Santri Cendekia
Home » Menanti Kalender Hijriah Global

Menanti Kalender Hijriah Global

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT PPM) pada 13-6-2019 bertempat kantor Pimpinan Pusat Muhammad Cik Ditiro, telah melaksanakan pembukaan dan seminar sesi pertama dengan tema Konsolidasi Hisab Muhammadiyah Mengenai Kalender Islam Global (KIG).

KIG ini merupakan cita-cita Muhammadiyah dan banyak organisasi Islam lainya yaitu untuk membentuk kalender Hijriah yang berlaku untuk seluruh dunia. Sehingga dari kutub utara hingga selatan, dari timur hingga barat, seluruh umat Islam bisa menggunakan satu kalender hijriah yang sama.

Satu hari, satu tanggal. Mudahnya, tidak ada lagi istilah satu syawal versi ormas A dan versi ormas B, bahkan versi ormas C. Satu syawal akan jatuh di satu hari yang sama diseluruh belahan dunia.

Hutang Peradaban

Muhammadiyah menganggap bahwa KIG merupakan hutang 1400 tahun peradaban Islam yang harus dilunasi. Agama Islam yang sejatinya sangat memerhatikan permasalahan waktu (sebagai surat al-`Asr yang berarti demi masa), justru sampai sekarang belum mempunyai kalender yang menyatukan umatnya.

Hal ini seolah menunjukan bahwa umat Islam sendiri kurang peduli dengan permasalahan waktu. Hampir semua peradaban maju, memiliki kalender unifikatifnya masing-masing.

Katakanlah peradaban Mesir, China, dan bahkan kalender Masehi sendiri yang dalam sejarahnya merupakan kalender Julian yang kemudian diperbaiki dan didekritkan oleh oleh Paus Gregorius XIII.

Muhammadiyah menjadikan KIG sebagai salah satu agenda serius hingga dijadikan sebagai salah satu amanat dalam Muktamar ke 47 di Makasar, dan meminta Majelis Tarjih dan Tajid agar memberikan perhatian khusus terhadap hal tersebut agar segera terealisasikan.

Cita-cita ini tentunya bukan hanya milik Muhammadiyah saja, akan tetapi milik umat Islam seluruh dunia.

Salah satu contoh usaha yang sudah dilakukan adalah konferensi tentang penerapan kalender hijriyah global yang sudah dilaksanakan di Turkey pada tahun 2016 silam, yang diikuti oleh ulama dan astronom dari 60 negara dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia di dalamnya.

Baca juga:  Mengislamkan Homo Economicus

Tentunya Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim di dunia mempunyai peluang besar untuk ikut mengukir sejarah dalam even pembentukan KIG ini.

Kalender Islam dan Maqashid Syari`ah

Tidak diragukan lagi bahwa kelender Islam yang akurat merupakan salah satu maqashid syari’ah, khususnya dalam hal perlindungan agama. Bahkan empat dari lima rukun Islam, sejatinya berkaitan dengan perhitungan waktu yang akurat, yaitu dalam hal waktu shalat, awal dan akhir puasa Ramadhan, waktu membayar zakat, dan juga waktu/ tanggal untuk wukuf haji di Arafah.

Hal ini juga sebagaimana dalam al-Qur`an surat al-Baqarah: 189 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.

Kata (an-naas: manusia) yang terdapat dalam ayat ini juga dapat dipahami bahwa salah satu kegunaan kelender adalah sebagai tanda waktu untuk kegiatan sipil manusia secara keseluruhan, bukan manusia di lokasi tertentu saja. Maka dari sini, ide KIG ini benar-benar menjadi penting untuk direalisasikan.

Salah satu hal prinsip yang harus diterima untuk mendukung ide KIG ini adalah penggunaan metode hisab.

Hal ini dikarenakan tidak mungkin sebuah kalender di dasarkan pada metode rukyat yang baru bisa dikonfirmasi di akhir bulan di setiap bulanya.

Sejatinya masyarakat Indonesia sendiri secara sadar ataupun tidak sudah menerima metode hisab ini, setidaknya dalam menentukan waktu shalat dan menetukan awal bulan hijriyah (kecuali awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulijjah). Sehingga harapanya, ide ini akan lebih mudah untuk diterima oleh masyarakat muslim di Indonesia.

Hal ini tentu bukanlah perkara yang mudah, akan tetapi juga bukan perkara yang mustahil. Karena selain permasalahan yang bersifat akademik, permasalahan yang bersifat ego sectoral-pun tidak kalah rumit.

Baca juga:  Empat Observatorium di Kawasan Sumatera

Meskipun demikian harapan itu tetap ada. 100 tahun yang lalu KH Ahmad Dahlan berhasil membenarkankan arah kiblat masjid-masjid di Indonesia. Ide yang ketika itu banyak ditentang oleh berbagai pihak. Akan tetapi ide tersebut kemudian terbukti kebenaranya seiring berjalanya waktu.

Jika awal abad pertama Muhammadiyah mampu menginisiasi pembenaran arah kiblat, semoga di awal abad kedua ini Muhammadiyah ataupun ormas Islam lainya mampu menginisiasi penyatuan Kelender Islam Global. Amiin. Wallahu a’lam bishhawab.

*Tulisan ini pernah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat

 

Alda Yudha

Muallimin Yogyakarta, Univ. Al-Azhar, UIN Sunan Kalijaga, UII Yogyakarta || Saat ini jadi Mahasiswa PhD Frankfurt Goethe University

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar