Santri Cendekia
Home » Antara Umar bin Khattab dan Amr bin Hisyam

Antara Umar bin Khattab dan Amr bin Hisyam

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam”.

 

            Doa terkenal yang Rasulullah munajatkan dan menjadi salah satu asbab hidayah yang datang kepada Umar bin Khattab ra. Untuk kesempatan kali ini, penulis tidak akan fokus ke kronologi masuk islamnya Umar, tapi lebih ke arah hikmah apa yang bisa kita petik atas ketentuan hidayah Allah yang akhirnya jatuh kepada Umar bin Khattab dan bukan kepada Abu Jahal. Ada apa antara Umar dan Abu Jahal? Hingga Rasulullah menyatukan dua nama itu di dalam doa beliau?

  1. Sama-sama Musyrik dan memerangi dakwah Rasulullah, namun berbeda alasan. Umar bin Khattab memerangi dakwah Rasulullah karena beliau tidak suka melihat ada yang menghina agama nenek moyangnya dan memecah belah kaum yang dicintainya. Umar tidak punya kepentingan pribadi di dalam permusuhannya. Sedangkan Abu Jahal memerangi dakwah Rasulullah karena fanatisme jahiliyyah. Hal ini bisa kita tangkap dari dialog Abu Jahal dan keponakannya tentang Rasulullah, “Keponakanku, kami dan bani Hasyim selalu bersaing dalam masalah kemuliaan. Jika mereka memberi makanan, kami juga memberi makanan. Jika mereka menjamu dengan minuman, kami juga demikian. Jika mereka memberi perlindungan, kami juga melakukannya. Sampai-sampai kami sama-sama duduk di atas hewan tunggangan untuk berperang, kami (dan bani Hasyim) sama dalam kemuliaan. Kemudian mereka mengatakan, “’Di kalangan kami ada seorang Nabi (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)’. Kapan kabilahku bisa menyamai kemuliaan ini?”[1]
  2. Sama-sama seorang intelektual makkah yang mengerti baca-tulis dan keindahan Al-Qur’an. Namun Umar jujur terhadap nuraninya dan akhirnya memilih untuk beriman setelah membaca surat Thaha sedangkan Abu Jahal lebih memilih untuk tunduk kepada kedengkiannya.
  3. Sama-sama orang yang memiliki pengaruh di dalam kaumnya dan terpandang di makkah.
  4. Keduanya juga termasuk orang-orang yang menyiksa dan menghukum orang-orang yang masuk islam di kaumnya. Namun Umar lebih beradab daripada Abu Jahal. Ingatkah kita peristiwa syahidnya Sumayyah ra ibunda Amr bin Yasir ra? Hal ini terjadi karena Abu Jahal yang memulai mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan menuduh Sumayyah masuk islam karena tertarik dengan ketampanan Rasulullah. Sumayyah pun meludahi muka Abu Jahal. Abu Jahal naik pitam dan menusukan tombak dari bawah perut sumayyah hingga tembus ke atas.[2]
  5. Sama-sama ingin membunuh Rasulullah, tetapi Umar lebih heroik dan berani dibandingkan Abu Jahal. Umar ingin membunuh Rasulullah sendiri dengan tangannya, dan setelah itu ia siap untuk di qishash oleh Bani Hasyim. Ia siap mengorbankan nyawanya seorang agar kaumnya tidak lagi berpecah belah. Sedangkan Abu Jahal, ingin membunuh Rasulullah bersama-sama dengan mengajak wakil dari setiap kabilah di makkah. Sehingga Bani Hasyim pun tidak akan mampu menuntut qishash karena itu berarti Bani Hasyim harus berhadapan dengan seluruh kabilah di makkah. Abu Jahal pengecut, sedangkan Umar pemberani.
Baca juga:  Jejak Muhammad Abduh dalam Pergerakan Muhammadiyah

          Dari sini kita bisa mengambil hikmah. Betul bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah yang akan Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Namun, tentu Allah memberikan kita ruang untuk kita mengambil hikmah, sebab-sebab yang lebih mendekatkan orang kepada hidayah atau bahkan menjauhkannya dari hidayah. Karena seorang ulama pernah berkata, bahwa 2 kemungkinan yang membuat orang tersesat adalah, li jahilihi (kebodohannya), li hajatihi (kepentingan/syahwat).

         Dari kisah ini, setidaknya kita bisa mendapatkan 2 poin penting mengapa Umar yang akhirnya menjadi orang yang lebih dicintai Allah dibandingkan Abu Jahal;

  1. Hati Umar jujur dan bebas dari hawa nafsu, penyakit hati dan kepentingan-kepentingan sempit
  2. Umar memiliki sikap dan kepribadian yang lebih baik dan mulia

        Semoga 2 poin ini senantiasa bisa kita miliki agar hidayah lebih mudah masuk ke dalam hati kita dan membimbing kita ke jalan kebenaran.

 

Allahu a’lam bishshawab

 

Referensi :

[1] Wa Syahida Syahidun min Ahliha oleh Raghib as-Sirjani.

[2] Ar-Rahiqul Makhtum oleh Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar