Santri Cendekia
Home » Khutbah Idul Fitri 1441 H: Bagaiamana Seharusnya Umat Islam Menyikapi Corona

Khutbah Idul Fitri 1441 H: Bagaiamana Seharusnya Umat Islam Menyikapi Corona

Assalamu’alaikum Wr Wb

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ
أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ:

]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah shalat Idul Fithri yang semoga dirahmati oleh Allah

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah yang pada kesempatan kali ini Allah sekali lagi telah memberikan kepada kita nikmat yang begitu agung, dimana kita bisa menemui hari raya umat Islam yaitu idul Fitri yang semoga menjadi tanda keberkahan dalan hidup kita.

Dan semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Dalam keadaan yang tidak biasa, alhamdulillah kita masih bisa melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan pada tahun ini, dan kemudian merayakan hari besar umat Islam ini. Semoga, terlepas dari keadaan yang kita alami pada masa ini, kita tetap termasuk orang-orang yang memuliakan Ramadhan. Karena hakikatnya, kemuliaan Ramadhan, bukan terletak pada ramainya pengajian, atau buka puasa bersama, tarawih jamaah, dan juga pada pasar Ramadhan.

Kemulian Ramadhan pada dasarnya terletak pada bulan tersebut, dimana Allah menjadikan Ramadhan sebagai bulan yang penuh berkah, bulan diturunkanya al-Quran, bulan dimana setan dibelenggu, pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, bulan pengampunan dosa, dan masih banyak keistimewaan lainya.

Sebagaimana kita melaksanakan ibadah Ramadhan di rumah, ternyata Allah masih menguji kita dengan harus merayakan hari raya idul fitri di rumah. Meskipun begitu, dimanapun tempatnya, mari kita rayakan hari raya idul fitri ini sebagai hari raya umat Islam. Karena pada hakikatnya keistimewaan bulan ini pun, bukan terletak pada shalat jamaah di lapangan ataupun pada mudiknya, akan tetapi ada pada bulan itu sendiri yang merupakan bulan peningkatan dan pembuktian ketaqwaan kita kepada Allah setelah kita menjalani puasa 1 bulan.

Baca juga:  Membantu Uighur dengan Bersikap Bijak dan Proporsional

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Para ulama kita di Indonesia telah meberikan fatwa bahwa Ramadhan dan shalat idul fitri kali ini seharusnya dilaksanakan di rumah saja demi mencegah tersebarnya virus corona. Maka kita sebagai orang awam, sudah selayaknya mematuhi fatwa ulama tersebut. Sebagaimana firman Allah:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Yang artinya: maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,

Dan juga ayat al-Quran yang berbunyi:

 إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya adalah mereka para Ulama”

Maka adalah salah jika ada yang mengatakan bahwa “takutlah pada Allah, bukan takut kepada corona” lalu tetap memilih shalat di masjid bahkan di lapangan. Ayat tersebut dengan jelas menegaskan bahwa yang takut kepada Allah adalah golongan ulama. Lalu siapakah kita yang berhak mengklaim bahwa para ulama di Indonesia ini takut pada Corona dan tidak takut kepada Allah? Apakah kita ulama? Jika bukan, maka sungguh perkataan tersebut justru menunjukan kesombongan orang-orang yang tidak berilmu dibidangnya.

Jika kita mau sungguh-sungguh bermuhasabah, pada kenyataanya muslim mana yang rela jika masjid dan lapangan sepi ketika Bulan Ramadhan dan hari Raya Idul Fitri? Jangankan yang ulama, yang awam saja pasti tidak rela. Akan tetapi Ramadhan dan Idul Fitri kali ini memang berbeda.

Sekarang umat muslim sedang diuji agar tetap memulyakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri tanpa adat-adat yang biasanya kita laksanakan. Pertanyaanya, jika kita mampu memuliakan Ramadhan dan Idul Fitri dengan beramai-ramai, apakah kita masih mampu untuk memuliakan keduanya dalam keadaan sepi dan senyap?

Baca juga:  Kritik Wael Hallaq terhadap Pandangan Edward Said tentang Orientalisme (Bagian II)

Jika ada yang merasa bahwa Ramadhan dan idul fitri tanpa keramaian akan mengurangi rahmat Allah, atau bahkan mengundang murka Allah, maka hal itu adalah kekeliruan besar. Karena pada dasarnya, Allah tidak membutuhkan amalan kita.

Amalan kita hanya pembuktian bahwa kita siap dan taat menjadi hamba Allah dengan cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka apapun bentuk amalnya, jika bertujuan mencari ridho Allah dan tetap beriman kepada takdir Allah, maka hal itu bisa jadi, jauh lebih baik di mata Allah, daripada memaksakan diri kepada ibadah sunnah, dengan membahayakan nyawa sendiri dan orang lain.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ .اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Dalam Kitab Hikam, Ibnu Athaillah berkata, di antara tanda seseorang bersandar kepada amalnya (dan bukan kepada Allah), adalah kurangnya sifat ar-roja’ (yaitu sifat rasa harap kepada rahmat Allah) ketika ada kekurangan dalam amalnya.”

Dalam hikmah pertama yang ditulis Ibnu Athaillah ini, kita dilarang bersandar kepada amal kita. Kita dituntut untuk hanya bersandar kepada Allah semata. Maka, sebagaimana kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, api, dan kayu, kita juga dilarang menyekutukan Allah dengan amalan-amalan kita. Seolah amal kitalah faktor utama datangnya rahmat Allah dan hadiah surga dari Allah.

Maka, melaksanakan Ramadhan dan merayakan Idul fitri dengan sepi dan senyap kali ini sebagaiamana yang difatwakan para Ulama, bisa menjadi bukti bahwa Ibadah kita pada hakikatnya menjadi bukti bahwa ibadah ini kita laksanakan karena kita taat mengikuti perintah Allah dan menjauhi laranganya. Bukan semata-mata karena hawa nafsu dengan mencari kepuasaan seperti dalam perkataan “Kalau Ramadhan tidak di masjid tidak pas dan puas” atau perkataan “kalau Shalat ied tidak di lapangan rasanya kurang pas dan puas”.

Baca juga:  Muhammadiyah: Faham Agama Berkemajuan Menghadapi COVID-19

Dan jikapun ada yang menyatakan bahwa wabah ini adalah takdir yang buruk yang ditimpakan kepada kita, maka seharusnya kita sadar bahwa rukun Iman yang keenam yang harus kita Imani adalah, beriman kepada takdir baik dan takdir buruk yang ada. Maka dari itu, mari kita gunakan kesempatan ini, untuk membuktikan kualitas keimanan kita pada takdir yang Allah tentukan bagi kita.

 اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ .اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Terakhir, marilah kita berdoa bersama agar musibah ini segera diangkat, dan kita senantiasa berada dalam lindungan dan hidayahNya.

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Wa’alaikumsalam Wr Wb

Alda Yudha

Muallimin Yogyakarta, Univ. Al-Azhar, UIN Sunan Kalijaga, UII Yogyakarta || Saat ini jadi Mahasiswa PhD Frankfurt Goethe University

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar