Santri Cendekia
Home » Kolofon Naskah-Naskah Astronomi

Kolofon Naskah-Naskah Astronomi

Kolofon (Inggris: colophone, Arab: hard al-matn) adalah redaksi pengarang (mu’allif) atau penyalin sebuah naskah (nasikh) yang ditulis dan terletak pada bagian akhir sebuah naskah manuskrip.

Redaksi kolofon biasanya berisi informasi hari, tanggal, bulan dan tahun penulisan naskah, serta informasi lainnya. Menurut Profesor ‘Isham Mohammad el-Syanthy (w. 2012 M), kata kolofon (colophone) atau hard al-matn berasal dari bahasa Latin, yang terambil dari bahasa Yunani kuno dan lebur ke dalam bahasa Eropa (Inggris).

Kolofon naskah pada umumnya berbentuk segitiga dengan kerucut mengarah ke bawah, namun ada juga yang tidak berbentuk demikian. Dalam kajian filologi, fungsi dan keberadaan sebuah kolofon sangatlah penting, terlebih lagi dalam kajian naskah-naskah astronomi, sebab di dalamnya tertera berbagai informasi penting seperti telah dikemukakan.

Kolofon naskah “Natījat al-Afkār fī Aʻmāl al-Lail wa-an-Nahār” karya Ridhwan Afandy

Secara umum unsur-unsur dan atau informasi yang selalu ada pada kolofon naskah adalah: informasi waktu (hari, tanggal, bulan, dan tahun) selesai ditulisnya naskah, informasi peralihan naskah kepada juz (jilid) berikutnya, informasi nama penulis (mu’allif) maupun penyalin naskah (nasikh), ekspresi doa kepada Allah dan selawat kepada Nabi Saw, dan lain-lain.

Dalam naskah-naskah astronomi, informasi waktu (hari, tanggal, bulan, dan tahun) kapan naskah tersebut selesai ditulis oleh penyalin naskah (nasikh) maupun oleh pengarang (mu’allif) merupakan hal penting karena adakalanya berkaitan dengan fenomena langit tertentu.

Dalam praktiknya, penulisan dan penyebutan waktu ini bermacam-macam, diantaranya dalam bentuk angka, dalam bentuk redaksi, ada pula ditulis dengan menggunakan sistem jumali (hisab al-jummal).

Namun patut dicatat, adakalanya sebuah naskah tidak memberi informasi waktu penulisan naskah. Pengarang hanya mengekspresikan syukur dan hamdalah bahwa ia telah berhasil menyelesaikan penulisan naskah tersebut.

Misal, dalam bentuk redaksi: naskah “Kitab Ghara’ib al-Funun wa Mulah al-‘Uyun”, sebuah naskah astronomi yang ditulis oleh Majhul (Anonim) atau pengarang tidak tertera (tidak diketahui). Pada bagian kolofon tertulis sebagai berikut,

Baca juga:  Gagasan Fikih Perlindungan Anak Muhammmadiyah

“وكان الفراغ من هذه الرسالة المباركة في ثامن يوم من شهر ذي الحجة المباركة وذلك من شهور سنة إحدى وخمسين وألف”

“Dan adalah penyelesaian risalah yang diberkati ini pada tanggal 8 Zulhijah yang diberkati, yaitu pada tahun 1051”

Lalu informasi peralihan naskah kepada juz berikutnya. Hal ini adalah manakala sebuah naskah yang ditulis oleh pengarang terdiri dari dua juz (jilid) atau lebih.

Bahkan adakalanya pula di kolofon ini dijelaskan materi bahasan apa yang akan dibahas pada juz (jilid) berikutnya. Misal, naskah “al-Azminah wa al-Amkinah” karya Ahmad bin Muhammad bin al-Hasan al-Marzuqy (w. 421 H), yaitu sebuah naskah yang membahas tentang waktu, benda-benda langit, musim, dan lai-lai, yang dikenal juga dengan meteorologi. Di bagian kolofon disebutkan sebagai berikut,

“تم بعون الله ومنه الجزء الأول من كتاب الأزمنة والأمكنة للمرزوقي ويليه الجزء الثاني ويبدأ بالباب الحادي والعشرين”

 “Telah sempurna dengan pertolongan Allah, dan diantaranya juz yang pertama dari kitab “al-Azminah wa al-Amkinah” karya Al-Marzuqy, dan mengiringinya juz yang kedua, yang dimulai dengan bab yang kedua puluh satu”.

Selanjutnya, pada kolofon sebuah naskah astronomi juga terdapat informasi nama penulis (mu’allif). Memang, lazimnya nama pengarang telah dicantumkan di bagian mukadimah naskah, namun adakalanya nama pengarang tidak tercantum di mukadimah. Nama pengarang baru dicantumkan di bagian kolofon naskah.

Seperti dimaklumi, nama pengarang (mu’allif) dalam sebuah naskah astronomi, dan juga naskah-naskah genre lainnya, merupakan unsur penting dalam kajian filologi. Dengan mengetahui nama (pengarang) sebuah naskah maka akan mempermudah untuk melakukan kajian dan penelusuran filologis berikutnya.

Lalu informasi penyalin naskah (nasikh atau nussakh). Sebuah naskah yang memiliki kualitas dan urgensi umumnya ditulis ulang berulang kali, baik oleh pengarangnya sendiri, oleh murid-muridnya, maupun oleh para penyalin naskah (nussakh).

Baca juga:  Menanti Kalender Hijriah Global

Dengan mengetahui siapa penyalin ulang naskah setidaknya akan mempermudah mengetahui usia naskah tersebut, dan dengan demikian akan diketahui telah berapa lama salinan naskah tersebut eksis di kalangan pelajar maupun ilmuwan (ulama) ketika itu.

Lalu ekspresi doa dan selawat kepada Nabi Saw. Ungkapan ini merupakan hal lazim dilakukan oleh para pengarang setiap kali selesai menulis sebuah naskah, yang merupakan bentuk ketundukan dan penyerahan diri kepada Allah, bahwa pekerjaan menulis naskah tersebut hanya dapat terlaksana tidak lain atas karunia Allah.

Kolofon naskah “Khulashah al-Aqwal fi Ma’rifah al-Waqt wa Ru’yah al-Hilal” karya Ibn al-Majdi (w. 850 H/1446 M)

Selain itu, pada kolofon naskah juga terdapat informasi penting terkait substansi pembahasan, yaitu informasi tambahan dan atau pendalaman sebuah isu (masalah). Misalnya naskah “Khulashah al-Aqwal fi Ma’rifah al-Waqt wa Ru’yah al-Hilal” karya Ibn al-Majdi (w. 850 H/1446 M), pada bagian kolofon dijelaskan bahwa pembahasan tentang bulan dan planet-planet dapat merujuk karya Ibn al-Majdy yang lain yaitu “al-Jami’ al-Mufid fi al-Kasyf ‘an Ushul Masa’il at-Tawim wa al-Mawalid”.

Dengan informasi ini setidaknya memberi dua hal. Pertama, terkait substansi pembahasan, dan kedua terkait informasi karya Ibn al-Majdy yang lain yang boleh jadi tidak tertera dalam karya-karya bibliografi.[]

 

 

Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar

Dosen FAI UMSU dan Kepala Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar