1. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muadz bin Jabal RA ; ia bercerita bahwa ketika sampai di Madinah (setelah hijrah), Rasulullah puasa setiap Hari Asyura dan tiga hari pada setiap bulan. Lalu Allah ta’ala mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan dan menurunkan ayat yaa ayyuhalladzina amanuu kutiba alaikumushiyam … (al-Baqarah : 183). Ketika pewahyuan sampai pada ayat wa ‘alalladzina yuthiquunahu fidyatyn ta’amu miskiin ‘barang siapa yang merasa berat maka hendaknya ia membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin’…(al-Baqarah : 184), maka para sahabat ada yang berpuasa ada juga yang memilih untuk bayar fidyah saja. Sesuai selera. Hingga kemudian Allah ta’ala mewajibkan puasa bagi orang-orang sehat dan tidak sedang safar, Dia juga menetapkan membayar fidyah bagi orang-orang lanjut usia yang tidak sanggup lagi puasa maka turunlah ayat faman syahida minkum …. wa man kaana maridan aw ‘ala safarin. (al-Baqarah : 185). [Jami’ al-Bayan, juz 2, hal 132]
2. Diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa’, ia berkisah bahwa ketika turun ayat wa ala alladzina yuthiquunahu fidyatun.. (al-Baqarah : 184) orang-orang memilih antara berpuasa atau membayar fidyah. Sampai kemudian turun ayat setelahnya (al-Baqarah : 185), maka keadaan itu pun berhenti.
Tambahkan komentar