Santri Cendekia
Home » KH. Azhar Basyir dan Koleksi Bukunya

KH. Azhar Basyir dan Koleksi Bukunya

Bersyukur sekali Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) mendapatkan wakaf buku dan kitab dari perpustakaan pribadi milik mantan ketua Umum PP Muhammadiyah yang terkenal alim dan bijaksana KH. Azhar Basyir. Beliau menghibahkan hampir seluruh koleksi buku dan kitab pribadinya teruntuk mahasiswa dan mahasiswi PUTM. Hal luar biasa yang saya dapati saat merapikan pemberian dahsyat itu adalah koleksi buku dan kitab beliau begitu mengagumkan.

Berada di tengah-tengah tumpukan buku beliau membuat saya seakan duduk di simposium tempat para filsuf bercakap-cakap tentang hakikat hidup dan semesta. Membuat saya seakan berdiri di tembok Bayt al-Hikmah tempat lahirnya peradaban 1001 malam. Namun di sisi lain, di antara tumpukan buku, saya seperti manusia Eropa Abad Pertengahan yang gelap gulita tidak tahu apa-apa tentang semeseta dan isinya.

Melihat tumpukan buku dan kitab koleksi KH. Azhar Basyir yang melimpah kadang juga membuat saya malu pada diri sendiri yang masih bangga dan suka pamer manuskrip-manuskrip pdf ke teman-teman hasil galian para arkeolog di Google Scholar, Scihub atau Portal Garuda. Dibandingkan beliau yang rakus membaca buku, saya lebih tergoda membuat komentar-komentar tak bermutu di sosial media, persis seperti netizen Indonesia pada umumnya.

KH. Azhar Basyir bukan saja masyhur karena perannya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1990-1995, tetapi juga sebagai pencinta dan pembaca buku yang gigih. Kecintaan kepada buku diwujudkannya dalam koleksi buku-buku pribadi yang jumlahnya mencapai lebih dari ribuan judul dalam bahasa Perancis, Arab, Inggris, dan Indonesia. Selain itu, melirik judul-judul buku beliau yang beragam dari kanan jauh sampai yang paling kiri menunjukan identitas pemiliknya tentulah orang yang terbuka dan berwawasan luas.

Degan memandang buku-buku tersebut, saya menyadari belum bisa masuk kategori pecinta buku yang radikal sebagaimana KH. Azhar Basyir. Beliau merawat buku saja sudah seperti merawat anak kandungnya. Mengasihi mereka dengan sampul kulit terbaik untuk kitab-kitab klasik agar lembaran-lembaran isinya tetap awet muda dan kinclong. Sementara untuk buku-buku yang agak nakal dan memancing perebatan filosofis terlihat kusut bahkan banyak coretan-coretan pensil. Sayang, coretan tersebut mungkin komentar beliau namun sudah mulai menghilang. 

Baca juga:  Nilai-nilai Pokok dalam Fikih Difabel

Sedang buku lainnya terdapat lipatan-lipatan kasar yang mungkin menandai ulasan menarik atau karena memang belum rampung dibaca seluruhnya. Saya tidak mendapati satu buku pun yang terlihat bersih dan rapi, apalagi masih terbungkus plastik. Fenomena ini menandakan satu hal penting bahwa pria kelahiran Yogyakarta ini di sela kesibukannya sebagai pimpinan persyarikatan, seorang dosen, dan suami, menyempatkan diri untuk membuka lembaran-lembaran jendela dunia. Beliaulah sosok pembawa obor zaman, yang senantiasa menerangi sisi gelap peradaban.

Dari kitab tafsir terpampang karya-karya klasik dengan sampul berbahan kulit mengkilat semisal Ibnu Katsir dan al-Qurthubi, sementara tafsir kontemporer semisal kitab karya Sayyid Qutbh dan Buya Hamka. Dari belantara kitab fikih dan hadis hadir karya Ibn Taimiyah, Imam Malik, Imam Nawawi, Yusuf Qaradlawi dan lain sebagainya. Sementara dari traktat filsafat klasik ada karya-karya al-Farabi, Ibn Sina, dan novel Ibn Thufayl, selanjutnya tak lupa pula mengoleksi dua kitab polemik yang masyhur hingga saat ini karangan al-Ghazali dan Ibn Rusyd.

Selain itu, dari buku-buku—meminjam istilah Fazlur Rahman—“Revivalisme Pasca Modernis” yang kadang isinya hanya tentang usaha membedakan Islam dari Barat, semisal Ismail Raji al-Faruqi dan Syed Naquib al-Attas, sampai buku-buku “Neomodernisme Islam” juga dikoleksi dengan baik oleh KH. Azhar Basyir. Untuk sekadar menyebut nama, saya lihat ada buku Fazlur Rahman, Abed al-Jabiri, Muhammad Arkoun, Muhammad Syahrur, dan lain-lain. 

Tulisan-tulisan orientalis dan kawan-kawannya baik dari bahasa Inggris maupun Prancis juga hadir dalam pelukan koleksi KH. Azhar Basyir. Tidak cukup sampai di situ, saya cukup tercengang saat mendapati satu buku yang mungkin tabu di Indonesia, utamanya di era Orde Baru, yaitu: KH. Azhar Basyir mengoleksi kitab sucinya orang-orang komunis: Das Kapital karya Karl Marx edisi bahasa Inggris. Kondisi buku tersebut sekarang lusuh banyak coretan komentar dari beliau.

Baca juga:  Akui Saja Kalau Rukyat itu Memang Ribet!

Di samping itu, hadir pula buku-buku cendekiawan muslim Indonesia seperti tulisan-tulisan Nurcholis Madjid yang kadang menggelisahkan intelektual, buku-buku Buya Hamka yang indah nan mengagumkan, capita selektanya Muhammad Natsir yang menggetarkan jiwa, dan ulasan-ulasan Deliar Noer yang membuat kita tampak tidak tahu apa-apa. 

Singkatnya, baik buku-buku yang dianggap sesat, maupun buku-buku yang dianggap radikal, sampai buku-buku yang melankolik sekali pun beliau punya. Dan masih banyak lagi. Karena itulah, dilihat dari pluralitas koleksi buku yang beliau punyai telah menunjukkan satu hal fundamental bahwa KH. Azhar Basyir merupakan sosok yang terbuka dan berwawasan luas. Semoga Allah merahmati beliau.

Ilham Ibrahim

Warga Muhammadiyah yang kebetulan tinggal di Indonesia

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar