Santri Cendekia
credit to https://hdqwalls.com/download/1920x1080/world-war-2-typo
Home » Konflik Senjata dan Perdamaian dalam Islam

Konflik Senjata dan Perdamaian dalam Islam

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Ar-Anfal 60)

 

            Yang paling utama yang ingin ditekankan oleh penulis adalah, dengan fakta bahwa ayat-ayat yang berisi tentang perang, aturan perang, motivasi untuk berperang di dalam Al-Qur’an tidak dinasakh, itu berarti urgensi tentang jidah qital masih relevan untuk didengung-dengungkan dan dibahas sampai kapanpun. Oleh karena itu kerugian besar jika muslimin benar-benar lalai terhadap perintah dan syariat Allah berupa jihad qital. Kelalaian ini juga yang menjadi sebab muslimin menjadi bulan-bulanan di berbagai belahan bumi ini.

            Lalu kita akan masuk ke dalam surat ini, Menurut Dr. Wahbah Zuhaili, “Al-i’dad” itu berarti persiapan untuk masa yang akan datang. Sedangkan “Al-Quwwah” itu berarti kekuatan, namun kata “Al-Quwwah” di sini berbentuk isim nakirah untuk menunjukan keumuman sehingga mencakup segala bentuk jenis kekuatan, baik itu kekuatan sains dan teknologi, kekuatan politik, kekuatan harta, kekuatan senjata, hingga kekuatan fisik, yang tentunya sesuai dengan perkembangan jaman.

            Itu berarti Allah memerintahkan muslimin untuk menyiapkan dengan mastatho’tum (semampu-mampunya) berbagai jenis persiapan yang berhubungan dengan berbagai jenis kekuatan untuk apa? “turhibuuna ‘aduwwallahi wa ‘aduwaakum”!. “Al-irhab”, masih menurut Dr. Wahbah Zuhaili, adalah menimbulkan rasa takut dengan disertai rasa gemetar. Siapa yang hendak kita getarkan? Musuh Allah dan musuh muslimin, baik yang sudah terdeteksi seperti kafir harbi, yakni mereka yang jelas-jelas siap memrangi, maupun yang belum terdeteksi macam orang munafik.

Baca juga:  Membumikan Jus in Bello Islam

            Jadi menyiapkan kekuatan dalam ayat ini, bukan berarti kita hendak menyatakan perang kemana-mana. Tapi ini sebagai langkah preventif agar orang-orang yang memiliki penyakit hati dan kebencian terhadap islam bisa berpikir seribu kali untuk menzalimi muslimin. Dalam skala global, penyeimbangan kekuatan perang justru mencegah terbukanya front fisik yang sesungguhnya. Di masa Perang Dingin, Perang tidak pernah pecah secara alngsung antara Uni Soviet dan Amerika Serikat sebab keduanya tentu berhitung, kekuatan musuh terlalu beresiko untuk diserang.

            Selain itu, dengan ajang “pamer kekuatan” ini, kita bisa mengantisipasi juga ancaman yang datang dari musuh-musuh islam yang belum bisa dapat terdeteksi oleh kita. Karena mereka terlanjur gentar dengan kekuatan yang kita tunjukan, tentu tak perlu ditunjukan semuanya, ada juga yang perlu dirahasiakan. Sehingga sekali tepuk kita bisa mendapat dua lalat sekaligus.

        Lihat bagaimana sekarang beraninya musuh-musuh islam memporak-porandakan negeri-negeri islam, menistakan dan menghina islam, khususnya di negara indonesia ini. Dari mulai penghinaan yang sifatnya verbal hingga yang sudah berupa tindakan. Karena muslimin sekarang sudah sangat jauh dengan tradisi jihad yang pernah menjadi satu dari dua pilar utama peradaban islam, jihad ‘ilm dan jihad qital.

        Jangan pernah mempertentangkan antara jihad ‘ilm dan jihad qital. Keutamaan jihad ‘ilm tidak bisa meniadakan keutamaan jihad qital, dan begitupun sebaliknya. Malah justru, dua jenis jihad ini saling bersinergi sepanjang sejarah peradaban islam selama 14 abad ini.

           Perang saja tak cukup, karena tanpa disertai dengan ilmu, islam tak akan kuat bercokol di sebuah wilayah. Ilmu saja pun tak cukup, karena tanpa Jihad Qital (futuhat), tak mungkin akan ada seorang Amirul Mukminin para muhaddist seperti Imam Bukhari. Karena beliau tak berasal dari arab melainkan dari daerah bukhara, Uzbekistan. Tak akan ada pula daerah Andalusia yang pernah menjadi pusat peradaban islam dan kiblat eropa di masanya, karena andalusia berada di Spanyol, di Benua Eropa, Benua yang berbeda dengan tempat Arab berada. Tak akan ada pula kesultana Turki Ustmani yang legendaris dan pernah menguasai dunia itu, karena kesultanan itu berasal dari Turki, bukan Arab. Tak akan ada pula mega proyek khalifah Al-Ma’mun, penterjemahan besar-besaran karya-karya yunani ke dalam bahasa Arab.

Baca juga:  Menyikapi Hagia Sofia dengan Bijak.

          Intinya, para mujahid dan syuhada juga punya pahala-pahala jariyah yang sama dengan para Ulama yang hadir dalam sejarah peradaban Islam. Karena melalui tangan mereka berbagai wilayah terbuka dan lahirnya banyak kisah kejayaan islam dari daerah-daerah tersebut. Pengembangan peradaban yang menghormati ilmu dan mengembangkannya hanya muncul dari stabilitas yang terjaga. Ajaran dan perintah untuk bersia-siap menghalau invasi fisik sesungguhnya adalah pesan Islam agar tak pecah perang, sebab bila kekuatan fisik ummat diperhitungkan, tak akan ada invasi militer yang merusak jalannya aktivitas kebudayaan.

          Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufiq untuk senantisa mengumpulkan dan menyatukan berbagai kekuatan untuk sekali lagi mengulang kejayaan islam.

 

Allahu a’lam bishshawab

 

Referensi :

“Tafsir Al-Munir”, Prof. Dr. Wahbah Zuhaili

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar