Santri Cendekia
Home » Jangan Mati Nak, kecuali Kamu Berislam (Al-Baqarah 132 end of part)

Jangan Mati Nak, kecuali Kamu Berislam (Al-Baqarah 132 end of part)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

Dan Ibrahim telah mewasiatkan( ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan berserah diri (muslim). (Al-Baqarah : 132)

 

    Selanjutnya Ibrahim menyampaikan kepada anak-anaknya bahwa agama tauhid ini telah dipilihkan Allah untuk mereka. Menurut Ustad Budi Ashari, kata Isthofa memiliki akar yang sama dengan shofa yang berarti suci. Itu berarti isthofa bukan sekedar memilih, tapi memilih dengan cara menyaring dan memurnikan berbagai macam agama hingga akhirnya keluarlah agama yang paling baik dan suci. Agama tauhid yang Allah pilihkan untuk Ibrahim dan keturunannya, agama hanifiyyah.

    Yang menarik, kata isthofa ini juga muncul di Al-Baqarah 130, dua ayat sebelumnya. Bahwa Allah memilih (isthofa) Ibrahim di alam dunia ini sebagai salah seorang pembawa risalah tauhid. Allah memilih baik pembawa risalah maupun risalah itu sendiri. Hikmah yang dapat kita petik dari sini adalah, dalam konsep pengembanan risalah. Kondisi dan kualitas si pengemban risalah maupun konten risalah yang diemban adalah dua hal yang sama-sama penting dan tidak bisa dipisahkan. Jika menurut ustad Rusli Malik, “Ini juga menunjukkan dengan jelas bahwa antara sosok dan agama adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Agama tidak mungkin eksis tanpa sosok ilahi, sebagaimana sosok ilahi tidak mungkin eksis tanpa agama”. Di sinilah yang membedakan konsep keilmuan islam dan keilmuan di luar islam. Ilmu hadist misalnya, kita tahu bahwa status sebuah hadist bisa dibilang shahih, hasan, atau dho’if tidak bisa terlepas dari penelitian kita soal status dan keadaan si perawi hadist. Apakah dia orang yang adil atau orang yang fasiq. Apakah dia orang yang jujur atau pendusta.

Baca juga:  Merenungi Ayat Mutasyabihat dalam al-Quran (2)

    Cukuplah tauhid bagi kita. Tidak perlu lagi kita mengambil berbagai macam ideologi dan worldview di luar islam. Tidak perlu lagi menggunakan solusi dari berbagai macam agama, pemikiran, dan ideologi, JIKA ternyata islam dan berbagai macam keteladanan para pengembannya sudah memiliki solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Jikapun harus menggunakan sistem pemikiran atau ideologi di luar islam, tauhid sudah menyiapkan kerangka yang kokoh untuk mengislamisasi sistem tersebut. Menurut Prof. Dr. Alparslan Acikgenc, dalam persentuhannya dengan peradaban atau keilmuan lain, islam memiliki sistem adopsi dan adapsi. Adopsi merupakan aktivitas penterjemahan dan penyalinan ilmu dari peradaban lain. Sedangkan adapsi merupakan aktivitas pengkajian dan penyaringan ilmu-ilmu tadi dari unsur-unsur yang bertentangan dengan konsep tauhid. Pada akhirnya, peradaban yang berlandaskan tauhid lah yang bisa membuat peradaban islam tetap eksis dan berkembang mengikuti jaman tanpa harus kehilangan kemurnian dan sisi orisinalitasnya. Tidak seperti beberapa agama yang telah banyak kehilangan bentuk aslinya demi agar dapat diterima sebuah jaman, peradaban, atau kelompok masyarakat.

    Terakhir, Ibrahim memberikan peringatan kepada anak-anaknya. “Janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan muslim”. Sebuah pesan yang sangat visioner, tidak hanya memberikan bekal-bekal nasehat bagaimana menjalani hidup dengan baik, tetapi Ibrahim juga memberikan pengajaran kepada anak-anaknya bagaimana menjalani kematian yang baik. Satu-satunya cara mati yang baik adalah dengan mati sebagai seorang muslim. Karena bagi mereka yang mati dalam keadaan kafir, sungguh kematian hanya akan menjadi permulaan bencana panjang yang akan menanti. Sebuah renungan mendalam untuk kita, mungkin sudah banyak di antara kita yang cukup tuntas memberi nasehat kepada anak-anak kita soal kehidupan. Tapi kita tidak boleh lupa, bahwa kehidupan sesungguhnya baru akan dimulai ketika kita mati. Hal itu yang lebih penting lagi untuk selalu kita sampaikan dalam nasehat-nasehat cinta kita kepada mereka.

Baca juga:  Talak Ustaz Abdu Somad: Pintu Masuk Evolusi Hukum Perceraian dari Makruh Menjadi Mubah?

Allahu a’lam bishshawab

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar