Santri Cendekia
Home » 27 Mei 2020, Momentum Kalibrasi Arah Kiblat

27 Mei 2020, Momentum Kalibrasi Arah Kiblat

Oleh : Frida Agung Rakhmadi*

Fikih Menghadap Arah Kiblat

Dalil naqli kiblat dapat kita temukan dalam Q.S. Al-Baqarah (2) ayat ke-150. Selain itu, dalil naqli kiblat dapat kita temukan dalam Q.S. al-An’am (6) ayat ke-97 dan Q.S. al-Nahl (16) ayat ke-16 (Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar, 2018).

Firman Allah dalam Q.S al-Baqarah (2) ayat ke-150 menyatakan bahwa menghadap kiblat saat shalat adalah wajib. Ulama dalam empat madzhab (Hanafiyah, Malikiyah Syafi’iyah, dan Hanabilah) menyepakati bahwa menghadap kiblat merupakan salah satu syarat syahnya shalat (Ahmad Izzan dan Iman Saifullah, 2013).

Namun demikian, ulama berbeda pendapat tentang detail menghadap kiblat sebagaimana diperintahkan dalam Q.S. al-Baqarah (2) ayat ke-150 (Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar, 2018). Sebagian ulama berpandangan bahwa menghadap kiblat ialah menghadap Ka’bah secara fisik, sedangkan sebagian ulama lain berpendapat bahwa menghadap kiblat ialah menghadap Ka’bah secara arah.

Masih menurut Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar (2018) bahwa jumhur ulama menyepakati bahwa jika seseorang berada di kompleks Masjid al-Haram maka ketika shalat ia wajib menghadap bangunan Ka’bah. Namun jika seseorang berada di luar kompleks masjid al-Haram maka terjadi perbedaan pendapat. Ulama madzhab Syafi’iyah tetap mewajibkan menghadap ke bangunan Ka’bah, sedangkan ulama dalam ketiga madzhab lainnya hanya mewajibkan menghadap arah Ka’bah.

Terlepas dari perbedaan pendapat detail tentang menghadap kiblat di atas, penentuan arah kiblat merupakan hal penting. Bagi orang yang berada di area Masjid al-Haram dan dapat melihat Ka’bah secara langsung, penentuan arah kiblat tidak menjadi masalah. Begitu pula bagi orang-orang yang berada di luar Masjid  al-Haram tetapi masih di kota Mekah, mereka cukup menghadap ke Masjid              al-Haram. Namun bagi mereka yang berada di luar kota Mekah atau bahkan di luar negara Arab Saudi mungkin menjadi masalah. Alhamdulilah, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kesulitan penentuan arah kiblat bagi mereka yang di luar kota Mekah dapat teratasi.

Cara Penentuan Arah Kiblat di Indonesia

Cara penentuan arah kiblat di Indonesia berkembang dari masa ke masa. Hal itu dapat dicermati dari perkembangan sains dan teknologi yang digunakan. Beberapa teknologi yang digunakan dalam penentuan arah kiblat meliputi miqyas, tongkat istiwa’, rubu’ mujayyab, kompas, dan teodolit (Susiknan Azhari, 2011).

Baca juga:  Kitab Tauhid at-Taqwim al-Hijry al-Muwahhad, Risalah Penyatuan Kalender Islam Global

Saat ini, cara yang sering digunakan oleh Ummat Islam Indonesia dalam penentuan arah kiblat adalah dengan pendekatan matematis dan pendekatan eksperimen. Secara matematis, arah kiblat dapat ditentukan dengan ilmu ukur segitiga bola atau lebih terkenal dengan sebutan trigonometri bola.

Selain menggunakan trigonometri bola, penentuan arah kiblat secara matematis dapat ditentukan dengan ilmu geodesi. Jika dibandingkan dengan dengan ilmu trigonometri bola, hasilnya lebih akurat. Mengapa demikian? Karena dalam teori geodesi ditambahkan satu variabel yakni ketinggian tempat. Namun demikian, penentuan arah kiblat dengan teori geodesi belum banyak dipraktekkan. Hal tersebut dimungkinkan karena persamaan matematika yang digunakan lebih rumit.

Pendekatan eksperimen dalam penentuan arah kiblat dilakukan dengan memanfaatkan bayang-bayang kiblat. Menurut Susiknan Azhari (2011) cara ini mempunyai 4 langkah, yakni menghitung arah kiblat suatu tempat, menghitung kapan saat matahari membuat bayang-bayang setiap benda (tegak) mengarah persis ke Ka’bah, mengamati bayang-bayang benda saat matahari persis di atas Ka’bah, dan mengabadikan bayang-bayang tersebut sebagai arah kiblat.

Manakah yang lebih akurat? Dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, hakim tertinggi adalah eksperimen. Oleh karenanya, walaupun arah kiblat suatu tempat telah ditentukan secara matematis, namun tetap disarankan untuk melakukan kalibrasi arah kiblat dengan metode eksperimen.

Matahari di atas Ka’bah

Peristiwa matahari di atas Ka’bah merupakan fenomena alam. Kejadian tersebut terjadi 2 kali dalam setahun, yakni tanggal 27 atau 28 Mei sekitar pukul 16.18 WIB dan tanggal 15 atau 16 Juli sekitar pukul 16.27 WIB (Susiknan Azhari, 2011).

Kulminasi matahari di atas Ka’bah tersebut terjadi bilamana deklinasi matahari sama dengan lintang tempat/geografis Ka’bah (Ahmad Izzan dan Iman Saifullah, 2013). Nilai deklinasi matahari berubah sepanjang tahun, dari +23°26’30” sampai dengan -23°26’30” (Susiknan Azhari, 2007). Nilai deklinasi matahari tertinggi di sebelah utara equator terjadi pada tanggal 21 Juni, sedangkan di selatan equator terjadi pada tanggal 22 Desember (Susiknan Azhari, 2007).

Baca juga:  Syihabuddin al-Qalyubi: Ulama Fikih Ahli Astronomi, Medis, dan Sejarah

Menurut Susiknan Azhari (2007), lintang tempat/geografis dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan istilah latitude, sedangkan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah urd al-balad. Adapun simbol yang dapat digunakan dalam dunia astronomi adalah phi.

Lintang tempat/geografis adalah jarak sepanjang meridian bumi diukur dari khatulistiwa sampai dengan tempat tertentu (Susiknan Azhari, 2007). Lintang tempat/geografis minimal 0° dan maksimal 90°. Tempat-tempat di belahan bumi utara diberi tanda positif (+), sedangkan tempat-tempat di belahan bumi selatan diberi tanda negatif (-).

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Ka’bah menempati belahan bumi utara, tepatnya di kota Mekah. Lintang tempat/geografis kota Mekah adalah 21°25′ (Ahmad Izzan dan Iman Saifullah, 2013). Deklinasi matahari bernilai 21°25′ terjadi pada tanggal 27 atau 28 Mei sekitar pukul 16.18 WIB dan tanggal 15 atau 16 Juli sekitar pukul 16.27 WIB (Susiknan Azhari, 2011). Pada tahun normal, deklinasi matahari bernilai 21°25′ terjadi pada tanggal 28 Mei sekitar pukul 16.18 WIB dan tanggal 16 Juli sekitar pukul 16.28 WIB. Adapun pada tahun kabisat, deklinasi matahari bernilai 21°25′ terjadi pada tanggal 27 Mei sekitar pukul 16.18 WIB dan tanggal 15 Juli sekitar pukul 16.27 WIB.

Tahun ini (2020) termasuk tahun kabisat. Oleh karenanya pada kedua tanggal tersebut yakni 27 Mei sekitar pukul 16.18 WIB dan tanggal 15 Juli sekitar pukul 16.27 WIB, Ummat Islam di Indonesia dapat melakukan kalibrasi arah kiblat (Rinto Anugraha, 2012).

Namun demikian, pukul 16.18 WIB tanggal 27 Mei 2020 dan pukul 16.27 WIB tanggal 15 Juli 2020 bukanlah detik tunggal. Bagi yang pada pukul tersebut berhalangan, dapat melakukan kalibrasi arah kiblat pada 3 menit sebelum atau sesudahnya (Rinto Anugraha, 2020).

Tanggal 27 Mei 2020 dan 15 Juli 2020 juga bukanlah tanggal tunggal yang tidak mempunyai toleransi. Bagi yang pada tanggal tersebut ada kegiatan lain yang sudah terjadwal dan tidak bisa digeser jadwalnya, maka dapat melakukan kalibrasi arah kiblat pada 2 hari sebelum atau sesudahnya (Rinto Anugraha, 2012).

Baca juga:  Datangkan Cahaya, agar Kegelapan Lenyap (Al-Israa 81)

Pelaksanaan Kalibrasi Arah Kiblat pada 27 Mei 2020

Sebagaimana telah disampaikan di atas bahwa tahun 2020 adalah tahun kabisat. Dengan demikian, kalibrasi arah kiblat dapat dilakukan pada tanggal 27 Mei 2020 pukul 16.18 WIB.

Sebagaimana data yang disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yuriyanto, bahwa sampai dengan hari Senin tanggal 18 Mei 2020 pukul 12.00 WIB angka kejadian kasus posistif terinfeksi Covid-19 secara nasional terus bertambah banyak. Dengan demikian, pelaksanaan kalibrasi arah kiblat harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah (Kementerian Kesehatan).

Sosial distancing harus diterapkan dalam kegiatan kalibrasi arah kiblat pada tanggal 27 Mei 2020 pukul 16.18 WIB. Jama’ah masjid tidak perlu semuanya terlihat dalam kegiatan ini, cukup tim kecil yang melakukannya. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari kerumunan massa yang berpotensi besar untuk terjadinya penyebaran Covid-19.

Anggota tim kecil yang bertugas untuk mengkalibrasi arah kiblat, harus mengenakan masker. Selain itu, juga harus melakukan physical distancing dengan menjaga jarak antara satu orang dengan orang lain minimal 1 meter.

Usai melakukan kalibrasi arah kiblat, anggota tim kalibrasi arah kiblat melaksanakan protokol terakhir yakni cuci tangan. Selain itu, janganlah lupa mengakhiri kegiatan kalibrasi arah kiblat dengan bersyukur kepada Allah dengan mengucapkan hamdalah.

Semoga pelaksanaan kalibrasi arah kiblat pada tanggal 27 Mei 2020 dapat berjalan lancar. Teriring do’a pula, semoga wabah Covid-19 segera berakhir dan kehidupan menjadi baik. Aamiin

Wa Allah a’lamu bi al-shawab.

Tulisan ini pertama kali dimuat di IBTimes.id

* Staf Pengajar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Santri Pondok Pesantren Islam al-Mukmin Ngruki Tahun 1991-1997

Penulis adalah staf pengajar di UIN Sunan Kalijaga, salah satu matakuliah yang diampu adalah Astronomi Islam Praktis. Penulis menempuh pendidikan dasar   di SD Muhammadiyah Wedi Klaten (1986-1991). Pendidikan menengah penulis ditempuh di MTs dan MA Pondok Pesantren Islam al-Mukmin Ngruki (1991-1997). Adapun pendidikan tinggi penulis ditempuh di UNY (S1 Program Studi Fisika) dan UGM (S2 Program Studi Fisika).

Avatar photo

Redaksi Santricendekia

Kirim tulisan ke santricendekia.com melalui email: [email protected]

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar