Santri Cendekia
Home » Mereka yang Tak Dimaafkan oleh Rasulullah

Mereka yang Tak Dimaafkan oleh Rasulullah

Mereka yang  beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla, mau tidak mau wajib menjadikan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai teladan dan acuan dalam persoalan Aqidah, ibadah, dan akhlak. Tak mampu dan tak mau meneladani beliau adalah dua hal yang berbeda. Ketidakmampuan untuk meneladani beliau adalah bentuk kelemahan, semoga Allah memaafkan apabila memang kita sudah senantiasa belajar dan berusaha. sedangkan ketidakmauan meneladani beliau adalah bentuk kecacatan dalam aqidah, konsekuensinya tentu lebih berat.

Termasuk bagian dari kesempurnaan keimanan seseorang adalah dengan mengakui dan menjadikan segala keutamaan dan akhlak yang Rasulullah yang mulia itu sebagai standar kebenaran dan kepantasan di dalam segala kondisi. Allah ‘Azza wa Jalla tanamkan di dalam diri Rasulullah karena Rasulullah harus menjadi Rahmatan lil ‘alamin (21:107), Penutup para Nabi (33:40), dan uswatun hasanah (33: 21) bagi para pengikutnya yang akan melanjutkan estafet dakwah islam hingga Akhir jaman.

Salah satu sifat mulia Rasulullah Shalalallahu ‘alaihi wa Sallam adalah sifat pemaaf. Dimana sifat pemaaf ini dihadirkan dalam berbagai fase dan potret kehidupan beliau, khususnya ketika beliau menjalani masa Kenabian hingga beliau wafat. Namun terkadang, sikap pemaaf Rasulullah ini, sering disalah artikan dan disalah pahami sehingga banyak di antara kita terkadang bingung untuk mengetahui kapan seharusnya kita memberikan maaf dan bertoleransi kepada pihak lain dan kapan seharusnya kita bertindak tegas dan keras.

Kali ini penulis ingin coba meluruskan paradigma ini, bahwa Rasulullah teladan kita, selain seseorang yang pemaaf, tapi juga merupakan sosok yang tegas dan tanpa tedeng aling aling dalam menghukum pihak pihak dengan kesalahan kesalahan tertentu. Penulis akan menghadirkan kisah beberapa orang atau kaum yang tidak mendapatkan maaf dari Rasulullah dan bahkan mendapatkan hukuman yang begitu keras;

  1. An-Nadhr bin Harits

Dia dibunuh sebagai tawanan perang Badar ketika perjalanan kembali ke Madinah. Ia dibunuh karena ia adalah pembawa bendera musyrikin dan termasuk pemuka Quraisy yang amat jahat .Dia juga yang jauh – jauh pergi ke Persia, di daerah Hirah, untuk mempelajari kisah para raja Persia, perkataan Rustum dan Asfandiyar (dongeng-dongeng/ epos) yang kelak ia gunakan untuk menggangu dakwah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ia membacakan kisah kisah tersebut untuk menandingi ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh Rasulullah kepada manusia. Dia juga membeli beberapa biduanita dari kalangan budak yang khusus untuk dia perintahkan melayani orang orang yang menolak untuk mendengar pembacaan Al-Qur’an dari Rasulullah shalallahi ‘alaihi wa sallam sebagai hadiah. Semoga Allah melaknatnya. [1]

  1. Uqbah bin Abi Mu’ith

Uqbah bin Abi Mu’ith juga merupakan tawanan perang badar yang dibunuh di dalam perjalanan menuju Madinah. Orang ini adalah musuh dakwah dengan perangai hina dan sangat buruk. Orang ini yang melemparkan jeroan unta di kepala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam ketika sedang salat, menjerat leher Rasulullah dengan keras ketika Rasulullah sedang salat [2], bahkan meludahi wajah Rasulullah, walaupun akhirnya ludah itu berbalik ke wajahnya dan meninggalkan bekas luka bakar di dekat bibirnya.

  1. Abu izzah amru bin Abdillah

Orang ini adalah orang yang sempat menjadi tawanan perang badar dan Rasulullah bebaskan dengan Cuma-cuma karena ia mengiba sebagai orang yang fakir dan memiliki banyak anak perempuan. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam membebaskan dia dengan syarat dia tidak lagi mengikuti Quraisy untuk memerangi islam setelah perang badar. Namun ketika perang uhud, orang kafir bodoh ini terhasut lagi oleh ajakan Quraiys dan akhirnya mengikuti perang uhud untuk memerangi muslimin. Lalu ia tertangkap lagi dan mengiba lagi untuk dibebaskan, namun Rasulullah menolak seraya berkata, “aku tidak akan membiarkanmu mengusap kedua pipimu dan kamu berkata, ‘aku telah berhasil menipu Muhammad dua kali’, lalu Rasulullah memerintahkan sahabat untuk membunuhnya.[3]

  1. Ka’ab bin Asyraf
Baca juga:  Menggagas Fikih Media Sosial

Ka’ab bin Asyraf adalah pemuka yahudi yang sangat mendendam kepada islam dan orang orang muslim. Secara terang-terangan dia mengajak untuk memerangi dan membunuh Rasulullah. Dia juga menantang muslimin pasca perang badar, menjelek jelekan istri sahabat dengan ketajaman lidahnya, dan mendatangi quraisy pasca perang badar untuk membakar kebencian kaum quraisy dan membangkitkan semangat untuk menghadapi kaum muslimin. Ia juga menyatakan bahwa agama pagan quraisy lebih baik daripada agama islam yang dibawa oleh Rasulullah (QS 4:51). Rasulullah pun memerintahkan 3 orang sahabat anshar yang berasal dari suku aus untuk membunuh Ka’ab bin Asyraf. Akhirnya Ka’ab bin Asyraf dibunuh pada malam tanggal 14 rabi’ul awwal 3 H di luar bentengnya.  Ketika 3 sahabat ini kembali ke Madinah, Rasulullah mengucapkan takbir dan berkata, “sungguh wajah-wajah yang beruntung”.[5]

  1. Bani Qainuqa’

Bani Qainuqa’ adalah salah satu kabilah yahudi terbesar di Madinah yang juga sudah menjalin perjanjian damai dalam piagam Madinah dengan Rasulullah dan kaum muslimin. Namun pasca perang Badar, ketika Rasulullah mengumpulkan mereka di pasar untuk menyeru mereka ke dalam islam serta mengingatkan mereka agar tidak tertimpa adzab seperti yang menimpa kaum quraisy di perang badar, mereka malah menantang, “Wahai Muhammad, janganlah kamu terpedaya oleh dirimu, bahwa kamu telah membunuh sekelompok Quraisy yang tidak berpengalaman dan tidak mengetahui taktik perang. Sungguh jika kamu memerangi kami, niscaya kamu akan tahu bahwa kita adalah ksatria dan kami tidak pantas menandingi kami”.

Peperangan terhadap Bani Qainuqa’ dilatar belakangi oleh sekelompok Bani Qainuqa’ yang melecehkan seorang wanita muslimah dan membunuh seorang muslim yang membelanya. Rasulullah pun memerintahkan para sahabat untuk mengepung Bani Qainuqa’ selamat 15 malam hingga akhirnya Allah memasukan rasa takut ke dalam hati orang orang yahudi Bani Qinuqa’ dan mereka menyerahkan diri kepada muslimin. Akhirnya seluruh Bani Qainuqa’ diusir dari Madinah dan harus meninggalkan harta bendanya kecuali apa apa yang bisa mereka bawa menggunakan unta/ kuda mereka.[6]

  1. Bani Nadhir.

Bani Nadhir juga merupakan kabilah yahudi yang bertempat tinggal di sekitar Madinah. Latar belakang perang ini adalah mereka merencanakan makar terhadap Rasulullah ketika Rasulullah dan beberapa sahabat seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhuma mendatangi benteng mereka untuk meminta patungan diyat. Karena piagam Madinah menyatakan bahwa baik muslimin dan kaum yahudi harus saling bahu membahu dalam pembayaran diyat.

Namun malah mereka bermusyawarah dan berencana untuk melempar batu besar dari atas dinding benteng mereka diam diam untuk membunuh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah pun diberitahu oleh Allah mengenai makar yang mereka rencanakan, dan segera bergegas meninggalkan tempat tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Selanjutnya, seperti yang kita ketahui bersama, Rasulullah pun memerintahkan pasukan muslimin untuk mengepung Bani Nadhir karena mereka telah mengkhianati perjanjian, bahkan berniat untuk membunuh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa alasan yang sama sekali dibenarkan.

Baca juga:  Pelajaran Penting dari Perang Uhud dan Hunain

Akhirnya Bani Nadhir pun terusir dari Madinah dengan meninggalkan harta benda mereka kecuali apa yang bisa mereka bawa menggunakan unta dan kuda mereka. [7]

  1. Bani Quraizhah

Bani Quraizhah adalah kabilah terbesar yahudi ketiga dan terakhir yang tersisa di Madinah. Berbeda dengan nasib Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir yang ‘hanya; diusir, mereka diberi hukuman yang lebih berat. 400 orang pria dan 1 orang wanita dieksekusi mati. Golongan perempuan dan anak anak mereka dijual sebagai budak hasil tawanan perang. Orang – orang yahudi yang masuk islam dan tidak terlibat langsung dalam makar diampuni.

Latar belakang terjadinya eksekusi ini adalah niat mereka untuk membelot dan membantu pasukan ahzab untuk melumat muslimin di Madinah akibat bujukan dari Huyay bin Akhtab, pemuka dari Yahudi Bani Nadhir yang sudah terusir dari Madinah.

Karena pengkhianatan yang berbahaya ini, mereka harus menjalani hukuman yang lebih berat dibanding Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir.[8]

  1. Sallam bin Abil Huqaiq

Sallam bin Abil Huqaiq adalah seorang pemuka Yahudi yang bertempat tinggal di khaibar. Dia adalah seorang yang sering mengganggu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan salah seorang dedengkot yahudi yang ikut menginisiasi dan memobilisasi pembentukan pasukan ahzab.

Orang orang khazraj meminta izin kepada Rasulullah untuk membunuh Sallam bin Abil Huqaiq diam diam seperti yang pernah dilakukan orang orang Aus terhadao Ka’ab bin Al Asyraf.

Rasulullah memerintahkan 5 orang sahabat dari khazraj yang diketuai oleh Abdullah  bin Atik untuk berangkat ke khaibar. Lima orang ini berhasil menjalankan misi dengan baik, Sallam bin Abul Huqaiq berhasil dibunuh di dalam rumahnya sendiri. Mereka berhasil kembali ke Madinah dengan selamat, dan Rasulullah memberikan selamat kepada mereka. [9]

  1. Kabilah Ukl & Urainah.

Jika kita sering mendengar hadist Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan sekelompok kaum untuk meminum air kencing unta ketika mereka terserang penyakit kembung di Madinah, itulah kaum Ukl dan Urainah. Mereka berpura pura masuk islam dan datang ke Madinah.

Setelah mereka meminum air kencing unta dan kembali sehat, mereka malah membunuh penggembalanya, merampas unta-untanya, dan murtad dari islam serta melarikan diri. Namun Rasulullah mendoakan kemalangan bagi mereka dan mereka tersesat dan terkatung katung tidak tahu jalan pulang.

Ditengah kebingungan mereka, Rasulullah memerintahkan seorang sahabt bernama Kurz bin Jabir untuk memimpin pasukan melakukan pengejaran terhadap mereka. Akhirnya mereka tertangkap dan Rasulullah memberikan hukuman yang sangat keras terhadap mereka. Mata mereka dicongkel, kaki dan tangan mereka dipotong, dan mereka dibiarkan mati di tengah padang pasir. [10]

  1. Sembilan orang di Fathu Makkah

Kisah pengampunan Rasulullah terhadap orang-orang Quraisy di peristiwa Fathu Makkah adalah peristiwa yang masyhur dan monumental. Kisah ini banyak diperdengarkan di mana-mana sebagai kisah keteladanan kepada kaum muslimin tentang sikap pemaaf Rasulullah yang begitu mulia.

Meski begitu, Rasulullah memberikan pengecualian kepada Sembilan orang, bahwa mereka harus ditangkap dan boleh dibunuh meskipun sedang bersembunyi di balik kiswah (kain penutup) ka’bah.

Orang-orang itu adalah Abdul Uzza bin Khatal, Abdullah bin Abi Sarh, Ikrimah bin Abi Jahal, Al Harits bin Nufail bin Wahb, Miqyas bin Shubabah, Habbar bin Al Aswad, dua biduantia milik Ibnu Khathal dan Sarah, budak sebagian Bani Abdul Muthalib yang membawa surat Hathib bin Abi Balta’ah.

Abdullah bin Abi Sarh mendapatkan maaf karena Ustman bin Affan memintakan ampunan kepada Rasulullah. Walaupun Rasulullah sempat terdiam lama menanggapi permintaan Ustman ini karena berharap ada sahabat yang mengambil sikap untuk membunuh Abdullah bin Abi Sarh dalam diamnya Rasulullah tersebut. Abdullah bin Abi Sarh mendapatkan vonis hukuman mati karena sempat masuk islam, hijrah ke Madinah, namun kembali murtad.

Baca juga:  KH Ahmad Dahlan Menganjurkan Dialog Lintas Iman dan Madzhab

Ikrimah bin Abi Jahal sempat melarikan diri ke Yaman, namun istri beliau memintakan ampunan kepada Rasulullah dan Rasulullah menyetujuinya. Ikrimah dijemput istrinya ke Yaman, dan akhirnya masuk islam dan menjadi muslim yang baik hingga memperoleh syahid di perang Yamamah kelak.

Ibnul Khathal bersembunyi di balik kain penutup ka’bah. Namun seorang sahabat menemukannya dan akhirnya dibunuh atas perintah Rasulullah.

Miqyas bin Shubabah dibunuh oleh Numailah bin Abdullah. Dia dibunuh karena pernah masuk islam, namun ketika sedang dalam perjalanan  dengan kaum anshar, dia membunuh kaum Anshar tersebut dan akhirnya kembali murtad.

Al Harits bin Nuafil adalah orang yang dulu sering menyiksa dan mengganggu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam ketika di Makkah. Dia diekseskusi oleh Ali bin Abi Thalib.

Habbar bin Aswad adalah orang yang pernah mengganggu dan menghalang halangi Zainab binti Rasulullah ketika hendak hijrah ke Madinah. Dia mengguncangkan sekedup yang ditunggangi Zainab ra hingga beliau terjatuh dan keguguran. Namun dia masuk islam dan dimaafkan.

Salah seorang biduanita dibunuh sebagai perlindungan bagi yang lain, lalu dia masuk islam.

Sarah juga mendapatkan perlindungan lalu masuk islam.[11]

Jika ingin dirangkum, jenis jenis kesalahan orang orang atau pihak pihak yang tidak dimaafkan oleh Rasulullah di atas adalah:

  1. Perbuatan keji dan tak beradab terhadap Allah dan Rasul-Nya, seperti yang menimpa An Nadhar bin Harits, Uqbah bin Abi Mu’ith.
  2. Memerangi Allah dan Rasul-Nya dan terus berbuat makar, seperti yang terjadi pada Ka’ab bin Al Asyraf, Ikrimah bin Abi Jahal dan Sallam bin Abil Huqaiq.
  3. Pengkhianatan dan kemurtadan, seperti yang terjadi kepada Bani Qainuqa’, Bani Quraizhah, Bani Nahir, Suku Urainah, Abi izzah bin Amru, Miqyas bin Shubabah.
  4. Menghujat islam dengan syair (media) dan perkataan yang tajam dan menyakitkan, seperti biduanita milik ibnul Khatal
  5. Melakukan perbuatan jinayat (kriminal) seperti pembunuhan dan penyerangan, seperti yang dilakukan oleh Kaum Urainah, Miqyas bin shubabah dan Habbar bin Aswad.

Demikian sebagian fakta tentang orang orang yang tidak mendapatkan ampunan dan maaf dari Rasulullah, bahkan sebagian ada yang mendapatkan hukuman yang begitu keras, misalnya Kaum Urainah dan Bani Quraizhah.

Fakta-fakta ini hendaknya menjadi pelajaran dan pedoman bagi kita, meskipun islam mencintai kedamaian, meskipun Rasulullah begitu pemaaf, namun semua itu memilki batas dan aturan. Seorang muslim harus tahu kapan ia harus memaafkan dan berlaku lemabh lembut, dan kapan ia harus tegas dan keras terhadap orang orang yang memerangi dan memusuhi islam. Semoga kita bisa menjadi muslim yang inshof, dan islam kembali mendapatkan ‘izzahnya di tangan-tangan kita.

 

Allahu a’lam

 

Sumber Pustaka

[1] “Sirah Nabawiyah Ar-rahiqul Makhtum”, Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury

[2] ibid

[3] “Peperangan Rasulullah” (versi terjemahan dari kitab Ghazwatur Rasul), Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi

[4] “Sirah Nabawiyah Ar-rahiqul Makhtum”, Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury

[5] ibid

[6] ibid

[7] ibid

[8] ibid

[9] ibid

[10] ibid

[11] ibid

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar