Santri Cendekia
Home » Haedar Nashir: Isu-isu Penting untuk Kalangan Muda Muhammadiyah

Haedar Nashir: Isu-isu Penting untuk Kalangan Muda Muhammadiyah

Universitas Muhammadiyah Malang lewat Cendekiawan Muda Muhammadiyah (CMM) pada Jumat (6/3) mengadakan Kolokium Nasional Interdisipliner Cendekiawan Muda Muhammadiyah. Kegiatan ini mengundang berbagai unsur kalangan Muda Muhammadiyah di antaranya adalah Ikatan Pelajar Muhammadiyah dari berbagai daerah Indonesia, termasuk juga dari Kalangan Nasyiatul Aisyiah dan tidak ketinggalan pula beberapa komunitas pemuda yang bergerak di bidang Media Sosial termasuk di dalamnya utusan dari Pusat Tarjih Muhammadiyah dan Santri Cendekia.

Hadir memberi sambutan, Haedar Nashir selaku Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan peta Isu sentral yang harus didiskusikan dalam kolokium ini. menurutnya diskusi atas isu sentral ini penting karena Cendekiawan Muda Muhammadiyah harus menjadi pihak yang memiliki kecerdasan yang mana kecerdasan itu dipergunakan untuk membaca realitas zaman dalam rangka melahirkan berbagai tawaran solusi yang bisa menjadi tuntunan umat dalam menghadapi berbagai persoalan. Setidaknya ada empat isu sentral yang disebutkan oleh Haedar Nasir.

Empat Isu Sentral

Isu Sentral Pertama adalah tentang perumusan visi keislaman dan keindonesiaan terkhusus pada relasi Islam dan Negara. Menurut Haedar Nasir, Muhammadiyah beruntung karena dalam persoalan ini telah memiliki dokumen sejarah yang banyak terkait dengan berbagai karya pemikiran tokoh-tokoh terdahulu yang telah dikonsepkan. Konsep tersebut dalam Muhammadiyah kini telah menjadi  peneguh identitas Muhammadiyah dalam memilih wujud relasi Islam dan Indonesia yang disebut sebagai dār al-Ahdi wa as-Syahadah. Aspek al-ahdi bisa dilihat dari tiga aspek:

Pertama, al-ahdi li al-mulk, bahwa kita Muhammadiyah harus senantiasa merasa memiliki negara ini sebagai warisan yang ditelah diperjuangkan oleh para tokoh kebangsaan sejak dahulu. Sehingga maju tidaknya indonesia yang kita miliki tergantung dari sikap dan arah yang kita pilih dalam membawa indonesia; kedua, al-ahdi li al-ghayah, bahwa karena indonsia ini adalah warisan dari para tokoh kita, maka orientasi dalam membawa Muhammadiyah ini tujuannya sesuai dengan tujuan yang telah dicetuskan oleh para tokoh tersebut; ketiga, li al-washfi, bahwa Indonesia sebagaimana yang telah disepakati oleh para tokoh berdiri dan bersistem demokrasi.

Baca juga:  Tanggapan Kritis Atas Konsep Ikhlas Hasnan Bachtiar

Kerangka al-ahd yang dalam kerangka relasi Islam dan Indonesia ini menyegel Muhammadiyah untuk senantiasa berada pada jalur wasathiyyah, yaitu posisi yang tidak mengarah kepada dua kubu ekstrem; ekstrem kanan menjadikan negara menjadi konsep khilafah; ekstrem kiri yang hendak mengarahkan indonesia berada pada negara liberal sekuler. Adapun konteks dar as-syahadah menurut Haedar Nashir mengharuskan warga Muhammadiyah utamanya kalangan mudanya untuk selalu berusaha mengisi kertas putih negara ini dengan torehan pemikiran dan strategi negara berjangka panjang. Karya-kaya yang dihasilkan hendaknya sejalan dengan cita-cita tokoh dan konteks keindonesiaan; bahwa cita baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yang merupakan impian para tokoh harus berjalan beriringan dengan konsep Indonesia berkemajuan. Pandangan seperti inilah yang baiknya diteguhkan menjadi paradigma fikih siyasah Muhammadiyah

Isu Sentral Kedua adalah wacana radikalisme. Kalangan muda Muhammadiyah harus mengelaborasi konsep moderasi dalam Muhammadiyah sebagai solusi fenomena radikalisme ekstrim yang terjadi di Indonesia. tentu dengan memperluas dan memperdalam realitas radikalisme, bahwa faham dan gerakan radikal tidak hanya terjadi pada ranah agama, juga disebabkan oleh fanatik kesukuan, pandangan ekonomisme ekstrim dan bisa pula karena pandangan, sikap, dan etika berpolitik. Dalam pandangan moderasi Muhammadiyah, puritanitas bukanlah sesuatu yang harus ditolak karena ia sendiri adalah sebuah keniscayaan.

Sebagaimana dalam gerakan tajdid Muhammadiyah ada unsur purifikasi. Hanya saja bibit puritanitas yang menjadi faham puritanisme ekstrim bisa ada karena bibit tesebut tidak mengalami pengayaan tajdidsm hingga hanya berada pada titik statis dan menjadilah gerakan kejumudan dan kontra terhadap gerakan pembaharuan. maka dalam aspek ini, kalangan Muhammadiyah harus senantiasa mengayakan persoalan tauhid secara elaboratif. Lahirnya pemikian teologi al-Maun merupakan bukti nyata bagaimana Dahlan Muda mengayakan wacana tauhid dengan mengelaborasinya dengan konteks dan tantangan umat di zamannya

Baca juga:  Hubungan Taqiyah dan Islamophobia

Isu Sentral Ketiga adalah strategi politik Islam. Haedar Nasir melihat tenaga kita sudah dihabiskan dalam perdebatan mengenai adakah hubungan antara Islam dan politik. Muhammadiyah harus menyudahi itu. Muhammadiyah menerima adanya hubungan itu sehingga seluruh tenaga dan pikiran hendaknya diarahkan kepada kerja yang lebih produktif salah satunya adalah merumuskan seperti apa hubungan Islam dengan politik tersebut. di sini, peran kalangan Muda Muhammadiyah sangat dinantikan. Usaha mewujudkan relasi Islam politik harus didasari realitas akan keniscayaan kebinekaan yang ada di negara tercinta kita ini. wacana Islamisme-sekularisme-nasionalisme setidaknya bisa menjadi wacana yang telah banyak dibicarakan, namun Haedar Nashir berharap, Kalangan Muda Muhammadiyah bisa berfikir strategis melampaui dari ketiga wacana tersebut.

Isu Sentral Keempat sekaligus terakhir adalah diskusi positif atas eksistensi gerak juang Muhammadiyah sendiri di pentas nasional dan internasional. Haedar mengungkapkan bahwa pada hakikatnya jati diri Muhammadiyah sudah sangatlah jelas apabila hendak melihat dari berbagai dokumen resmi yang menjadi rambu-rambu dalam Muhammadiyah, sebut saja Matan Keyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, Ideologi Muhammadiyah hingga Manhaj Tarjih Muhammadiyah adalah berbagai macam karya yang telah menstrukturiasasi wujud dan eksistensi Muhammadiyah secara menyeluruh.

Persoalannya adalah belum adanya pembiasaan untuk membaca dan memahami secara menyeluruh dokumen-dokumen penting tersebut, hatta sekalipun tokoh-tokoh Muhammadiyah bisa jadi ada yang belum membaca secara lengkap karya tersebut. Oleh karenanya tugas Kalangan Muda Muhammadiyah adalah tidak melepaskan pemikiran dan gerak juang mereka dari berbagai karya tersebut yang telah menjadi haluan resmi organisasi Muhammadiyah. kalau perlu, kalangan Mudanya melakukan upaya sistematisasi dan menelurkan turunan-turunan dari berbagai karya tersebut untuk diaplikasikan dalam rangkan mewarnai berbagai ranting dan amal usaha Muhammadiyah di kalangan masyarakat.

Qaem Aulassyahied

Alumni Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar