Santri Cendekia
Home » Inspirasi Kepemimpinan Dzulqarnain (Al-Kahfi 92-98)

Inspirasi Kepemimpinan Dzulqarnain (Al-Kahfi 92-98)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat tembok antara kami dan mereka? Dzulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan benteng antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi.” Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: “Tiuplah (api itu).” Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu.” Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. Dzulkarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar.” (Al-Kahfi 92-98)

 

            Kali ini kita akan mencoba mentadabburi Surat Al-Kahfi yang bercerita secuplik kisah tentang seorang Dzulqarnain. Ustad Budi Ashari mengatakan, bahwa turunnya surat ini kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, adalah sebagai isyarat dan inspirasi bagi Rasulullah. Isyarat bahwa kelak risalah yang dibawa oleh Rasulullah ini akan memenuhi bagian barat dan timur belahan dunia ini, seperti kekuasaan Dzulqarnain. Sebagai inspirasi agar kelak ketika berbondong-bondong orang masuk islam dan Rasulullah menjadi pemimpin yang semakin besar wilayah jangkauannya, Rasulullah bisa terinspirasi dari kepemimpinan Dzulqarnanin.

1. Dalam ayat ini dikatakan bahwa Dzulqarnain bertemu dengan sebuah kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan. Dalam Tafsir Al-Munir karya Dr. Wahbah Zuhaili, maksud tidak memahami pembicaraan di sini adalah, mereka sulit mengerti perkataan yang ditujukan kepada mereka, dan mereka juga sulit mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicara mereka.

Baca juga:  Mengenal Hadis Mutawatir

Tapi lihat, di ayat-ayat selanjutnya, Dzulqarnain berhasil berkomunikasi dengan mereka hingga akhir kisah pembangunan tembok untuk menahan Ya’juj dan Ma’juj. Menurut Ust. Budi Ashari, ini adalah sebuah isyarat keteladanan bagi setiap orang yang menjadi pemimpin kaumnya. Kemampuan komunikasi seorang pemimpin terhadap kaumnya harus baik. Imma Dzulqarnanin, bahkan masih bisa berusaha memahami dan berkomunikasi dengan sebuah kaum yang bahkan kesulitan untuk memahami dan menyampaikan perkataan.

Seorang pemimpin harus sesekali “grass root” untuk berkomunikasi langsung dengan rakyatnya, atau sekedar mengetahui kondisi real mereka di lapangan, dan memenuhi kebutuhan –kebutuhan mereka. Apalagi jika antara bahasa yang digunakan pemimpin dan rakyatnya adalah satu bahasa, sehingga tidak ada alasan kesulitan komunikasi seperti yang dialami oleh Dzulqarnain.

2. Ketika kaum ini meminta Dzulqarnain untuk membuatkan “Saddun” (“Saddun” berarti semacam bendungan jika menurut Tafsir Al-Munir) dengan menjanjikan bayaran kepada Dzulqarnain, Dzulqarnain menolak pembayaran tersebut karena beliau lebih yakin pembayaran Rabbnya lebih baik.

Inilah puncak keikhlasan seorang pemimpin, ketika ia berbuat sesuatu untuk rakyatnya dengan semata-mata mengharapkan pahala dan balasan dari Allah. Bukan untuk pencitraan, untuk nama partai dan golongannya, untuk mendapatkan masa kekuasaan yang lebih panjang, apalagi sekedar untuk menambah pundi-pundi kekayaan.

3. Ketika kaum ini meminta Dzulqarnain untuk dibuatkan “Saddun” (bendungan atau sekedar tembok yang besar), Dzulqarnain malah ingin membuatkan mereka “Rodmun” (benteng yang kokoh). Dzulqarnain tahu bahwa “Saddun” tidak cukup untuk menghentikan Ya’juj dan Ma’juj, maka ia berniat untuk membuatkan mereka “Rodmun”

Seorang pemimpin, tidak hanya bertugas untuk kerja dengan mindset “gugur kewajiban”. Ketika dia tahu ada yang lebih baik dari ekspektasi rakyatnya, dia akan memberikan itu. Dia akan memberikan yang terbaik yang ia tahu dan ia bisa untuk rakyatnya.

Tidak sekedar asal bangun membangun infrastruktur dan gedung-gedung agar dicap sebagai seorang pemimpin yang membangun sana-sini, tapi tak jelas kualitas infrakstrukturnya, dan tak jelas pula seberapa besar urgensi pembangunan tersebut untuk masyarakatnya.

Baca juga:  Devisa Haram bukan Solusi (At-taubah 28)

Bisa jadi masyarakat tersebut lebih membutuhkan pengembangan SDM, namun karena pengembangan SDM itu buahnya lebih lama untuk bisa dipetik apalagi untuk dijadikan bahan kampanye untuk periode pemilu selanjutnya, maka lebih baik membangun infrastruktur yang banyak di sana-sini agar bisa memberikan keuntungan bagi si pemimpin oportunis dan pragmatis.

4. Seorang pemimpin yang baik tidak hanya bertugas untuk menyuapi rakyatnya. Dia juga harus mampu untuk membangkitkan kesadaran rakyatnya untuk bekerja bersama mencapai visi dan misi yang sudah disepakati.

Ketika di awal kaum ini hendak memberikan bayaran atau upah kepada Dzulqarnain untuk membangun tembok, Dzulqarnain menolak seraya mengajak mereka untuk bekerja bersama membangun tembok itu dan meminta mereka memberika “Quwwatun” (kekuatan). “Quwaatun” di sini berbentuk isim nakirah yang berarti Dzulqarnain meminta kaum tersebut memberikan berbagai macam kekuatan yang mereka punya, baik itu bersifat tenaga maupun perlengkapan.

Dengan begini, Dzulqarnain sudah berhasil mendidik kaum ini untuk belajar kelak bagaimana jika mereka ingin melindungi kaum mereka sendiri. Mereka harus bisa berikhtiar dengan kekuatan mereka sendiri sebelum mereka mengandalkan bantuan orang lain.

5. Dzulqarnain yang menjadi “mandor” langsung dalam pengerjaan proyek besar ini. Ini berarti Dzulqarnain adalah seorang pemimpin yang tidak hanya kuat dalam mengkonsep dan membangun visi, tapi Dzulqarnain juga kuat dalam memberikan intruksi-intruksi dalam tataran yang paling teknis.

Seorang pemimpin yang lengkap, adalah seorang pemimpin yang kuat dalam mengkonsep visi dan misi, dan juga ahli dan bertangan dingin ketika memberikan instruksi-instruski hingga ke tataran yang paling teknis.

Kemampuan ini kita dapati juga pada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, Beliau kuat dalam membuat visi dakwah jangka panjang, namun beliau juga sosok yang ahli dalam menjadi panglima perang yang butuh skill tinggi untuk pemberian berbagai instruksi teknis, dan beliau juga seorang guru yang mampu turun langsung memberikan kurikulum-kurikulum untuk mencetak seorang generasi terbaik selepas beliau wafat.

6. Dzulqarnain memiliki penguasaan ilmu sains yang hebat di jamannya. Beliau membuat tembok ini dengan pemahaman ilmu metaluirgi modern. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana beliau memilih material yang paling pas untuk tugas ini. Beliau memilih kombinasi antara besi dan tembaga untuk membuat sebuah tembok yang besar. Yang dengan komposisi tersebut, tembok ini tidak bisa dipanjat karena licin, dan juga tidak bisa digali karena tingkat kekerasan yang luar biasa.

Baca juga:  Meninjau Kembali Pendapat Kebolehan Shalat Jumat secara Online

7. Yang terakhir, Dzulqarnain menunjukan sikap tawadhu’ yang luar biasa. Sikap tawadhu’ yang muncul dari pemahaman tauhid yang kuat. Setelah benteng yang fenomenal itu terbangun, Dzulqarnain tak lantas jadi besar kepada dan berbuat sombong dengan mengatakan bahwa tembok itu terbangun atas usahanya, atau kepintarannya, atau kehebatannya. Tapi dia mengatakan, “ini adalah rahmat dari Tuhanku”.

Beliau juga mengatakan, apabila janji dan ketentuan Tuhan-Nya sudah datang, maka tembok ini akan hancur luluh lantak. Dengan ayat ini Allah hendak mengingatkan Rasul-Nya, kelak jika risalah ini makin tersebar dan orang-orang berbondong-bondong masuk islam, maka itu semata-mata karena Allah. Rasulullah menangkap dengan baik pesan ini, maka ketika Rasulullah berhasil membebaskan makkah, Rasulullah tak membusungkan dada dan justru kepala beliau tertunduk hingga dagu beliau hampir menyentuh pelana kuda. Shollu ‘alaihi.

Ini juga pelajaran bagi kita, kita jika sukses dalam memimpin dan memberikan kemakmuran kepada rakyat kita, jangan sampai kita jumawa dan menganggap itu semua semata-mata karena kehebatan kita. Itu semua adalah rahmat Allah Al-Karim, bukan karena kecerdasan atau kehebatan kita. Begitupun ketika kita berhasil melakukan pembangunan fisik yang besar, jangan jumawa dan sombong bahwa kita menjamin bahwa pembangunan tersebut akan begini dan begitu. Semua jaminan mutlak di tangan Allah. Jangan sampai nasib kita seperti kapal Titanic, setelah mengklaim bahwa “Tuhan pun tidak akan bisa menenggelamkan kapal ini”, tidak lama kemudian Titanic benar-benar tenggelam.

            Sekian tulisan ini, semoga bisa menjadi inspirasi kuat bagi kita semua.

 

Allahu a’lam bishshawab

 

Referensi :

“Tafsir Al-Munir”, Prof. Dr. Wahbah Zuhaili

Rekaman Kajian Ustad Budi Ashari

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar