Santri Cendekia
Home » Pembaruan Kurikulum Pendidikan Tradisional al-Azhar Mesir (3)

Pembaruan Kurikulum Pendidikan Tradisional al-Azhar Mesir (3)

Pada bagian sebelumnya saya telah menggambarkan tentang dorongan eksternal berupa stereotip tentang turas dan al-Azhar yang stagnan bahkan mengajarkan intoleransi. Selanjutnya, saya juga telah menceritakan tentang paradigma pembaruan dan langkah-langkah umum untuk pengembangan kurikulum di al-Azhar. Pada bagian ini saya akan menguraikan tentang proses modifikasi kurikulum fikih yang diajarkan untuk tingkat menengah (SMP) dan atas (SMA) di al-Azhar. Pada bagian akhir, saya akan kembali kepada karya tulis Atiah Omarah yang saya review dalam tulisan ini.

Modifikasi Kurikulum Fikih

Bidang Fikih adalah bidang yang sangat sentral dalam isu tajdid karena bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Pembaruan kurikulum fikih di al-Azhar dilakukan dengan mengembangkan bahan ajar dari turas dan menyesuaikannya dengan kebutuhan kontemporer. Kitab turas dalam mazhab Syafii yang dikembalikan oleh Syaikh Tayyib pada kurikulum pendidikan menengah dan menengah atas adalah kitab Matan Abu Syuja’.

Sebagaimana diketahui bahwa dua syarah populer dari kitab matan ini adalah karya Ibnul Qasim (wafat 1512) yang berjudul Fatḥ al-Qarīb al-Mujīb fī Syarḥ Alfāẓ al-Taqrīb (atau sering disingkat Fatḥ al-Qarīb) dan syarah al-Khaṭīb al-Syarbini (wafat 1570) yang berjudul al-Iqnāʻ fī Ḥall Alfāẓ Abī Shujāʻ fī al-Fiqh al-Shāfiʿī (yang sering disingkat al-Iqnā).

Kitab al-Iqna lebih advanced cara mengelaborasinya sehingga di al-Azhar diajarkan untuk tingkat menengah atas, sedangkan Fathul Qarib digunakan untuk tingkat menengah pertama. Di al-Azhar mulai tahun 1981, kitab Fathul Qarib diajarkan dengan menggunakan buku penjelasnya yaitu Taqrīb Fatḥ al-Qarīb yang dikarang oleh al-Husayni. Jadi kitab matan disyarah oleh Ibnul Qasim, kemudian syarah ini disyarah lagi oleh al-Husayni. Syarah kedua inilah yang kemudian disederhanakan lagi oleh tim yang dibentuk oleh Syaikh Tayyib. Kitab yang disederhanakan ini diberi nama Taysīr al-Taqrīb. Inilah kitab fikih Syafii tingkat SMP yang diajarkan di al-Azhar saat ini.

Untuk tingkat SMA, yang diajarkan di al-Azhar awalnya adalah kitab al-Iqna’ sebelum kemudian diganti oleh syaikh Tontowi. Pada saat dikembalikan ke kurikulum oleh syaikh Tayyib, kitab ini kemudian disyarah dengan bahasa yang lebih mudah menjadi kitab Taysīr al-Iqnāʿ pada tahun 2016. Kitab ini selanjutnya dikembangkan lagi pada tahun 2019 menjadi al-Mukhtār min al-Iqnāʿ yang dipakai sampai saat ini.

Jadi, jika diperhatikan dari penjelasan di atas, kita bisa melihat bagaimana dari satu kitab matan bisa berkembang menjadi ragam kitab-kitab lanjutan dari waktu ke waktu. Inilah tipikal bentuk pembaruan turas dalam Islam yang sering saya istilahkan seperti mutasi genetika. Dari masa ke masa ia bisa berubah dan bercabang, tetapi sel awal tetap bertahan. Ini juga sama seperti cara bekerjanya mutasi virus covid yang telah melahirkan banyak strand, tapi sifat awalnya masih ada. Bedanya adalah virus covid bisa bermutasi sangat cepat, tapi kitab turas memerlukan waktu, pengendapan, uji sejarah, baru mengalami perubahan.

Baca juga:  Populisme, Keramahan Jawa, dan "Amok"
Ilustrasi 1: perubahan bahan ajar fikih Syafii untuk tingkat menengah pertama/SMP di al-Azhar
Ilustrasi 2: perubahan bahan ajar fikih Syafii untuk tingkat menengah atas/SMA di al-Azhar

Kembali ke isu perubahan kitab turas. Tim ahli yang mengembangkan kitab Taysīr al-Taqrīb, menentukan sejumlah prinsip awal untuk memandu proses penyesuaian yang mereka lakukan. Ada lima prinsip yang mereka terapkan, yaitu: pertama, mereka melakukan modifikasi (tanqīḥ) agar kitab sesuai dengan kemampuan murid di tingkat menengah pertama; kedua, mereka menjelaskan atau menguraikan (tawḍīḥ) istilah fikih klasik dengan istilah modern, khususnya terkait dengan unit pengukuran atau timbangan; ketiga, mereka memparafrasa (iʿādat ṣiyāghat) istilah-istilah tehnis yang tidak dipahami siswa dengan format yang lebih sederhana; keempat, mereka menyusun ulang (tartīb) tema-tema yang ada ke dalam bab dan sub-bab sehingga lebih koheren; kelima, mereka mendalami (tadqīq) konsep dan bahasa yang dipakai, dan mencatumkan (takhrij) hadis-hadis yang dikutip.

Sedangkan untuk kitab al-Mukhar yang digunakan untuk level SMA, petunjuk dasar dalam penyesuaian ada sepuluh, yaitu: pertama, menjaga (al-muhafazah) matan asli dari kitab Abu Syuja dan syarah dari kitab al-Syarbini; kedua, menyingkat (al-iqtisar) pembahasan; dan ketiga, menghilangkan (hadzf) pembahasan yang tidak lagi relevan di zaman sekarang; keempat, mencatumkan (takhrij) hadis-hadis dan ayat yang dikutip; kelima, menjelaskan (taudih) istilah yang sulit, keenam, menjelaskan (taudih) ukuran fikih zaman dulu dengan satu ukuran zaman sekarang; ketujuh, memberi (wad’u) sub judul di dalam bab; kedelapan, menyusun (tanzim) ulang paragraf nya; kesembilan, mencantumkan (wad’u) tujuan pembelajaran kitab fikih ini; kesepuluh, mencantumkan (wad’u) tujuan pembelajaran setiap bab nya; kesebelas, melampirkan (tazwid) contoh soal latihan di bagian belakang setiap bab.

Dengan berpatokan pada pedoman ini, maka cita rasa dan bahan dari turas tetap ada, tetapi sudah mengalami perubahan dan penyesuaian yang kontekstual. Secara teknis, terutama untuk kasus al-Iqna’ pembaca bahkan masih bisa mengidentifikasi mana matan dan syarah awalnya dari Abu Syuja dan al-Syarbini dan mana yang tambahan keterangan dan perubahan dari tim. Ibarat orang memakai baju lama, sebagian bahan dan model awalnya masih dipertahankan, tetapi juga banyak ditambahkan bahan baru dan perubahan model.

Baca juga:  Ustaz Yunahar Ilyas, Penunjuk Jalan di Tangga Ilmu
Ilustrasi 3: Kitab Taysir yang menjadi pegangan siswa SMP dan kitab al-Iqna yang menjadi pegangan siswa SMA di al-Azhar Mesir

Tipe-tipe Perubahan

Apa saja yang mengalami perubahan dan modifikasi dari kitab awalnya pada kitab baru paska revisi tim? Omara mengidentikasi empat pola perubahan.

Pertama, perubahan terjadi dalam hal teknis tata letak dan format buku. Dari segi cover yang berwarna dan isi, misalnya, langsung bisa disadari bahwa buku ini ditulis dengan semangat kemoderenan. Termasuk secara teknis misalnya dapat dijumpai dalam setiap bab ada tujuan pembelajaran yang jelas yang dicantumkan. Selain itu, juga ada penyederhanaan narasi. Misalnya pengantar tentang biografi Imam Syafii dihilangkan. Yang dipertahankan dalam al-Mukhtar hanyalah biografi al-Khaṭīb al-Shirbīnī. Bahkan biografi dari Abu Syuja sendiri pun sudah tidak dimasukkan lagi dalam Taysir dan al-Iqna. Selain itu, pengantar ilmu usul fikih, termasuk pengertian istilah-istilah dasar juga sudah dicabut dalam versi terbaru ini.

Kedua, perubahan dilakukan dengan membuang bagian-bagian atau topik-topik yang tidak relevan dan yang kontroversial. Dalam kitab Taysir yang diajarkan untuk siswa SMP, bab tentang pemindahan hutang (al-ḥawālah), sewa menyewa (ijārah), royalti (jaʿālah), penyewaan sawah, (al-musāqāh), dihapuskan. Topik lain yang dihapus bahkan bukan hanya di Taysir, tetapi juga al-Mukhtar untuk SMA adalah tentang pajak non muslim (jizyah), sodomi (al-liwāṭ), murtad (riddah), dan rekonsiliasi (al-sulḥ). Untuk kitab al-Mukhtar, bab yang dihilangkan adalah bab istri yang tidak taat (nusyūz) dan poligami (taaʿddud). Tema jihad dihilangkan dalam Taysir tetapi dimasukkan dalam al-Mukhtar.

Ketiga, perubahan dilakukan dengan memotong pesan atau kalimat dari kitab asalnya. Sebagai contoh adalah persoalan shalat jenazah kepada orang kafir yang tidak dibolehkan baik kafir harbi maupun dzimmi. Dalam Taysir, dalam pembahasan tentang shalat jenazah, bagian yang membahas non muslimnya dihilangkan. Dalam al-Iqnāʿ (karya asli al-Syarbini), ada ketentuan tidak boleh bagi muslim menghadiri pemakaman jenazah non muslim atau mengikuti pemberangkatan jenazahnya. Topik ini dihapuskan dalam al-Mukhtār. Topik lain adalah terkait dengan diyat (denda pembunuhan). Dalam kitab aslinya, al-Taqrib, dituliskan bahwa denda hanya dibayarkan jika yang terbunuh adalah muslim atau kafir dzimmi. Jika yang terbunuh adalah kafir harbi atau murtad, denda tidak dibayarkan. Topik ini kemudian dihapuskan dalam al-Taysir.

Keempat, perubahan dilakukan dengan membahasakan ulang kalimat yang tidak jelas. Sebagai contoh adalah terkait dengan istilah qullah untuk satuan air. Menurut definisi lama, dua qullah sama dengan 500 liter Baghdad. Istilah ini diganti cukup dengan istilah 200 liter air menurut zaman modern. Begitu pula dengan satuan emas sebagai kadar zakat. Menurut definisi lama, zakat wajib ketika emas sudah mencapai dua puluh misqal Makkah. Menurut ukuran modern, ini setara dengan 93.6 gram emas.

Baca juga:  Pembaruan Kurikulum Pendidikan Tradisional al-Azhar Mesir (1)

Penutup

Isu perubahan tradisi intelektual Islam adalah isu yang pokok dalam riset-riset studi Islam. Kelebihan dari pendekatan ini adalah kita sebagai peneliti dapat mengamati pergeseran sosial budaya dan epistemik sekaligus di tengah umat Islam. Kelebihan lainnya adalah pendekatan ini memaksa kita untuk familiar tentang dua unit analisis sekaligus: tradisi (kondisi sebelum perubahan) dan tradisi yang dimodifikasi (kondisi setelah perubahan di zaman modern). Dengan kata lain, pendekatan ini memaksa kita untuk melihat ke belakang dan kondisi aktual hari ini sekaligus.

Riset Omara sangat menarik. Namun demikian, bagian yang kurang dielaborasi adalah dinamika internal di al-Azhar, atau terkait dengan tarik ulur mengenai proyek ini, khususnya respons kepada tekanan dari luar tentang pentingnya pembaruan wacana keagamaan. Dimensi global di luar Mesir juga kurang mendapatkan sorotan dalam riset ini. Selain itu, diskusi konseptual dan teoretis tentang apa itu tradisi dan pembaruan dan persoalan otoritas keagamaan, katakanlah dari perspektif Talal Asad dan Wael Hallaq yang dianggap paling populer, tidak diikutsertakan dalam studi ini. Jadi studi ini memang masih sangat deskriptif dan menekankan studi kasus. Namun untuk suatu karya pada tingkatan master, karya ini sudah sangat baik. Saya sendiri tidak yakin ketika mengerjakan tesis master, karya saya bisa sebaik ini.

Avatar photo

Muhamad Rofiq Muzakkir

Direktur Center for Integrative Science and Islamic Civilization (CISIC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar