Santri Cendekia
Islamic Civilization
Home » Koranic Worldview

Koranic Worldview

Bagi seorang Oliver Leaman, ada sebuah istilah yang sangat mudah diingat bagi kita namun memiliki dimensi pemahaman yang dalam; Koranic. Leaman menjadikan istilah ini sebuah embel penting dalam pelabelan Studi Filsafat Islam. Koranic merujuk pada sebuah proses struktur kerangka kerja (structured framework) Islamisasi pemikiran Yunani yang dilakukan pada era kejayaan Islam. Menurutnya, Islam dalam perjalanannya menjadi sebuah peradaban membutuhkan sebuah proses asimilasi dari sejumlah elemen-elemen asing yang disaring berlandaskan pandangan hidup Islam yang didasari wahyu al-Qur’an. {Oliver Leaman, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, (Cambridge: Cambridge University Press, 1985), 6};

Wahyu memiliki kedudukan yang sangat urgen sebagai fondasi pandangan hidup Islam (Islamic Worldview) untuk menyikapi realitas baik berupa aktivitas ilmiah maupun keseluruhan eksistensi manusia. { Alparslan Acikgenk, Islamic Science, Towards Definition, (Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization [ISTAC], 1996), 29; Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to The Metaphysics of Islam, An Exposition of The Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 2}

Kaitannya dengan Ramadhan, boleh kita mereview kembali Bulan Mulia ini secara historis; sebagai waktu diturunkannya wahyu pertama kali. Namun Lebih jauh adalah bagaimana manusia bisa mengaplikasikan al-Qur’an sebagai pandangan hidup. Ketika kita memahami linguistis relasi Khaliq dan Makhluq dalam bentuk Akhlaq, pendalaman terminologi adalah yang menjadi kewajiban selanjutnya. Pengaplikasian tersebut juga berarti menaruh kita dalam jalur kehidupan yang sesuai dengan langkah Nabi. Ingatkah kita pada hadith dari Aisyah yang diriwayatkan Muslim, bahwa ‘Akhlaq Nabi adalah al-Qur’an’? (Kaana khuluquhu al-Qur’aan) . Imam Nawawi dalam Sharh Shahiih Muslim menjelaskan bahwa ‘Akhlaq al-Qur’an’ itu artinya mengerjakan (apa yang diperintahkan) al-Qur’an, berhenti pada larangan al-Qur’an, beradab sesuai dengan adab yang diajarkan al-Qur’an, serta mengambil pelajaran dari misal-misal dan kisah yang disampaikan al-Qur’an (3/268); Sementara penjelasan Ibn Rajab dalam Jami’ al-‘Uluum wa al-Hikam sedikit berbeda versi yaitu bahwa Rasulullah SAW beradab dengan adab yang diajarkan dalam al-Qur’an, berakhlaq dengan akhlaq yang diajarkan al-Qur’an, meridhai apa yang dipuji dalam al-Qur’an, dan menjauhi apa yang dimurkai oleh al-Qur’an. (1/148)

Baca juga:  Atom dan Aksiden dalam Renungan al-Ghazali

Dengan Koranic/Islamic Worldview itulah, Rasul bisa menjadi pribadi yang disegani. Tegas dalam membedakan mana yang Haq dan Bathil. Rasulullah tidak pernah membenci orang, meskipun langkahnya di Mekkah dulu lebih sering wangi tahi dan kotoran. Ketika Islam mulai berkembang lebih jauh di Madinah, Rasulullah menjaga keamanan penganut agama lain dengan resolusi Piagam Madinah. Toleransi tanpa Pluralisme, Pluralitas tanpa Relativitas. Masyarakat Islami adalah masyarakat yang terbuka bagi setiap keyakinan dan suku dan di mana setiap warganya mampu menikmati hak-hak bernegara di dalamnya baik beragama Islam maupun al-Dimmah. Suku apapun, kebangsaan apapun. {Lihat Rashid Ghannusi, Huquuq al-Muwatanah: Huquq gayri al-Muslim fi al-Mujtama’ al-Islami, (Virginia, IIIT:: 1993), 55-56}

Itu adalah salah satu contoh aplikasi dalam teori yang terwujud dalam pandangan hidup al-Qur’an. Berislam sesuai dengan sumbernya adalah kewajiban,yang tentu ada fase-fase perlahan yang mesti ditempuh manusia untuk mencapai kesempurnaan. Sungguh tidak ada lagi momentum untuk menginstal pandangan hidup berdasarkan al-Qur’an  yang lebih baik dari detik ini dalam Ramadhan, ketika dianya adalah Shahr al-Qur’aan. #Ramadhan Mubaarak. #WallahuA’lam.

Alparslan

Research Fellow of Centre for Islamic and Occidental Studies, University of Darussalam Gontor
MA Candidate of Theology and Religious Studies
Vrije Universiteit (VU) Amsterdam, Netherlands

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar