Santri Cendekia
Home » Ketika Al-Qur’an Berbicara tentang Jahiliyyah

Ketika Al-Qur’an Berbicara tentang Jahiliyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ أَيُّهَا الَّذِينَ يَا

Islam hadir dengan meruntuhkan kejahiliyyahan. Sehingga untuk benar-benar memahami kebenaran dan keagungan islam, kita harus memahami kebusukan dan keboborokan kejahiliyyahan dan diruntuhkan oleh islam.

Dalam Al-Qur’an Al-Karim, jahiliyyah disebutkan dengan 4 jenis. Adapun keempat hal tersebut antara lain;

  1. Prasangka/ Pemikiran (Dzon) Jahiliyyah (Ali : Imran : 154)

“…sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti Dzon jahiliyah..”

Segala macam bentuk kesyirikan dan bentuk-bentuk ibadah ‘nyeleneh’ yang ada di makkah adalah hasil karya dzon-dzon dan karangan bebas tokoh-tokoh makkah. Dimana kreator pertama dan biang keladi segala macam kerusakan aqidah masyarakat makkah adalah seorang Amr bin Luhay. Suatu ketika, Amr Bin Luhay pergi meninggalkan Mekkah menuju Syam. Ia pergi dengan maksud untuk mencari suatu hal yang baru bagi negerinya. Sebab Syam hari itu merupakan daerah yang maju dan pusat berkunjungnya orang-orang dari belahan dunia. Maka memberikan suatu sentuhan bagi negerinya dapat menjadikan Mekkah dapat semaju dan sehebat negeri Syam.

Namun sayang, Amr bin Luhay gagal paham menarik benang merah atas sebab kemajuan daerah Syam. Setelah tiba ke sana, Amr bin Luhay menemui bahwa penduduk Syam menyembah berhala dan akhirnya Amr bin Luhay berprasangka (dzon) bahwa berhala itulah sebab kemajuan kota Syam. Hingga akhirnya, Amr bin Luhay membawa 1 berhala impor bernama Hubal ke makkah. Lalu disusul dengan berhal-berhala yang lain, hingga singkat cerita, jadilah makkah kota penuh dengan berhala dan berbagai ritual ibadah yang juga disusun dan dibentuk berdasarkan dzon. Semua berdasarkan dzon dan bukan dengan ilmu.

                Definisi Ilmu menurut Syekh Al-Utsaimin Rohimahullah dalam kitab saku Ushul fiqihnya, adalah mengetahui sesuatu sesuai hakikatnya dengan pengetahuan yang pasti. Berangkat dari definisi ini, kita bisa melihat islam tidak memberikan sedikitpun ruang bagi dzon dalam memahami dan menjalani syariat. Hal ini pun yang menjadi alasan kenapa islam masih bisa eksis setelah waktu ribuan tahun. Islam hadir dengan kerangka keilmuan yang sudah kuat dan ajeg. Di mana kaidah-kaidah dalam beribadah pun jelas sesuai dengan nilai intrinsik dari 2 kalimat syahadat. Ikhlas hanya untuk Allah, dan benar sesuai tuntunan Rasul. Ada yang Tsawabit (prisipil) dan ada juga yang mutaghayyirat (flekibel), dan masing-masingnya pun sudah dibagi dan dirumuskan dengan jelas oleh para ulama salaf hingga ulama khalaf.

                Namun sayang, di jaman yang katanya sudah modern dan maju ini, kejahiliyyahan masih banyak berkeliaran. Bahkan, kadang wujudnya terlihat lebih ramah dan kompromistis, namun mematikan. Contoh, Liberalisme, Pluralisme, Sekularisme, Komunisme, dan isme-isme lainnya. Bentuk dan namanya memang bervariasi, tapi intinya satu, semua isme-isme itu adalah berhala pemikiran yang terbentuk dari dzon-dzon manusia dan bukan berdasarkan ilmu yang benar.

  1. Hukum (Hukman) Jahiliyyah (Al-Maidah : 50)
Baca juga:  Apakah Ilmu Maanil Hadis sama dengan Hermeneutika? (Bagian I)

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?

Buah dari dzon-dzon jahiliyyah adalah hukum jahiliyyah. Sebelum islam hadir, hukum-hukum jahiliyyah ini biasanya muncul pada masyarakat karena dzon-dzon para “pemuka agama” atau pemuka kaumnya. Contoh hukum jahiliyyah yang diproduksi di makkah misalnya salah satu jenis hukum pernikahan di masa jahiliyyah. Seorang wanita di gauli oleh banyak lelaki, dan ketika wanita itu hamil maka wanita itu akan meminta dukun untuk mencari siapa ayah dari anak itu. Contoh lainnya, demi keuntungan bisnis, maka muncul hukum bagi para pendatang di luar Quraisy yang ingin melakukan thawaf di ka’bah, harus melepas pakaian yang mereka bawa dari tempat asal mereka dan membeli pakaian dari Makkah. Bodoh bukan? Ya itulah hukum jahiliyyah.

Sedangkan islam memiliki struktur otoritatif hukum yang jelas. 1) Al-Qur’an 2) Sunnah 3) Ijma’ 4) Qiyas (dan beberapa metode pengambilan hukum kontemporer yang muncul belakangan ini dan dirumuskan oleh ulama khalaf). Di luar semua itu, secara syariat, maka tidak bisa dijadikan hukum.  Dan hal yang paling terpenting, semua dasar pengambilan hukum tersebut berdasarkan legitimasi dari Allah ‘azza wa jalla, Pemilik kebenaran sejati “Kebenaran itu dari Rabbmu, maka janganlah engkau menjadi bagian orang yang ragu” (Al-Baqarah 147).

Namun sekarang sudah mulai banyak manusia-manusia dengan mental humanisme. Di mana segala sesuatu termasuk hukum diukur dari pendapat kebanyakan manusia atau tokoh-tokohnya. Contoh, beberapa ratus tahun yang lalu, semua agama dan orang waras sepakat bahwa LGBT adalah tindakan dosa dan menjijikan. Namun, setelah banyak otak manusia diisi oleh Syaithan, maka sekarang mulai muncul banyak pendukung LGBT hingga mulai bermunculan negara yang melegalkan karena tekanan rakyatnya. Nama boleh keren, HUMANISME! Esensinya tetap saja itu namanya HUKUM ADAT (diambil berdasarkan kesepakatan orang-orang pada suatu zaman dan tempat) a.k.a HUKUM JAHILIYYAH!

  1. Fanatisme Jahiliyyah (Al-Fath : 26)

“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka fanatisme (yaitu) Fanatisme jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya..”

Ketika itu di jazirah Arab ada ungkapan yang sangat terkenal yang begitu kental menggambarkan salah satu bentuk fanatisme jahiliyyah, “Tolonglah keluargamu yang dizalimi maupun yang menzalimi”. Saking kentalnya fanatisme jahiliyyah, manusia lebih memilih keberpihakan terhadap keluarga atau klannya dibandingkan berpihak kepada kebenaran. Salah atau benar, yang terpenting bela keluarga terlebih dahulu. Manusia mudah berperang dan menumpahkan darah hanya karena urusan sepele antar klan. Kejadian yang terkenal yang direkam di berbagai buku sirah adalah, kejadian orang-orang quraisy yang hampir saling berperang hanya karena memperebutkan kaum siapa yang akan meletakan hajar aswad di tempatnya ketika sedang melakukan pemugaran ka’bah. Sampai akhirnya Rasulullah Shalallahu wa’alaihi wasalam lah yang berhasil menjadi solusi dari keributan itu.

Baca juga:  Ketika Seorang Buddhis Amerika Membela Biksu Wirathu

Lihat betapa rapuhnya kondisi masyarakat ketika fanatisme jahiliyyah masih ada. Dalam suasana kebersamaan membangun ka’bah pun, masih sempat mereka untuk bersiap saling menumpahkan darah hanya karena soal fanatisme jahiliyyah.

Islam hadir untuk membenahi semua itu. Beberapa ayat dan hadist yang hadir untuk menghancurkan fanatisme jahiliyyah antara lain;

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran : 103)

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (Ali-Imran : 104)

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat : 10)

“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi”, Kemudian ada seseorang bertanya tentang bagaimana cara menolong orang yang berbuat zalim? Beliau menjawab, “Kamu cegah dia dari berbuat zalim, maka sesungguhnya engkau telah menolongnya.” (HR. Bukhari, no. 6952; Muslim, no. 2584)

 

Ikatan fanatisme jahiliyyah pun diganti dengan ikatan fanatisme yang lebih kuat dan mulia. Ikatan karena iman. Konsep membela saudara yang zalim dan dizalimi pun diubah secara mendasar. Ketika sebelumnya kita menolong saudara atau keluarga membabi buta karena fanatisme jahiliyyah. Maka setelah islam hadir, kita wajib menolong keluarga atau saudara yang menzalimi justru dengan mencegahnya.

 

Di jaman ini, fanatisme jahiliyyah mulai banyak bermunculan lagi. Mulai dari fanatisme kesukuan, urusan partai, urusan suporter tim sepak bola, hingga urusan tawuran antar sekolah. Maka jangan heran jika sampai ada orang dengan mudah membunuh orang lain hanya karena saling ejek ketika pertandingan sepak bola. Bahkan hal ini pun tidak sedikit terjadi di antara antar harakah dan ormas. Kalau islam yang dihina, sabar. Tapi kalo harakahnya yang dihina, sumpah serapah semalam suntuk. Dan jangan lupa, fanatisme ini juga yang menjadi salah satu sebab Bani Israil tidak mau beriman kepada Rasulullah. Karena fanatisme jahiliyyah akan selalu seperti itu, merusak dan bertentangan dengan kelapangan dan kemuliaan islam.

Baca juga:  Dihya Al-Kalby, Ketika Artis dan Boy Band Koreamu bagai Remah-remah Rempeyek

 

  1. Penampilan (Tabarruj) Jahiliyyah (Al-Ahzab : 33)

 

“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya”

 

Penampilan jahiliyyah adalah ketika seseorang berpenampilan atau berhias dalam tujuan-tujuan yang tidak dibenarkan oleh syariat. Misal berhias untuk menunjukan kekayaan, berhias untuk menunjukan ‘perhiasan’ tubuh, berhias untuk menonjolkan kekuatan dan kesombongan. Yang paling sering menjadi perhatian dari persoalan penampilan jahiliyyah di jaman modern ini adalah kaum hawa.

 

Lihatlah di jaman ini, banyak orang yang berpakaian tapi seperti telanjang. Ada yang terang-terangan menunjukan aurat. Ada yang memakai hijab tapi masih pengen terlihat ‘gaul’ hingga fungsi hijab yang harusnya menutup aurat justru sebagai alat untuk menarik mata lawan jenis, ikat kanan kiri tumpuk atas bawah hingga lebih mirip es krim daripada hijab. Memakai hijab tapi baju memperlihatkan lekuk tubuh. Memakai hijab syar’i pun, masih dengan lipstik dan alis yang begitu tebal, pipi dimerah-merahkan. Memakai hijab syar’i, tapi gaya jalan di anggun-anggunkan bak model di karpet merah. Tabarruj Jahiliyyah!

 

       Wahai para wanita dan para istri, jangan sampai anda kumal dan lusuh di depan suami, tapi selalu tampil cantik di mata tetangga dan teman-teman kantormu. Ingat lah sabda Rasulmu, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)

 

Untuk anda para suami, tugas anda sebagai pendidik utama keluarga adalah menghindarkan diri dari sifat dayus. Apa itu sifat dayus? Tidak adanya perasaan ghirah yang muncul ketika aurat istri disaksikan oleh orang-orang yang bukan mahromnya. Apa ancaman Allah ‘azza wa jalla untuk lelaki dayus? “Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat (bermakna tiada bantuan dari dikenakan azab) mereka di hari kiamat : Si pendurhaka kepada ibu bapa, si perempuan yang menyerupai lelaki dan si lelaki DAYUS” ( Riwayat Ahmad & An-Nasa’i : Albani mengesahkannya Sohih  : Ghayatul Maram, no 278 ). Na’udzubillahi min dzalik!!. Tugas kita adalah melindungi keluarga kita dari tabarruj jahiliyyah.

 

Semoga Allah senantiasa memberikan kita petunjuk dan kekuatan untuk meninggalkan segala bentuk jahiliyyah yang ada.

 

Allahu a’lam bishshawab

 

 

 

 

 

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar