Santri Cendekia
Home » Ardian Syaf, Korban Jahatnya Disinformasi

Ardian Syaf, Korban Jahatnya Disinformasi

Dunia perkomikan Indonesia memang pernah melahirkan karya masterpiece berjudul Siksa Neraka, sebuah komik yang tak akan bisa dicapai levelnya oleh Stan Lee sekalipun. Namun kini, lini kreatif ini jelas jauh tertinggal dibanding massifnya invasi manga Jepang dan tentu saja comic books Amerika Utara dan Eropa. Olehnya, mampu berkarir di Marvel merupakan pencapaian yang hebat bagi seorang komikus Indonesia.

Seperti layaknya orang Indonesia kebanyaka, saya ikut-ikutan bangga nggak jelas ketika tahu Ardian Syaf, seorang komikus Nasional, turut menggarap serial X-Man. Keren. Tapi… semua berakhir ketika si mas memutuskan memasukan unsur aksi 212 ke ilustrasinya. Terjadi kontroversi, ia pun terancam didepak. Dikatain “Kawin lu!” sama mbak Willow Wilson, pengarang komik Ms. Marvel, tokoh Muslimah yang komiknya lagi laku-lakunya. (Ya, memang orang bule itu kayak gitu, kalo lagi marah malah nyuruh orang kawin. “Kawin Lu!” itu umpatan paling kasar mereka. Sabar ya mblo..)

Bagaimanapun, itulah keputusan mas Ardian Syaf, ia mungkin tidak menduga sejauh ini konsekuensinya. Tapi sebenarnya, you should see that coming, bro. Ini adalah era dimana arus informasi begitu deras, muncul dari sumber yang tak terhitung, walhasil justru merebak bencana banjir misinformasi dan disinformasi dimana-mana. Plus penyakit outrage addiction yang menimpa warga internet belakagan ini semakin parah saja.

Saya sendiri menyaksikan bagaimana sebuah media asing memberitakan aksi 212 sebagai ”Seorang gubernur Cina dan Kristen didemo karena mengutip al-Qur’an” Mereka sengaja melakukan tadlis, fakta bahwa si Bapak menggoblokkan meraka yang mengikuti al-Qur’an dalam sikap politiknya tidak disebutkan. Dengan disnformasi begini, mereka menyederhanakan demo 212 menjadi aksi anti-Kristen dan anti-Cina. Tentu ini jauh dari tepat.

Demo itu memiliki tujuan spesifik; menuntut penegakan hukum pada si Bapak. Lebih dari itu, ya cuma nganalisis sampean aja. Anda boleh berspekulasi demo itu adalah strategi politik, kebangkitan kaum populis religius, massa bayaran atau apalah. Tapi menyebut demo itu adalah gerakan kebencian rasial sudah fitnah keterlaluan. Pun bila ada yang merasa jadi target kebencian demonstran hanya karena seiman dengan si Bapak, anda keliru. Anda telah ke-GR-an. Demo itu menuntut negara menindak si bapak dengan adil. Jika anda bukan si Bapak, ya anda nggak ada urusan apa-apa.

Baca juga:  Hukum 'Shaf Distancing' demi Meminimalisir Penyebaran Virus Covid-19

Apa yang saya gambarkan di atas itu adalah sikap resmi aksi 212.  Heck, mereka bahkan menyebut aksi itu ”Aksi super damai.” Jika ada pesertanya yang betulan bigot rasis, ya itu tidak masuk hitungan. Mas Ardian tentu merujuk ke sikap resmi itu, bukan oknum rasis bigot yang mungkin ikut-ikutan selfie pas demo.

Sayangnya, sepertinya info terdistorsi demikianlah yang sampai di telinga Marvel dan pembacanya. Akhirnya habislah karir mas Ardian. Solanya gini, ketika mendengar tentang aksi 212, mungkin orang-orang di Barat akan teringat pada kelompok kanan-jauh mereka sendiri, seperti EDL, Pegida, atau bahkan KKK. Olehnya wajar jika Marvel yang terkenal liberal itu langsung alergi. Padahal kelompok-kelompok tadi jelas adalah orang rasis dan bigot, berbeda dengan aksi 212.

Ambillah misal EDL, kelompok ultranasionalis di Inggris. Setelah kejadian teror London, mereka langsung melakukan demonstrasi di masjid Brimingham. Mereka juga mengintimidasi seorang cewek Muslimah berjilbab, untunglah ada mbak Safiyya Khan yang membela. Ini jelas bigotry, EDL menyalahkan dan membangkitkan kebencian kepada seluruh komunitas Muslim UK karena tindakan seorang teroris. Mereka bahkan mengintimidasi seorang perempuan yang sama sekali tidak tahu menahu, lagi sial aja pas jalan di situ ketika mereka aksi. Pola seperti ini terlihat di semua kelompok rasis. menyalahkan seluruh komunitas atau bahkan semua ras atas tindakan segelintir orang yang bahkan komunitas itu tidak kenal sama sekali. Tentu tidak menutup kemungkinan orang Muslim pun ada yang sebejad ini, tapi aksi 212 bukanlah salah satunya.

Jika ada yang menyamakan aksi 212 dengan gerombolan hate group seperti itu, ia keliru. Aksi 212 tidak menyasar individu lain yang terkait secara rasial atau iman dengan si Bapak. Mereka mendemo negara agar kasusnya ditindak, bukannya mendemo gereja. Justru pasangan Nasrani yang mau pemberkatan di Katedral malah dibantu loh. Bagi saya, ini menunjukan bahwa aksi 212 sama sekali bukan aksi kebencian berbasis SARA. Memang ada seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat di sekitaran aksi, ia merasa muka peserta aksi pada jutek, lalu dia pun berkeluh kesah di Facebook. Ibu itu cuma ke-GR-an dan lebay.

Baca juga:  Pandemi Corona sebagai Titik Konflik Agama dan Sains

Namun yah, apa boleh buat. Pembaca Marvel tidak mau repot-repot menelaah sejauh itu. Ketika ada yang menuduh Ardian Syaf menyisipkan ideologi anti-Kristen dibalik angka 212, semua langsung percaya begitu saja. Contoh paling asik adalah mbak Willow Willson. Mbak yang berjilbab itu bilang sendiri bahwa ia nggak ngerti apa-apa tentang ”212.” Tapi didengarnya kata orang bahwa itu aksi kebencian, buru-buru ia berseru ”f**k this guy!.” Keyakinan mas Ardian disebutnya ”garbage philosophy.” Entahlah, mungkin memang mengekpresikan aspirasi dengan damai ala Prof. X adalah sampah bagi mereka, haruskah aspirasi itu disuarakan dengan metode Magneto? Tentu tidak.

Jika Ardian Syaf benar-benar dipecat karena kejadian ini, semoga ia menemukan karir yang lebih baik. Mungkin tepat saran Aji Prasetyo yang dikutip The Jakarta Post, mas Ardian sebaiknya menapak karir sebagai artis independen. Biar merdeka ia berkarya. Semoga kelak bisa jadi komikus hebat mendunia, seperti Joe Sacco kalau bisa.

Penjelasan Ardian Syaf ;

____
Berita terkait kejadian ini;

http://www.thejakartapost.com/life/2017/04/11/my-career-is-over-says-indonesian-comic-artist-ardian-syaf.html?utm_campaign=fb-ads&utm_source=fb-arsi&utm_medium=fb-test&utm_term=ardian-syaf&utm_content=ardian-syaf

http://www.thejakartapost.com/life/2017/04/09/indonesian-x-men-gold-comic-writer-inserts-anti-ahok-references-in-comic-book-ignites-controversy.html

Ayub

Mengejar impian sederhana, menjadi pecinta semesta.

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar