Santri Cendekia
al-Mu'izzu
Home » Tadabbur Asmaul Husna: Al-Mu’izzu (Maha Memuliakan) Al-Mudzillu (Maha Menghinakan)

Tadabbur Asmaul Husna: Al-Mu’izzu (Maha Memuliakan) Al-Mudzillu (Maha Menghinakan)

Bismillahirrahmanirrahim

Subhanaka la ‘ilmalana illa ma’allamtana, innaka antal ‘alimul hakim

 

Allah ‘azza wa jalla memliki salah satu sifat. Dimana dengan sifat-Nya itu Allah memiliki hak prerogatif untuk memberikan kemuliaan dan kehinaan terhadap seseorang, sifat itu adalah sifat Al-Mu’izzu (Maha Memuliakan) dan sifat Al-Mudzillu (Maha Menghinakan). Seperti yang ada pada kutipan surat Ali Imran : 26.

“Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki”

Ketika Allah sudah menghinakan seseorang, maka tidak akan ada daya dan upaya apapun yang dapat membuat orang tersebut menjadi mulia. Begitupun sebaliknya, ketika Allah sudah memuliakan seseorang, maka tidak akan ada daya dan upaya apapun yang dapat membuat orang tersebut menjadi hina. Memahami sifat Allah yang ini penting bagi kita, agar kita tidak salah dalam menyandarkan dan mengharapkan kemuliaan dalam hidup ini. Karena tidak dapat dipungkiri.

Umar bin Khattab pernah berkata, “Kita adalah kaum yang dimuliakan Allah dengan islam. Apabila kita mencari kemuilaan selain dari islam, maka Allah akan menghinakan kita”. Betapa banyak sekarang orang yang mengaku islam tapi justru merasa inferior atau mider ketika sedang bersama islam. Segan untuk membahas jihad karena takut dicap sebagai teroris. Segan untuk menunjukan ghirahnya sebagai seorang muslim karena takut di cap radikalis. Takut untuk memperjuangkan syariat islam karena takut dbilang tidak nasionalis. Takut meyebut-nyebut halal dan haram karena takut disebut fundamentalis. Pokoknya hidup sebagai muslim yang didikte oleh orang kafir dan munafik.

Tahukah kita siapa bangsa Arab di mata Romawi, dan Persia sebelum islam datang? Orang-orang buta huruf penyembah berhala yang bahkan tidak berharga untuk dijajah. Setelah islam datang, Allah muliakan mereka dengan menaklukan Persia dan Romawi di bawah kaki mereka. Tahukah kita siapa bangsa Arab di mata yahudi sebelum islam datang? Orang-orang bar-bar penyembah berhala yang hina, dan mudah untuk diadu domba. Setelah islam datang, yahudi-yahudi diusir dan dihinakan. Tahukah indonesia bisa bertahan berjuang hampir 4 abad melawan penjajah yang datang silih berganti? Karena para pejuang membawa tauhid di dalam ruh perjuangan mereka. Semua fakta ini harusnya menjadi pelajaran bagi kita  agar tidak perlu ragu dan bernyali ciut ketika memang kita hidup bersama islam dan berjuang untuk islam.

Baca juga:  Hadis Kontradiktif, Kausalitas, dan Coronavirus

Terkadang juga, kita menyandarkan kemuliaan kepada predikat dan jabatan-jabatan keduniaan kita. Salman Al-Farisi, salah satu sahabat mulia dari Rasulullah SAW, pekerjaannya hanya membuat anyaman, dimana anyaman itu akan beliau jual dengan harga 3 dirham. 1 dirham untuk beliau belikan bahan baku anyamannya, 1 dirham beliau gunakan untuk menafkahi diri dan keluarganya, 1 dirham beliau gunakan untuk berinfaq. Secara klasifikasi, tentu beliau masuk golongan orang yang sangat miskin. Namun tahukah kita beliau merupakan seorang gubernur?  dan Allah muliakan namanya di tengah-tengah sejarah kejayaan islam.

Tahukah kita? Imam Abu Hanifah, Imam dari salah satu mazhab terbesar di dunia, mazhab Hanafi. Pekerjaannya hanyalah menjual kain. Sebuah pekerjaan yang jika jaman sekarang banyak dilakukan oleh para pedagang di pasar-pasar tradisional, pekerjaa yang tidak terlalu bergengsi. Namun, ketika beliau sudah berfatwa, maka 1 negara akan dengan sigap untuk mematuhi fatwa-fatwanya. Pengaruh penjual kain yang satu ini sudah bisa mengalahkan pengaruh seorang presiden. Allah memuliakan beliau karena kedalaman ilmunya. H. Agus Salim, salah satu diplomat ulung kebanggan indonesia yang segani lawan dan dihormati kawan, hidup seumur-umur dengan mengontrak rumah dan naik sepede ke kantornya. Tapi bagi siapapun yang sudah membaca kisahnya, anda menemukan akan sulit bagi indonesia untuk melahirkan manusia hebat semacam itu lagi. Allah muliakan beliau karena beliau salah satu pionir islam di indonesia.

Namun sebaliknya, Fir’aun, dengan kekuasaan yang megah dan luas, Allah hinakan dia untuk mati tenggelam di laut merah. Jasadnya Allah utuhkan hingga sekarang sehingga setiap mata yang memandang akan memandang dengan perasaan enggan, hina, dan mengernyitkan dahi. Allah abadikan hinaannya di dalam Al-Qur’an. Begitupun dengan Abu Lahab. Abu Jahal, bangsawan Quraisy yang begitu angkuh, bengis, dan kejam, mati di tangan 2 anak muda Madinah dan seorang gembala kambing dari Quraisy, Abdullah bin Mas’ud ra. Dia tidak mati di tangan sahabat-sahabat utama, karena Allah hendak menghinakan darahnya yang tumpah. Mustafa Kemal Attaturk dan Ariel Sharon, si peghancur kekhilafahan dan pembantai rakyat palestina, dua dedengkot syaithan manusia ini menemui ajal dengan proses yang panjang dan menyakitkan. Terserah bagaimana dunia memuja mereka, Allah telah menetapkan kehinaan bagi mereka, maka hinalah mereka.

Baca juga:  Tadabbur Al-falaq & An-nas bag. 3 - end

Allah telah menetapkan, “Izzah (kemuliaan) itu hanya bagi Allah, Rasulnya, dan orang-orang yang beriman..” (Al-Munafiqun : 8). Maka tidak akan mungkin bagi mereka yang mencari kemuliaan dari 3 klasifikasi di atas akan mendapatkan kemuliaan yang hakiki. Saya punya pengalaman pribadi yang langsung terjadi di depan mata saya. Di kantor tempat saya bekerja, tidak sedikit orang yang berjabatan tinggi justru menjadi olok-olokan atau ejekan oleh orang-orang yang ada di bawahnya karena tidak bisa memposisikan diri sebagai seorang yang pantas memimpin. Menjadikan orang sebagai batu pijakan, gila hormat, dan rela menjilat. Tragis memang, jabatan tinggi malah menghinakan. Hatta anda seorang presiden, Jika Allah telah menghinakan anda, maka posisi anda sebagai presiden tetap tidak akan menghilangkan pandangan rendah dan hina manusia kepada anda. Meski militer, politikus, media, dan bahkan kekuatan internasional di belakang anda, anda pasti akan tetap hina di mata rakyat anda, itu pasti!!

Allahu a’lam bishshawab

 

 

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar