Santri Cendekia
Home ยป Mengapa Muhammadiyah Akhirnya “Kalah” dari Corona?

Mengapa Muhammadiyah Akhirnya “Kalah” dari Corona?

Oleh: Ikhsan Hakim*

Mungkin judul ini sangat tendensius, tapi hal ini mungkin bisa dijadikan refleksi bersama. Langsung to the point saja, Muhammadiyah itu memiliki yang diistilahkan AUM KES (amal usaha Muhammadiyah bidang Kesehahatan), yang terdiri dari Rumah Sakit, Balai Kesehatan dan Klinik. Setiap tingkatan mempunyai ciri kriteria dan kapasitas dokter atau jumlah bangsal untuk masing-masing.

Dalam dunia rumah sakit itu ada 3 hal yang pokok sebagai penunjang yaitu: Gedung/bangunan, Alat Kesehatan, dan Obat. Diluar manejerial, keuangan dan dokter pastinya. Sampai detik ini umur Muhammadiyah 108 tahun (1912-2020).

Dalam tahap pertama yaitu Gedung/Bangunan insyaallah RS/Klinik Muhammadiyah sudah punya. Hanya untuk dua hal selanjutnya Alat Kesehatan dan Obat. Sepengetahuan kami pribadi belum ada pabrik atau produsen miliki Muhammadiyah kecuali beberapa lembaga yang hanya sebagai penjual mungkin. Maka dua hal ini sangat mendesak, dan kita tidak usah khawatir sebagai pasar Muhammadiyah sudah punya dengan ratusan AUM Kesehatannya dan kekuatan Majelis Kesehatan dalam menyatukan pendapat, dan penyatuan barang dan pendistribusian.

Dalam ijtihad 108 tahun terakhir dua hal inilah yang terlewatkan. Maka ketika berbicara lembaga atau labolatorium virus, Muhammadiyah tidaklah punya perangkat ini, maka Muhammadiyah sudah 1 tahun masa pandemi ini masih melakukan pendekatan secara konvensional sebagaimana kebijakan negara.

Walaupun Muhammadiyah sudah banyak mempelopori banyak hal, dan salah satu ormas Islam yang paling banyak diacungi jempol dalam pandemi ini, dari fatwa tarjih tentang sholat berjarak yang sering dahulu awal dinyinyirin mereka yang “mabuk manhaj” itu, sampai istilah dan masukan dari tim penanggulangan tim MCCC (Muhammadiyah Covid-19 Comand Canter) kepada negara, dan negara menjadikan Muhammadiyah sebagai kawan seiring untuk saling membantu dan mengisi. Disaat “paham” yang lainnya masih ribut membahas “cerita Istawa”, “Allah berada dimana”, untuk “pertontonan banyaknya hafalan dan mantiq”.

Baca juga:  Menunggu (Revisi) Fatwa MUI Tentang Ibadah Dalam Situasi Wabah Covid-19

Tapi yang perlu dimasa ini dan masa depan, Muhammadiyah Abad Ke-2 perlu mempokuskan PABRIK dan Labolatorium Obat dan Virus, dan penambahan jurusan pembuatan Obat di Fakultas Kedokteran di Universitas-universitasnya yang sudah besar. Daripada ekspansi pembuatan kampus di negeri JIRAN dan negri Kanguru itu. Dan pabrik dan lab ini harus dibawah PP Muhammadiyah.

Mungkin 1 Abad terakhir secara mekanisme dan manjerial PP Muhammadiyah hanya memiliki Muallimin dan Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta sebagai AUM-nya PP. Walaupun semua AUM tentunya dibawah PP Muhammadiyah. Tapi AUM berkembang dan bermunculan adalah gerakan arus bawah yaitu PWM dan PDM yang menginisiasi pembangunan AUM semisal UNIVERSITAS dan Rumah Sakit di daerah-daerah itu.

Maka pada akhirnya, Muhammadiyah tidak boleh “kalah” oleh virus ini. Tulisan ini hanya refleksi pendapat pribadi atas 1 tahun Covid di Indonesia, semoga Allah SWT menguatkan dokter-dokter Muhammadiyah dan seluruh dokter kita Bangsa Indonesia, aamiin.

Dan Muhammadiyah harus naik kelas

Dari Konsumen menjadi Produsen

Dari hanya sebagai pembeli obat dan menjadi Produsen

Dari Penerima menjadi Penentu

Dan ini adalah babak awal Tugas Kita Kepeloporan Muhammadiyah

Sebagaimana dahulu orangtua kita sudah memulai se Abad yang lampau. Terimakasih Kyai Soedja’ (murid Kyai Dahlan bagian PKO), Terimakasih atas semuanya. Sanad Keilmuan Muhammadiyah itu dibidang kesehatan bermula dari Kyai Soedja’. Kami adalah Generasi Baru Soedja’. Terimakasih Kyai kami ABAD kedua ini tidak akan Kalah. Muhammadiyah akan MENANG.

*Kader IMM.

Avatar photo

Redaksi Santricendekia

Kirim tulisan ke santricendekia.com melalui email: [email protected]

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar