Buya HAMKA, Ulama yang tegas |
PERNIKAHAN bagi umat beragama bukan hanya soal penyaluran hasrat seksual, tapi mengandung dimensi spritual. Hal itu terlihat jelas dari keterlibatan tokoh agama di dalam prosesi pernikahan hampir setiap agama. Terkhusus bagi umat Islam, telah ada aturan-aturan jelas yang harus dipatuhi dalam melaksanakan ikatan suci yang dianggap menyempurnakan separuh din tersebut. Olehnya, wajar apabila negara menjamin hal itu di dalam UU Perwakinan 1974 yang isinya menyerahkan sah tidaknya pernikahan pada ketentuan masing-masing agama.
Karena kalau RUU semacam itu hendak digolkan orang di DPR, semata-mata karena mengandalkan kekuatan pungutan suara, kegagah-perkasaan mayoritas, dengan segala kerendahan hati inginlah kami memperingatkan, kaum muslimin tidak akan memberontak, tidak akan melawan, karena mereka terang-terangan lemah. Tetapi demi kesadaran beragama, undang-undang ini tidak akan diterima, tidak akan dijalankan. Malahan ulama-ulama yang merasa dirinya sebagai pewaris nabi-nabi akan mengeluarkan fatwa haram nikah kawin Islam berdasarkan undang-undang tersebut dan hanya kawin berkawin secara Islam. Dan barangsiapa kaum muslim yang menjalankan undang-undang itu sebagai ganti rugi peraturan syariat Islam tentang perkawinan, berarti mengakui lagi satu peraturan yang lebih baik dari peraturan Allah dan Rasul. Kalau ada pengakuan yang demikian, kafirlah hukumnya.
Tambahkan komentar