Santri Cendekia
Home » Dinamika Awal Zulhijah 1441 H dan Penyatuan Kalender Islam

Dinamika Awal Zulhijah 1441 H dan Penyatuan Kalender Islam

Dalam penentuan awal Zulhijah tidak bisa dipisahkan dengan bulan-bulan sebelumnya termasuk dalam penentuan awal Zulhijah 1441 H. Pada umumnya masyarakat hanya terfokus pada bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Padahal bulan-bulan lain juga penting dan perlu diperhatikan karena akan berpengaruh pada sistem kalender Islam yang digunakan. Tahun 1441 H tercatat ada dua kali perbedaan dalam penentuan awal bulan kamariah yaitu bulan Syakban dan Zulkaidah.

Penentuan awal Zulhijah 1441 H kasusnya sama seperti penentuan awal Ramadan 1441 H. Hari Senin 20 Juli 2020 menurut Kalender Muhammadiyah, Taqwim Ummul Qura’, dan Kalender Global Turki bertepatan tanggal 29 Zulkaidah 1441 H. Berdasarkan data hisab posisi hilal pada saat terbenam matahari masih di bawah ufuk sehingga umur bulan Zulkaidah 1441 H digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari dan awal Zulhijah 1441 H jatuh pada hari Rabu 22 Juli 2020.

Sementara itu menurut Almanak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Almanak Islam PERSIS, dan Takwim Standar Indonesia hari Senin 20 Juli 2020 masih tanggal 28 Zulkaidah 1441 H karena berbeda dalam memulai awal Zulkaiadah 1441 H. Akibatnya observasi baru dilaksanakan pada hari Selasa 21 Juli 2020. Meskipun masa pandemi covid pelaksanaan rukyatul hilal dengan mematuhi protokol kesehatan tetap semarak bahkan pihak “Apadilangit” kerjasama dengan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) dan Universiti Malaya mengadakan acara observasi bersama melalui live streaming antara Indonesia dan Malaysia.

Acara yang dipandu oleh Amirul Hazim Kamarulzaman dan Muhammad Hafez Ahmad Murtza sangat menarik dan menambah wawasan bagi masyarakat melihat proses rukyatul hilal di Indonesia dan Malaysia. Kawasan Malaysia diwakili beberapa tempat pengamatan, seperti Balai Cerap Al-Khawarizmi, Balai Cerap Teluk Kemang, Balai Cerap Al Biruni, Pusat Falak Sheikh Taher, dan Balai Cerap Kusza, sedangkan Indonesia diwakili observatorium Bosscha, ITERA Institut Teknologi Sumatera, dan Rukyatul Hilal Indonesia.

Kawasan Malaysia yang berhasil melihat hilal adalah Balai Cerap Al-Khawarizmi, Balai Cerap Teluk Kemang, dan Balai Cerap Al Biruni. Sementara itu Indonesia tidak ada laporan keberhasilan melihat hilal dikarenakan cuaca yang kurang bersahabat. M. Yusuf dari Observatorium Bosscha melaporkan sore hari berhasil mendeteksi keberadaan hilal namun menjelang terbenam matahari cuaca kurang kondusif dan turun hujan. Hal yang sama juga terjadi di Tim ITERA tidak berhasil melihat hilal. Kerjasama ini perlu dipertahankan dan dilanjutkan untuk memasyarakatkan perkembangan astronomi Islam di Indonesia dan Malaysia.

Baca juga:  Qarun dan Para Pemujanya (Al-Qasash 79-80)

Patut diketahui anggota MABIMS dalam penentuan awal Zulhijah 1441 H terjadi perbedaan. Indonesia, Malaysia, dan Singapore menetapkan awal Zulijah 1441 H  jatuh pada hari Rabu 22 Juli 2020. Brunei Darussalam karena hari Selasa 21 Juli 2020 hilal tidak terlihat maka umur bulan Zulkaidah 1441 H digenapkan menjadi 30 hari sehingga awal Zulhijah 1441 H jatuh pada hari Kamis 23 Juli 2020. Di tingkat global juga terjadi perbedaan dalam penentuan awal Zulhijah 1441 H. Menurut laporan yang dirilis Islamic Crescents’ Observation Project (ICOP) terdapat 23 negara yang menetapkan awal Zulhijah 1441 H jatuh pada hari Rabu 22 Juli 2020, antara lain Al-Jazair, Bahrain, Bosnia Herzegovina, Mesir, Indonesia, Iran, Yordan, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Palestina.

Negara-negara yang berhasil melihat hilal awal Zulhijah 1441 H antara lain : Al Jazair (Messoud Kechidu), Bahrain (Ali Majeed Al Hajari), Bosnia Herzegovina (Samir Al Busnavi), Maroko (Anime Khonya), Uni Emirat Arab (Mohammad Odeh), dan Indonesia (AR Sugeng Riyadi dan Ahmad Junaidi). Adapun negara yang tidak berhasil melihat hilal pada hari Selasa 21 Juli 2020 adalah Australia, Banglades, Jerman, dan Irak sehingga  awal Zulhijah 1441 H jatuh pada hari Kamis 23 Juli 2020 dan Idul Adha jatuh pada hari Sabtu 1 Agustus 2020.

Mencermati dinamika yang berkembang dalam penentuan awal Zulhijah 1441 H di atas ada beberapa hal yang perlu direnungkan bersama. Pertama, perbedaan awal Zulhijah 1441 H terjadi dipengaruhi perbedaan pada bulan sebelumnya. Kedua, perbedaan antara hisab dan rukyat. Kedua permasalahan ini tidak mudah diselesaikan dan akan terus berlangsung jika habit of mind  belum bergeser menuju pemikiran yang terbuka dan mempertimbangkan al-Maslahah al-‘Ammah. Perubahan kriteria visibilitas hilal tidak akan serta merta menyelesaikan perbedaan.

Baca juga:  Aliran-Aliran Fiqih Awal; Ahlul Hadis dan Ahlul Ra'yi

Contoh kongkretnya sesama anggota MABIMS terjadi perbedaan dalam penentuan awal Zulhijah 1441 H. Indonesia, Malaysia, dan Singapore serempak menetapkan awal Zulhijah 1441 H jatuh pada hari Rabu 22 Juli 2020 dan Idul Adha 1441 H jatuh pada hari Jum’at 31 Juli 2020. Keputusan Singapore sejak awal sudah tercantum dalam kalender Islam yang dikeluarkan Majelis Ugama Islam Singapore (MUIS). Malaysia juga merujuk taqwim yang dikeluarkan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), aktivitas rukyat selama ini tidak sebagai penentu. Berbeda dengan Indonesia dan Brunei Darussalam, keduanya menjadikan rukyat sebagai penentu. Hanya saja Indonesia sering melaporkan keberhasilan rukyatul hilal sehingga sering bersamaan dengan Singapore dan Malaysia, sedangkan Brunei Darussalam sering tidak berhasil melihat hilal. Akibatnya Brunei Darussalam sering berbeda dengan anggota MABIMS lainnya.

Usaha menjadikan Rekomendasi Jakarta 2017 sebagai pijakan bersama anggota MABIMS dalam membangun kebersamaan memulai awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha tidak akan bernilai guna apabila pemahaman penyatuan lebih difokuskan pada penyatuan metode bukan penyatuan kalender Islam. Penyatuan metode dan penyatuan kalender Islam adalah dua hal yang berbeda dan berimplikasi dalam implementasinya.

Penyatuan metode lebih bersifat asesoris, sedangkan penyatuan kalender Islam lebih bersifat substantif. Untuk mewujudkan kalender Islam pemersatu yang perlu didorong adalah penyatuan kalender Islam dan setiap lima atau sepuluh tahun dievaluasi kriteria yang digunakan berdasarkan hasil observasi yang dikembangkan. Dengan demikian kegiatan observasi perlu ditingkatkan dan memperoleh perhatian dari pihak-pihak pengambil keputusan.

Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

Susiknan Azhari

Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Guru Besar Ilmu Astronomi Islam-Hukum Islam pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar