Santri Cendekia
Home » Mendefinisikan Kesuksesan (Ali Imran 185)

Mendefinisikan Kesuksesan (Ali Imran 185)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah menang. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
(Ali Imran: 185)

 

            Ayat ini dimulai dengan peringatan dan hentakan bagi kita semua. Bahwa mereka yang bernyawa pasti akan bertemu kematian. Tidak selayaknya kita bersibuk-sibuk dengan dunia ini siang dan malam hingga lupa mengingat akhirat. Tidak selayaknya juga kita menjadikan dunia ini sebagai tujuan akhir dari hidup kita. Maut tak diberi khusus bagi mereka yang sudah tua atau lanjut usia, tak sedikit juga orang yang meninggal ketika muda, atau bahkan ketika masih bayi. Maka sebagai orang-orang yang berakal, kita wajib menjadikan kematian sebagai sumber motivasi kita untuk beramal sebaik-baiknya di setiap kesempatan dalam hidup ini.

          “Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan ganjaranmu”. Ganjaran yang paling sempurna bagi kita semua, hanya akan kita dapatkan di hari akhir. Maka mereka yang sudah berusaha keras hidup taat dalam aturan-aturan Allah, namun masih saja sering mendapatkan kondisi hidup yang ‘kurang baik’, sering terzalimi, termarginalkan, tersakiti dan tersia-siakan oleh manusia dan dunia ini, tak perlu patah arang apalagi berkufur hati terhadap Allah. Karena Allah sudah mengingatkan kita, tak apa-apa, rasa sakit, sulit, dan sedih yang kita alami sekarang, akan diganjar dengan indah dan penuh keadilan oleh Allah di surga-Nya kelak. Jika kita berpikir bahwa “dunia ini tak adil”, maka kita benar lagi dibenarkan oleh ayat ini. Keadilan hakiki hanya didapatkan di akhirat kelak. Dimana ganjaran kita akan disempurnakan dan tak ada amal soleh dan kebaikan kita sekecil apapun akan terabaikan. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Al-Zalzalah : 8).

            Begitupun sebaliknya, Mafhum mukhtalaf dari ayat ini, mereka yang senantiasa berbuat kerusakan di muka bumi ini, berbuat zalim dan sewenang-wenang, merampas harta dan hak milik orang lain, mengikuti hawa nafsu, menyesatkan manusia dari jalan yang lurus, namun masih kita dapati mereka hidup dalam kondisi yang ‘baik’, ‘sejahtera’, bahagia, tenar, berkuasa dan banyak pemujanya, tak usah kita khawatir. Itu semua adalah istidraj! Allah gelontorkan berbagai macam kebaikan dunia agar mereka makin terlena dalam kesesatan dan kerusakan mereka. Hingga akhirnya Allah pun akan menyempurnakan adzab bagi mereka di akhirat. Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. (Ali Imran 178).

            Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah menang. Maka kemenangan dan kesuksesan hakiki bagi kita semua adalah, ketika Allah jauhkan kita dari neraka dan memasukan kita di dalam surga. Jadi apapun kesuksesan duniamu, setinggi apapun predikat dan jabatan yang melekat padamu, jika tak bisa mengantarkanmu makin dekat ke surga dan menjauhkanmu dari neraka, ya itu kesuksesan semu, atau bahasa kerennya, kesuksesan bodong!

Baca juga:  Al-Qur'an dan Para Penjaganya (Al-Hijr : 9)

       Hati-hati dengan jebakan success – success story. Success story di era ini, mayoritas tak jauh-jauh membicarakan soal omzet, kondisi finansial, karir, dan jabatan seseorang. Sehingga meski tak terucap dengan gamblang, tersiratlah bahwa mereka yang miskin dan kere secara finansial dan aset-aset berharga bukanlah orang sukses. Dan itu pula yang akhirnya tercetak menjadi mind set manusia-manusia modern sekarang. “wah udah sukses ya, rumahnya besar!”, “wah hebat ya sekarang, udah punya perusahaan sendiri”, “wah udah jadi orang ya, mobilnya saja sudah banyak”.

         Kamu jadi presiden atau pemimpin Negara, tapi tak bisa kamu pimpin rakyatmu untuk bertaqwa dan mematuhi peraturan Allah, maka kamu bukan pemimpin yang sukses meski hampir 100% rakyatmu mencintai dan memujamu. Kamu orang terkaya di dunia ini, jika hartamu tak kau infaqkan di jalan Allah, maka kamu bukan hartawan yang sukses. Kamu seorang ayah yang berhasil menyekolahkan anakmu ke luar negeri dengan gelar doctor dan professor, namun tak jelas aqidah dan pemikiran anakmu, kamu bukan ayah yang sukses. Intinya, kamu sukses dalam segala aktivitas dan pekerjaan hidupmu, jika semua itu bisa menjauhkanmu dari neraka dan mendekatkanmu kepada surga. Begini seharusnya orang beriman memandang kesuksesan, tak terpisah antara kesuksesan dunia dan akhiratnya.

            “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” Dan tidaklah mereka yang merasa surganya sudah mereka dapatkan di dunia ini, melainkan mereka dalam keadaan tertipu. Ketika mereka hidup makmur dan berkecukupan, mereka pikir Allah sedang memuliakan mereka. Ketika mereka Allah membatasi sedikit rizqi mereka, mereka sudah gelisah, sedih, dan berpikir Allah sedang menghinakan mereka. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku” (Al-Fajr 15-16).

            Semoga Allah senantiasa memberi taufiq dan hidayah-Nya kepada kita, agar kita senantiasa menjadikan negeri akhirat sebagai motivasi dan orientasi kita dalam mendefinisikan kesuksesan.

Baca juga:  Tadabbur surat An-nas & Al-falaq bag.2

 

 

Allahu a’lam bishshawab

 

 

 

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar