Santri Cendekia
Home » Mengatasi Sakit Hati Ala Nabi

Mengatasi Sakit Hati Ala Nabi

Penulis: Hendriyan Rayhan*

Setiap manusia tentu pernah merasakan rasa sakit hati. Perasaan itu bisa muncul karena perkataan atau perbuatan orang lain, baik teman, keluarga, tetangga, bahkan mungkin anak atau orangtua kita sendiri. Respons ketika merasa sakit hati pun beragam. Ada yang membalas dengan perkataan atau perbuatan yang juga menyakiti. Ada pula yang hanya terdiam menahan sakitnya sendirian. Rasulullah Saw. sebagai manusia juga pernah merasakan sakit hati. Lalu apa yang dilakukan beliau ketika mendapati ucapan orang yang menyakiti hatinya?

Dalam sebuah riwayat dari Abu Wa’il, Abdullah bercerita bahwa suatu ketika Nabi Muhammad Saw. membagikan sesuatu, lalu ada seseorang berkata, “Sungguh pembagian ini tidak dimaksudkan untuk mencari keridhaan Allah.” Setelah itu Abdullah mendatangi Nabi dan mengabarkan perihal orang tersebut. Abdullah melihat kemarahan di wajah Nabi, lalu beliau bersabda, “Semoga Allah merahmati Musa, sungguh beliau telah disakiti lebih banyak daripada ini, tetapi beliau tetap sabar.” Demikian dicatat Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari.

Nabi Musa Disakiti Kaumnya

Dalam hadis di atas Rasulullah Saw. menyebut nama Musa, nabi yang berasal dari Bani Israil. Beliau adalah Musa bin Imran bin Kehat bin Azer bin Lewi bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim. Al-Qur’an menyebut nama Musa sebanyak 136 kali dalam 34 surah, sehingga ia menjadi nabi yang paling banyak disebutkan dalam al-Qur’an. Di antara kisah Nabi Musa terdapat dalam Surat al-Maidah. Pada ayat 21 disebutkan bahwa Nabi Musa memerintahkan Bani Israil untuk memasuki tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan pada ayat 22, mereka menolak perintah Nabi Musa karena di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa. Mereka tidak mau masuk sebelum orang-orang itu keluar. Meskipun pada ayat 23 dikisahkan ungkapan dua orang yang takut kepada Allah. Keduanya mengajak untuk menyerbu dari pintu gerbang serta bertawakkal kepada Allah. Gambaran keenganan Bani Israil dapat dilihat pada ayat 24 sebagai berikut.

Baca juga:  Lawan Israel dengan Teori Interogasi-Interkoneksi

Mereka berkata, “Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja. (QS. al-Maidah [5]: 24)

Bukannya mentaati perintah Nabi Musa, mereka justru menantang dan menyuruh Nabi Musa berperang berdua bersama tuhannya. Sebuah ungkapan yang bernada mengolok-olok dan menyakitkan perasaan. Kisah tersebut merupakan salah satu contoh pengalaman Nabi Musa yang disakiti kaumnya. Ada begitu banyak kisah Bani Israil yang berbuat melampaui batas. Pengalaman lainnya ketika Bani Israil bersama Nabi Musa melewati suatu kaum yang menyembah berhala, mereka meminta kepada Nabi Musa agar dibuatkan berhala untuk dapat disembah (QS. al-A’raf [7]: 138-140).

Hal di atas terjadi padahal setelah mereka diselamatkan oleh Allah dari kejaran Fir’aun melalui peristiwa terbelahnya lautan. Sebuah karunia besar yang Allah anugerahkan kepada mereka setelah sekian lama hidup dalam kekangan Fir’aun. Contoh lainnya ketika Nabi Musa pergi ke Gunung Thur, Bani Israil membuat patung anak lembu untuk disembah (QS. al-A’raf [7]: 148).  Tokoh yang menginisiasi perbuatan itu bernama Samiri (QS. Thaha [20]: 85). Dengan izin Allah, Nabi Musa tetap sabar menghadapi berbagai perkataan dan perbuatan kaumnya itu.

Kisah sebagai Motivasi

Di antara tujuan utama kisah al-Qur’an ialah menghubungkan misi perjuangan Nabi Muhammad dengan nabi-nabi sebelumnya. Ketika beliau menemui kesulitan, kisah-kisah itu akan mengingatkan bahwa para nabi sebelumnya juga harus menghadapi tantangan yang persis sama. Nabi Muhammad didorong untuk bertahan, bersabar dan meyakini bahwa Allah akan membantu dan mendukung perjuangannya, sebagaimana para nabi terdahulu juga memperoleh pertolongan dari Allah. Kisah-kisah itu menjadi spirit yang menggerakakan untuk terus berjuang serta menjadi teladan untuk bersabar ketika menemui halangan dan rintangan. Kisah-kisah al-Qur’an mengaskan bahwa kebenaran akan menang dan kedurhakaan akan binasa.

Baca juga:  Bagaimana Menulis Tesis dan Disertasi Islamic Studies dengan Framework Ilmu Sosial Humaniora? (1)

Ketika mendapati umatnya yang melakukan perbuatan menyakiti, Nabi Muhammad mendoakan rahmat untuk Nabi Musa. Hal itu tidak lain karena kisah-kisah yang diwahyukan kepada beliau menunjukkan betapa sabar Nabi Musa menghadapi kaumnya. Artinya beliau juga menjadikan kisah Nabi Musa sebagai motivasi. Dengan melihat kisah Nabi Musa yang disakiti bertubi-tubi oleh Bani Israil, Nabi Muhammad seolah mendapat spirit untuk bersabar sebagaimana Nabi Musa.

Inilah tips mengatasi sakit hati ala Nabi, yaitu mengenang kisah inspiratif pendahulunya. Al-Qur’an menampilkan sangat banyak kisah para nabi dan rasul yang gigih menegakkan dakwah tauhid. Semua nabi  dan rasul itu mendapat berbagai rintangan ketika menjalankan tugasnya. Termasuk perbuatan-perbuatan menyakitkan hati dari kaumnya maupun tokoh yang berkuasa pada masanya. Sebagaimana Nabi Muhammad yang termotivasi untuk sabar seperti Nabi Musa, kita juga dapat mengambil motivasi penyemangat dari kisah-kisah al-Qur’an yang membentang begitu banyak. Kalau saat ini sedang merasa sakit hati, bacalah kisah-kisah di al-Qur’an dan jadikan sebagai motivasi.

*Pengajar di Ma’had Khairul Bariyyah Kota Bekasi

Hendriyan Rayhan

Pengajar di Ma’had Khairul Bariyyah Kota Bekasi

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar