Santri Cendekia
Home » IMM dan Living Values

IMM dan Living Values

Nalar kita sering “terusik” ketika nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) disebutkan. Terlebih saat lagu Mars IMM dikumandangkan, maka jiwa kita terasa dipapah dan langkah kita seolah dituntun untuk membuat syahadah (bukti) keagamaan, keumatan dan kemanusiaan. Tak terkecuali saat lagu Himne yang teduh merasuk jiwa. Spirit yang menggema membingkai sukma dan bertransformasi menjadi jangkar spiritual. Lirik-liriknya menyajikan manifesto kesejatian diri IMM sebagai salah satu akar tunggang gerakan pencerahan.

Mencermati Jati Diri

Kelahiran IMM merupakan kemestian sejarah. IMM memposisikan gerakannya sebagai lokomotif dimana living values (nilai-nilai kehidupan) dialokasikan ke dalam berbagai dimensi.  Living values menjadi karakter dasar dan kekayaan moral tersendiri bagi IMM. Jika ditelisik secara jernih, living values terkandung di dalam maksud dan tujuan berdirinya IMM. Terdapat tiga hal penting yang dapat digarisbawahi dari maksud dan tujuan berdirinya IMM tersebut; pertama, terbentuknya para akademisi Islam; kedua, nilai-nilai keadaban; ketiga, kontinyuitas dakwah Muhammadiyah.

Akademisi Islam adalah komunitas terdidik, yaitu sebuah komunitas yang menempati puncak piramida sosial. Secara kuantitatif sangat terbatas, namun komunitas ini menjadi minoritas kreatif, yaitu sebuah komunitas dimana berbagai perubahan diri dan lingkungan digerakkan. Komunitas ini menjadi pengarah dan penentu mata rantai sejarah. Akademisi Islam senantiasa dalam semangat pemikiran dan gerakan yang bersifat islami. Siklus aktifitas yang dilakukan berangkat dari nilai-nilai luhur Islam dan bergulir seperti bola salju untuk membumikan nilai-nilai luhur tersebut dalam berbagai sudut kehidupan.

Akademisi Islam tidak saja memiliki kekayaan yang bersifat kognitif dan psikomotorik, namun juga afektif (baca: keimanan). Ketiga hal tersebut membingkai IMM sebagai kekuatan yang tak pernah lekang dengan godaan zaman. Kritik terhadap hegemoni kognisi direspons oleh IMM secara arif dan cerdas. Kognisi menempatkan seseorang di bawah mercusuar akal, namun kering rasa dan tidak peka atas berbagai perubahan. Sementara integrasi antara aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan aspek afektif yang dimiliki IMM menjadi amunisi tersendiri untuk melahirkan manusia berkarakter. Kebrutalan perubahan tidak akan mengubah warna IMM dalam mencetak pribadi-pribadi tangguh jika aspek-aspek tersebut digenggam secara istiqomah.

Baca juga:  Tumpulnya Penegakan Hukum Era Jokowi

Akhlak mulia menjadi danau moral tersendiri. Akhlak mengajarkan tata cara membangun dan mengembangkan berbagai relasi dengan baik. Akhlak mulia memintal relasi ketuhanan, relasi kemanusiaan, relasi kealaman dan relasi kedirian. Keempat relasi ini menumbuhkembangkan pribadi-pribadi yang luhur, yaitu pribadi-pribadi yang bercorak religius, cerdas, kritis namun juga santun. Apa artinya religiusitas namun minus kecerdasan. Apa pula artinya cerdas dan kritis namun tidak santun. Keempat living values itu menjadi nilai-nilai yang senantiasa hidup dalam pemikiran dan gerakan IMM.

IMM sejatinya merupakan universitas kehidupan, dimana kedamaian, penghargaan, kasih sayang, toleransi, kerendahan hati, kejujuran, kerjasama, kebahagiaan, tanggung jawab, kesederhanaan, kebebasan, persatuan, dianyam menjadi satu. Living values tersebut menjadi falsafah kolektif dan dijunjung tinggi. Setiap kader IMM berkomitmen dan loyal untuk membawanya dalam ranah individual dan komunal. Meskipun 12 poin living values tersebut dipopulerkan oleh salah satu Badan PBB yaitu UNICEF, namun sesungguhnya  jauh sebelum itu, living values tersebut sudah demikian lekat dalam jiwa dan raga IMM.

Kegelisahan untuk senantiasa menjadi agent of change (agen perubahan) membawa IMM dari ranah akademik yang bersifat normatif ke ranah gerakan yang bersifat praktis. Berbagai ketimpangan sosial dan politik melahirkan rasa gundah untuk turut serta memberikan advokasi kepada kaum lemah dan yang dilemahkan. IMM merespons  melalui berbagai aksi, baik seminar, diskusi, turun ke jalan sebagai parlemen jalanan atau merumuskan gagasan-gagasan cerdas melalui ikhtiar jihad literasi. Respons seperti ini bersenyawa dalam darah daging IMM, namun mesti dilakukan secara santun, beradab, dan bertanggung jawab.

Tuntutan ke arah perubahan yang diajukan IMM akan sangat tercederai manakala bercampur aduk dengan cara-cara yang keji dan kotor, bahkan kontra produktif dengan jati diri IMM itu sendiri. Memaki, mencemooh, merendahkan orang lain, merusak fasilitas, menyebarkan hoax, berseteru dalam muyawarah internal dan menghembuskannya di ruang publik, adalah tindakan yang sangat tercela dan bisa melahirkan polarisasi dan kegaduhan. Sebab itu, virus destruktif tersebut harus diwaspadai dan senantiasa dibersihkan dari manhaj gerakan IMM. Kekuatan IMM terletak pada moralitas. Moralitas seperti lentera gerakan. Cahayanya harus senantiasa hidup dan tidak boleh padam karena diterpa badai kepentingan pragmatis, arogansi, kemarahan, dan rasa cemburu.

Baca juga:  Obrolan Random Tentang al-Razi ; Dari Tafsir Hingga Atom

Perubahan yang dilakukan IMM mesti berada dalam bingkai keadaban, sejurus dengan poin-poin penting dalam living values tersebut. Ada baiknya ideologi gerakan IMM direvitalisasi kembali. Hal ini sangat penting, agar setiap kader IMM sadar siapa dirinya, darimana, sedang dimana dan akan bergerak kemana. Ideologi IMM bisa berupa keputusan resmi organisasi atau pemikiran perorangan yang sudah dianggap lazim. Diantaranya adalah sebuah mahfudzot yang sudah demikian populer yaitu, “Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual”.  Mahfudzot tersebut menggambarkan betapa kuatnya living values disemai dan dirawat, serta membuktikan IMM sebagai komunitas pencinta ilmu.

IMM merupakan anak panah Muhammadiyah. Salah satu Organisasi Otonom untuk mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah IMM. Kepribadian IMM adalah Kepribadian Muhammadiyah. Setiap kader IMM dapat mengintegrasikan dirinya di masing-masing tingkatan Muhammadiyah. IMM ibarat sebuah kendaraan yang mengantarkan penumpangnya menjadi warga Persyarikatan. Durasi ber-IMM bersifat temporer dan sejauh predikat mahasiswa masih disandang. Sementara ber-Muhammadiyah bersifat permanen. Muhammadiyah adalah tempat berlabuh bagi kader-kader yang telah selesai mangasah diri di IMM.

Fakta yang kerap terlihat adalah munculnya alienasi dalam diri sebagian kader-kader IMM. Alienasi melahirkan perasaan asing dan jauh dari Muhammadiyah. Hal ini terjadi karena tidak terbangunnya sinergitas aktifitas IMM dengan aktifitas  Muhammadiyah. Ada pula kader-kader IMM yang merasa enggan mengintegrasikan diri di Muhammadiyah, lemah membaca referensi tentang Muhammadiyah, kurang memahami relasi IMM dengan Muhammadiyah, maupun terperangkap infiltrasi pemikiran dan kepentingan dari luar Muhammadiyah. Kondisi seperti ini rentan melahirkan disorientasi langkah, ber-IMM namun tidak ber-Muhammadiyah.

Hal-hal lain yang yang terbilang ironi terkait relasi-relasi internal di IMM sendiri. Sering sikap kritis ke dalam tak mencerminkan semangat ber-Muhammadiyah. Kepribadian Muhammadiyah sangat kering, untuk tidak mengatakan tak diindahkan. Terutama  dalam pelaksanaan musyawarah, baik di tingkat Komisariat, Cabang, Daerah atau Pusat, kerap berbuah keributan. Keadaan ini semakin diperburuk karena ada saja kader-kader IMM yang mem-publish-nya di berbagai media sosial. Ini tindakan  amoral dan memprihatinkan. Bagaimana mungkin aib organisasi disajikan di ruang publik? Kerugiannya bersifat individual dan organisasional.

Baca juga:  "Islam Indonesia" Lebih Ramah dari "Islam Arab"?

Muhasabah wajib menjadi agenda rutin untuk memperbaiki tapak dan jejak IMM. Hal ini disebabkan karena ada semacam kesan bahwa IMM kerap menjadi problem maker (pembuat masalah) daripada problem solver (pemecah masalah). Asumsi tersebut tak selalu benar, namun dapat menjadi cermin mengaca diri. Predikat sebagai “Jago Kandang” dan “Kalahan di Luar Kandang” sering ditujukan kepada IMM. Jika ideologi IMM seperti sejarah kelahiran, AD/ ART dan terutama ideologi Muhammadiyah dijadikan acuan dan membumi, maka tuduhan miring yang ditujukan kepada IMM tidak akan terjadi. Ideologi IMM bersumber dari Ideologi Muhammadiyah. Kedua lentera ideologi tersebut mengandung living values yang sejatinya terus memandu jalan yang dilalui IMM.

Menjaga Komitmen

Komitmen untuk membumikan living values adalah gerbang harapan bagi kader-kader IMM. Agent of change yang sejati lahir dari ikhtiar tak kenal lelah untuk membumikan living values itu. Living values adalah kekayaan moral dan kunci untuk mengukir cakrawala kehidupan. Berbagai kebajikan individual dan sosial serta kehendak untuk melahirkan khairu ummah (umat terbaik) bergerak dan beranjak dari nilai-nilai tersebut. Tak ada yang tak mungkin. Semua bisa dilakukan dengan kekuatan doa dan usaha. IMM dapat menjadi inisiatornya. Insya Allah.

 

 

 

Muhammad Qorib

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammaidyah Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Agama Islam UM Sumatera Utara

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar