Santri Cendekia
sumber ilmfeed.com
Home » Melepas Muhammad Ali, Mengenang Malcolm X

Melepas Muhammad Ali, Mengenang Malcolm X

Muhammad Ali berpulang, dan dunia pun berduka. Satu yang unik dari kehidupan sang legenda adalah kisah hijrahnya serta mentor hebat yang setia ia ikuti. Awalnya sang pemilik jurus “menyengat bak lebah menari bak kupu-kupu” ini menjadi korban kesimpang siuran informasi tentang Islam. Ia malah jadi pengikut The Nation of Islam (NoI), sebuah aliran sempalan yang dipimpin Elijah Muhammad. Malcolm X,  pun awalnya anggota Nation. Namun hidayah datang bagi sesiapa yang mencari. Pikiran tajam, hati jernih, dan tekad kuat mengantarkan Malcolm X ke Islam yang sebenarnya.  Muhammad Ali tidak langsung hijrah bersama Malcom, dan ia pun menyesali hal itu. Namun kelak, Malcolm lah yang mengispirasinya untuk meninggalkan ajaran sempalan NoI dan kembali ke Islam yang benar.

Ohya sedikit tentang Malcolm X, jika kau belum menengelanya. Ia adalah salah satu tokoh pergerakan anti rasisme yang paling terkenal di dunia.  “X” di belakang namanya adalah bukti betapa Malcolm enggan tunduk pada kebiadaban kaum rasis. Ia membuang nama belakang keluarganya, “little” sebab ia tahu persis nama itu adalah pemberian para pemilik budak pada nenek moyangnya yang dulu dibawa paksa dari Afrika. Sebagai bentuk perlawanan, ia membuang nama itu, mengisinya dengan X, symbol identitas hilang kaum kulit hitam korban perbudakan. Ketika berhaji ke Mekah dan memilih meninggalkan aliran NoI dan beralih menjadi Muslim Sunni, Malcolm memilih nama barunya, Malik al-Syabbaz, lalu ia diberi gelar Al-Hajj sebab telah purna menjalankan rukun Islam kelima.

Hingga saat ini, beliau tetap inspiratif, bahkan tokoh Magneto yang melawan penindasan mutan tanpa kompromi di serial Marvel X-Man terinspirasi darinya, Doktor Xavier terinspirasi dari Dr. Martin Luther King Jr. Kedua tokoh ini memang berjuang dengan azas yang berbeda. Dr. King memakai pendekatan non-violence, dan kompromistis, sedangkan Malcolm memilih jalan non kompromistis. Menurutnya kekejaman kaum rasis kulit putih sudah terlalu busuk untuk dilawan dengan wajah ramah dan sikap lembut.

Baca juga:  Terorisme, Radikalisme dan Sikap Ummat Islam ; Catatan dari Kasus Siyono

Namun berbeda dengan Magneto di serial X-Man, Malcolm X tidak mengadvokasi kekejaman. Ia hanya meyakini bahwa kaum kulit hitam berhak angkat senjata melawan jika dihadapan teror kelompok rasis. Di debat terbuka Oxford Union, Malcolm berhasil mempertahankan ideologinya ini, membuat para professor di kampus masyhur itu mengangguk takjub, ber-standing ovation. Jika menyimak pidato-pidato Malcolm, jelas sekali ia terdorong oleh semangat liberasi al-Qur’an, bahwa semua manusia itu sejajar di mata pencipta. Hanya takwa yang membedakan. Ia juga sangat terinspirasi oleh konfrensi Bandung yang digagas Bung Karno.

Muhammad Ali dan Malcolm X adalah sahabat sekaligus mentor dan murid yang sangat dekat. Keduanya kerap tertangkap kamera sedang bersama. Meski hubungan keduanya agak renggang ketika Malcolm mulai mengekspos penyimpangan Elijah Muhammad. Setelah menjadi Muslim yang benar, Malcolm X menjadi duri dalam daging bagi setidaknya dua kekuatan besar; kelompok pro status quo di Amerika yang mendukung kebijakan rasis, dan kelompok Elijah Muhammad yang kebusukannya diekspos oleh Malcolm X. Alhasil, hidupnya pun tidak pernah aman. Saat-saat itu disesali oleh Ali, dalam salah satu pengakuannya, ia merasa sangat bersalah telah meninggalkan sang mentor ketika ia sedang dalam masa-masa kritis.

Akhirnya, Malcolm yang tak kenal kompromi pun harus mengorbankan segalanya. Dia ditekan, keluarganya diteror, dan akhirnya, pada sebuah hari yang naas, ia ditembak mati. Tokoh yang terkenal dengan ucapannya “by all means necessary” itu pun tumbang. Beberapa orang kulit hitam yang diduga anggota NoI memberondongnya dengan peluru ketika ia sedang berpidato tentang jalan pembabasan kaumnya. Ucapan terakhirnya kepada para pembunuh keji itu “calm down brothers, calm down..” Ia masih menganggap mereka saudara, Ia masih menyerukan jalan damai, bahkan di nafas-nafas terakhirnya.

Baca juga:  Relasi Ilmu dengan Akal, Hewan, dan Manusia Menurut Ibn Khaldun

Kini, Muhammad Ali pun berpulang. Semoga mereka berdua dikumpulkan di surga. Mereka berdua menjadi manifestasi ajaran Islam yang membawa rahmah bagi semesta. Muhammad Ali yang bijak dan mempesona di ring dipuji dan dijadikan idola oleh semua orang, bahkan yang tak suka Islam sekali pun. Mau tidak mau, mereka harus mengakui prestasinya. Murobbinya, Malcolm X, menjadi panutan para pejuang anti diskriminaasi hingga kini. Bahkan Dr. Martin Luther King, yang awalnya berada di kutub berbeda dengan Malcolm, selalu mengagumi The Shining Prince of Harlem itu.

Semoga kita yang masih diberi kesempatan hidup dan mengemban amanah Islam serta iman bisa meneladani keduanya. Saat ini dunia butuh tokoh seperti mereka; Muslim yang berprestasi dengan kerja yang sungguh-sungguh. Muslim yang menjadi garda terdepan melawan semua kelaliman. Ya tuhan, peluklah mereka dalam rahmahmu, dan beri kami petunjuk agar bisa mewarisi spirit jihad keduanya.

Ayub

Mengejar impian sederhana, menjadi pecinta semesta.

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar