Santri Cendekia
Home » Abu Jahal, Figur Kebodohan yang Hakiki

Abu Jahal, Figur Kebodohan yang Hakiki

Amr bin Hisyam atau yang biasa kita kenal sebagai Abu Jahal (biang kebodohan), bukanlah seorang yang bodoh dalam soal kognitif, bukan jg seorang yang miskin wawasan atau pemuda urakan yang berasal dari kabilah rendah. Dia pemuda cerdas yang benasab tinggi, berasal dari Bani Makhzum. Kaumnya bahkan memberi kuniyah Abu Hakam (Seorang yang jitu pemikiran dan keputusannya). Bahkan kecerdasannya pun mendapatkan pengakuan dari iblis.

Pengakuan yang pertama adalah ketika menjelang hijrahnya Rasulullah Saw, para pemuka quraisy mengadakan rapat darurat di dar An-Nadwah untuk memikirkan strategi bagaimana menghalangi dakwah dan hijrahnya Rasulullah. Dalam rapat itu juga dihadiri seorang tua yang mengaku berasal dari daerah Nejd yang tiba-tiba menggabungkan diri di dalam rapat itu, yang ternyata menurut keterangan kitab-kitab siroh, orang tua itu merupakan jelmaan iblis.

Iblis menyanggah semua pendapat tokoh quraisy yang mengusulkan untuk menangkap, mengusir, dan membunuh Rasulullah (dibahas dalam surat Al-Anfal ayat 30). Hingga akhirnya Abu Jahal mengusulkan agar semua kabilah quraisy mengirim pemuda pemuda terbaiknya untuk ramai-ramai membunuh Rasulullah agar Bani Hasyim dan Bani Muthallib tidak mampu untuk menuntut balas atas kematian Rasulullah. Usul ini mendapatkan dukungan dari Iblis dan akhirnya terealisasi, Namun Allah dengan “makar-Nya” menggagalkan rencana ini.

Pengakuan kedua adalah ketika menjelang perang badar,  Utbah bin Rabi’ah mengusulkan agar orang quraisy mengurungkan niat mereka untuk berperang dengan muslimin. Saat itu Quraisy hampir setuju dengan pendapat Utbah hingga akhirnya Abu Jahal melaksanakan provokasi yang cerdas dan akhirnya provokasi ini berhasil mengurungkan niat quraisy untuk undur diri dari peperangan. Cara abu jahal ini pun mendapatkan restu dari iblis yang saat itu menyamar sebagai Suraqah bin Malik ra.

Tidak hanya itu, dengan kecerdasannya bahkan Abu Jahal bisa menangkap kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Terbukti dengan aktivitasnya 3 malam berturut turut saling menangkap basah dengan Abu Sufyan dan seorang kafir quraisy lainnya menguping bacaan Al Qur’an Rasulullah dipinggir rumah beliau.

Baca juga:  Hadis Kontradiktif, Kausalitas, dan Coronavirus

Dalam kitab Wa syahida syahidun min ahliha karangan Raghib as sirjani pun kita bisa mendapatkan kisah pengakuan Abu Jahal kepada keponakannya Ma’sur bin mukhramah dan sahabatnya Akhnas bin Syariq akan kejujuran Rasulullah, hanya saja ia tak terima mengakui Bani Makhzum akhirnya harus kalah dari Bani Hasyim karena Bani Hasyim sekarang memiliki seorang Nabi dan Bani Makhzum tidak. Maka tersematlah gelar Abu Jahal dari Allah.

Dari Abu Jahal kita harus mengambil ‘ibrah, bahwa kebodohan yang hakiki bukanlah ketika kita lemah kognisi, miskin wawasan, tak menempuh pendidikan formal, buta huruf dan aksara. Kebodohan hakiki adalah ketika kepandaian, kecerdasan, dan ketajaman akal kita melihat kebenaran harus tertutup kabut kedengkian, kesombongan dan fanatisme jahiliyyah.

Fanatisme itu soal wala’ dan bara’. Wala’ dan bara’ itu soal aqidah. Maka level kerusakan fanatisme kita itu merupakan indikator beres atau tidaknya aqidah kita.

Allahu a’lam

referensi:

Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Mubarakfury

Wa syahida syahidun min ahliha, Raghib As-sirjani

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar