Santri Cendekia
Home » Amr bin Luhay dan “Latah” yang Membinasakan (Ali Imran 196 -197 part 1)

Amr bin Luhay dan “Latah” yang Membinasakan (Ali Imran 196 -197 part 1)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

 

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 196.  لا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلادِ

197. مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ

Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di seluruh negeri (196). Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat kembali mereka ialah neraka Jahannam. Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat tinggal (197). (Ali-Imran : 196-197)

 

Tadabbur kali ini, penulis akan membahas tentang penyakit “latah” yang membinasakan dan sering menimpa umat-umat terdahulu hingga umat islam di masa ini.

Amr bin Luhay, bapak kemusyrikan yang berasal dari makkah. Orang yang membawa berbagai berhala yang akhirnya merusak agama orang-orang makkah di jamannya hingga sampai ke jaman Rasulullah SAW. Pada awalnya, penduduk makkah menganut agama Ibrahim yang lurus. Suatu ketika, Amr Bin Luhay pergi meninggalkan Mekkah menuju Syam. Ia pergi dengan maksud untuk mencari suatu hal yang baru bagi negerinya. Sebab Syam hari itu merupakan daerah yang maju dan pusat berkunjungnya orang-orang dari belahan dunia. Maka memberikan suatu sentuhan bagi negerinya dapat menjadikan Mekkah dapat semaju dan sehebat negeri Syam. Yah kurang lebih sama kayak orang-orang islam awam sekarang yang ngeliat Amerika dan Eropa sekaranglah.

Namun sayang, Amr bin Luhay gagal paham menarik benang merah atas sebab kemajuan daerah Syam. Setelah tiba ke sana, Amr bin Luhay menemui bahwa penduduk Syam menyembah berhala dan akhirnya Amr bin Luhay berpikir bahwa berhala itulah sebab kemajuan kota Syam. Hingga akhirnya, Amr bin Luhay membawa 1 berhala impor bernama Hubal ke makkah. Lalu disusul dengan berhal-berhala yang lain, hingga singkat cerita, jadilah makkah kota penuh dengan berhala. Maka Rasulullah pernah bersabda,

Baca juga:  Inilah 18 Adab Berdebat ala Ulama Muhammadiyah

Dari Abu Hurairah ra, “Wahai Aktsam, aku pernah melihat Amr Bin Luhay menarik ususnya di dalam neraka. Aku tidak pernah melihat seseorang pun mirip (wajahnya) dengannya kecuali kamu.’ Aktsam lalu berkata, ‘apakah kemiripan rupa tersebut akan membahayakan aku ya Rasulullah?’ . Kemudian Rasul menjawab. ‘Tidak, sebab kamu muslim dan ia Kafir. Sesungguhnya dia adalah orang yang pertama mengubah agama Ismail Alaihissalam dan ia juga membuat patung-patung, memotong telinga binatang untuk dipersembahkan kepada berhala, menyembelih binatang untuk Tuhan-Tuhan mereka, membiarkan unta-unta untuk sesembahan, dan memerintahkan untuk tidak menaiki unta tertentu karena keyakinan kepada berhala “ (HR Ibnu Ishaq)

Kisah Amr bin Luhay ini adalah teguran bagi kita yang doyan “latah”. Melihat Amerika “maju” dengan demokrasi liberalnya,”latah” dan impor demokrasi liberal. Melihat Rusia yang “maju” dengan komunismenya, “latah” dan impor komunisme. Melihat Eropa yang “maju” dengan sekularismenya, “latah” dan impor sekularisme. Melihat Jepang dengan budaya gila kerjanya, “latah” dan  impor budaya gila kerja hingga lupa mendidik keluarga dan lupa ibadah. Dan itupun yang kita lakukan dengan paham-paham lainnya. Persis seperti dengan kelakuan Amr bin Luhay, dan tentu sepaket dengan kebinasaan yang menanti.

Dengan ayat Ali-Imran 196 ini, Allah sudah memperingatkan kita, jangan terpedaya brooo..!! semaju-majunya suatu kaum atau suatu Negara, ketika kemajuannya tidak disertai dengan nilai tauhid, itu semua adalah mata’un qolil, kenikmatan yang sedikit!

Islam memang tidak pernah melarang umatnya untuk memakmurkan bumi ini dengan berbagai kemajuan teknologi dan pembangunan fisik yang maju. Yang jadi masalah adalah ketika hal itu yang kita jadikan tujuan utama dan parameter kesuksesan peradaban kita. Islam pernah jatuh di beberapa zaman dan tempat tertentu justru ketika sedang ada di “puncak peradaban”. Kejatuhan Granada misalnya, hal ini terjadi bukan karena kurangnya perbendaharaan atau materi negara. Hal ini terjadi karena umat islam saat itu sudah terlena dengan dunia sehingga peradaban tauhid mulai angkat kaki dari situ. Dari sini kita harus paham, bahwa kekuatan utama kita bukan terletak di peradaban fisik, tapi peradaban tauhid. Dengan peradaban tauhid, orang arab yang bahkan tidak pernah dianggap sedikitpun oleh Persia dan Romawi, 2 peradaban terbesar di jamannya, berhasil membuat Persia dan Romawi bertekuk lutut. Jadi jika kita memang ingin mengambalikan kejayaan peradaban islam, jangan “latah” dan membabi buta mencomot kanan-kiri konsep liar dari Negara-negara “maju”. Yakin pada Allah, ittiba’ pada Rasul, ikuti jejak beliau perlahan. Meski tidak instan, tapi itu yang terbaik. Kita mundur bukan karena tidak ikut barat. Kita mundur karena kita tidak ikut Allah dan Rasul-Nya.

Baca juga:  Tinjauan Fikih: Lebih Baik Tidak Salat Jumat Selama Wabah Corona

 

بالـصـواب أعلمُ والله

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar