Santri Cendekia
Home ยป Membantu Uighur dengan Bersikap Bijak dan Proporsional

Membantu Uighur dengan Bersikap Bijak dan Proporsional

Pasca Mesut Ozil mencuit protes ke Cina atas persekusi dan pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur, ditambah laporan dari Wall Street Journal (WSJ) tentang aliran dana dari pemerintah Cina ke sejumlah ormas di Indonesia, membuat sentimen keumatan di Indonesia untuk membela Uighur meningkat kembali dengan drastis. Drone Emprit besutan Ismail Fahmi mencatat Indonesia adalah negara yang paling ramai mencuit soal Uighur dalam setahun terakhir.

Kendati demikian, sikap terhadap etnis Uighur tidak bisa disamaratakan dengan sikap terhadap muslim di belahan dunia lain yang mengalami kezaliman, seperti di Palestina, Suriah, Yaman hingga Rohingya. Tiap-tiap konflik memiliki konteks khususnya masing-masing dan menggeneralisir semuanya dalam porsi yang sama bukanlah hal yang bijak.

Mengapa demikian?

Pertama, informasi terkait kondisi di Xinjiang sejatinya masih amat simpang siur, terlebih Cina amat membatasi informasi dan kebebasan pers di negaranya. Info paling valid yang sampai ke khalayak internasional akibat bocornya kabel diplomatik Cina adalah tentang kamp re-edukasi yang melanggar Hak Asasi Manusia dalam aspek kebebasan ekspresi beragama.

Sementara pembunuhan, atau penyiksaan fisik masih simpang siur dan belum bisa diverifikasi kebenarannya. Dalam kondisi seperti ini, muncul begitu banyak disinformasi bahkan hoaks seputar Uighur yang tersebar di media sosial menunggangi sentimen keumatan atau ghiroh umat Islam yang sedang naik-naiknya.

Seorang kawan jurnalis dari salah satu koran nasional yang sehari-harinya melakukan verifikasi fakta atas hoaks yang tersebar di medsos memberi tahu saya betapa banyak disinformasi dan hoaks yang disebar mengatasnamakan Uighur. Diantaranya ialah penyiksaan dan bedah organ terhadap aliran spiritual dengan praktek meditasi khusus bernama Falun Gong. Dalam dekade 80-90an, Sekte Falun Gong dianggap Pemerintah Cina sesat dan subversif sehingga muncul tindakan kejam pembedahan organ. Selain juga untuk kepentingan riset karena konon meditasi Falun Gong membuat tubuh berkali lipat menjadi lebih sehat. Foto-foto pembedahan organ Falun Gong banyak beredar di media sosial dan disebut penyiksaan terhadap Uighur.

Baca juga:  Bela Palestina, Bela Rohingya, Bela Manusia

Oleh karena itu, sikap berlebihan yang muncul dari sentimen berlandaskan informasi tidak valid tentu tidak bisa dibiarkan. Lebih lanjut, tidak menutup kemungkinan memang sengaja ada pihak yang hendak memanas-manasi umat Islam agar dapat ditunggangi kemarahannya untuk kepentingannya, apapun itu.

Kedua, sentimen yang memunculkan kemarahan yang menyala-nyala dan berlebihan jelas tidak baik. Bukan tidak mungkin ia akan memunculkan langkah-langkah ekstrem yang menjadi bibit ekstremisme, sebagaimana propaganda berlebihan dalam konflik Suriah. Seperti yang pernah diberitakan secara khusus oleh Tempo tentang banyaknya warga Indonesia yang berangkat ke Suriah lalu kemudian terlunta-lunta.

Seorang peneliti juga pernah menceritakan kepada saya berangkat ke Suriah dengan Ghiroh yang berlebih untuk pergi menyambut Imam Mahdi. Ia tidak terkait dengan jaringan teroris apapun, dan berangkat atas inisiatif pribadi.

Tentu hal demikian tidak bisa kita biarkan terjadi, dan hanya akan jadi bumerang bagi umat Islam. Apalagi poster-poster tentang Uighur dan seruan aksi pembelaan yang muncul amat provokatif sampai-sampai hendak mengusir Dubes Cina di Indonesia.

Ketiga, kita tidak bisa memungkiri bahwa Amerika Serikat ikut pula bermain dalam pusaran konflik ini sebagai buntut dari perang dagang dan rivalitas yang mengikutinya. Dapat dilihat dari media-media Amerika yang amat gencar memberitakan dari perspektif para diaspora Uigur yang cukup banyak ada di Amerika.

Berdasarkan penelusuran pribadi, saya melihat ada elit di kalangan Uighur di Amerika Serikat yang menjadi diplomat bagi kepentingan ‘bangsa’ uighur-nya dalam wadah Uyghur American Associaton. Bahkan secara global mereka tergabung dalam World Uighur Congress. Pendek kata, apa yang terjadi terkait Uighur amat kompleks dimana kepentingan saling berkelindan satu sama lain.

Tulisan ini mungkin merupakan opini yang tidak populer di tengah derasnya arus pembelaan terhadap Uighur. Namun justru dalam pandangan saya, membela Uighur harus proporsional, tidak bisa asal marah, asal membela, asal boikot, asal galang dana, tentu TANPA MENAFIKAN PELANGGARAN HAM PEMERINTAH CINA TERHADAP ETNIS UIGHUR. Sebab jika tidak proporsional, sangat dikhawatirkan pembelaan membabi buta justru akan menjadi bumerang bagi Umat Islam di Indonesia.

Baca juga:  Maklumat Muhammadiyah tentang Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1441 H

Dalam sikap terkait Uighur, pernyataan sikap Muhammadiyah saya rasa amat tepat, dimana menekankan pada keterbukaan Cina dan sikap institusi berwenang seperti PBB, OKI maupun Pemerintah. Dengan menekankan imbauan terhadap umat Islam agar menyikapi masalah pelanggaran HAM di Xinjiang dengan penuh kearifan, rasional, damai, dan tetap memelihara ukhuwah islamiyah dan persatuan bangsa.

Dalam rilisnya, Muhammadiyah juga menekankan agar tidak ada pihak-pihak yang sengaja menjadikan masalah Uyghur sebagai komoditas politik kelompok dan partai tertentu serta mengadu domba masyarakat dengan menyebarkan berita yang menyesatkan dan memecah belah umat dan bangsa melalui media sosial, media massa, dan berbagai bentuk provokasi lainnya.

Kemudian, dalam hal penggalangan dana untuk Uighur, publik perlu kritis terhadap lembaga penggalang dana. Pun lembaga penggalang dana harus transparan mengabarkan kemana dana umat disalurkan. Mengingat bantuan dana tidak bisa langsung disalurkan terhadap etnis Uighur yang ada di kamp re-edukasi dan kabarnya baru dapat disalurkan ke diaspora Uighur yang tersebar di beberapa negara. Lembaga penggalang dana juga harus amanah terhadap dana umat yang terkumpul untuk Uighur yang saya yakin jumlahnya cukup besar mengingat semangat umat yang menggebu, dana yang digalang atas nama Uighur harus pun disalurkan untuk Uighur, bukan yang lain.

Diatas itu semua, tentu sebagai bangsa Indonesia, kita harus memegang teguh prinsip bahwa segala bentuk penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, termasuk penjajahan terhadap kebebasan beragama etnis Uighur.

Wallahu a’lam bisshowab

Ahmad Jilul Qurani Farid

Hamba Allah

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar