami tidak akan seperti Bani Israil yang berkata kepada Musa, ‘Wahai Musa, pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah berdua. Sesungguhnya kami akan duduk menunggu di sini’ (Al-Maidah : 24). Akan tetapi, majulah dan kami bersama dengan engkau!”. Momen kedua, ketika sahabat anshar ra menyimpan hal yang mengganjal dihatinya mengenai pembagian ghanimah selepas perang Hunain dan terjadi kasak-kusuk di tengah mereka. Rasulullah pun mendengar kasak-kusuk ini dan hatinya begitu berat. Dalam kondisi itu, Rasulullah pun berucap, “Ya Allah, rahmatilah Musa. Dia disakiti kaumnya lebih dari ini, namun dia bersabar.” [1] Ini menggambarkan betapa Bani Israil lebih jauh lebih menyusahkan dan buruk dibandingkan sahabat-sahabat Rasulullah.

Baca juga:  Antropologi Syariah: Kajian Brinkley Messick terhadap Fikih Zaidiyyah

        Bayangkan, Bani Israil, Umat Nabi Musa, yang hidup ribuan tahun sebelum umat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berikan ‘bocoran’ mengenai karakter dari sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam agar dapat mencontoh dan meneladani karakter mulia mereka. Lalu kita? yang notabene umat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah sudah menjadikan para sahabat sebagai role model bagi langkah-langkah kita dalam membangun generasi dan peradaban islam? Apakah sudah cukup dalam kita mengambil Hikmah dan ibrah dari kisah hidup dan langkah-langkah hidup yang mereka tempuh? Jika Bani Israil saja disuruh belajar kepada generasi sahabat, maka kita lebih pantas dan bahkan harus lebih bisa belajar dan meneladani berbagai hal dari generasi terbaik itu. Mereka adalah generasi yang menjadi teladan bagi generasi masa lalu dan generasi masa depan sekaligus.

            Generasi terbaik itu telah digambarkan oleh Allah dan Rasul-Nya,

“Kalian telah menjadi umat terbaik yang dimunculkan dari tengah-tengah manusia. Yang memerintahkan yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, dan beriman kepada Allah…”

(Ali Imran 110).

Manusia terbaik adalah generasiku, kemudian generasi yang mengikutinya, kemudian generasi yang mengikutinya. (HR Bukhari dan HR Muslim)

       Mari kita buka lagi lembaran gemilang kehidupan mereka, dan kita nkmati setiap tegukan Hikmah dari kejayaan yang pernah mereka bangun bersama Sayyidul Anbiya’, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Allahu a’lam bishshawab

 

Referensi:

[1] Sirah Nabawiyah, Syekh Ash-shallabi

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar