Santri Cendekia
Home » Qarun dan Para Pemujanya (Al-Qasash 79-80)

Qarun dan Para Pemujanya (Al-Qasash 79-80)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar.”  (AlQashash : 79-80)

 

        Ada gula ada semut, ada Qarun ada pemujanya. Begitu mungkin ungkapan tepatnya. Orang-orang yang kurang ilmu dan memiliki kecenderungan besar terhadap dunia akan melihat Qarun sebagai seorang super star, Qarunlah junjunganku, mungkin seperti itu istilah sekarangnya. Tidaklah mengherankan, karena bagi mereka, ukuran kemuliaan dan kebahagiaan seseorang adalah tentang banyaknya harta yang dimiliki.

        Dalam sebuah hadist yang disahihkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah membagi manusia dan keterkaitan obsesi mereka soal harta menjadi 4 golongan;

Pertama: “Seorang hamba yang Allah berikan rizki berupa harta dan ilmu (agama) dan (dengan ilmu dan harta) bertaqwa kepada Rabbnya, menyambung tali silaturahmi dan beramal dengan sebenar-benarnya karena Allah. Ini merupakan kedudukan yang paling mulia lagi tinggi.”

Kedua: “Seorang hamba yang Allah berikan rizqi berupa ilmu dan tidak Allah berikan rizqi berupa harta, tapi niatnya jujur. Dia mengatakan, jika saya memiliki harta seperti si fulan niscaya akan berbuat sepertinya, maka dengan sebab niatnya tadi, pahala keduanya sama.”

Ketiga: “Seorang hamba yang Allah berikan rizqi berupa harta tapi tidak Allah berikan rizqi berupa ilmu, dia menghabiskan hartanya tanpa dasar ilmu (agama), tidak bertaqwa kepada Allah, tidak menyambung tali silahturahim, dan tidak beramal karena Allah. Ini adalah kedududkan yang paling jelek.”

Baca juga:  Tentang Alkohol dan Khamr

Keempat: “Dan seorang hamba yang tidak diberi rizqi berupa harta dan tidak pula ilmu, dan dia mengatakan (bahwa) jika saya memiliki harta niscaya akan berbuat seperti si fulan (golongan ketiga), maka dengan niatnya dosa keduanya sama.”

      Rasulullah sudah memberikan isyarat kepada kita. Bahwa memang ada golongan orang-orang yang hidupnya sangat “apes” di dunia ini. Orang-orang yang miskin dan susah hidupnya di dunia, namun hati dan jiwanya lebih miskin lagi. Miskin dari iman dan ilmu. Mereka begitu silau dan terkagum-kagum ketika melihat orang-orang kaya yang doyan bermaksiat dan membanggakan diri. Mereka pun berharap bisa memiliki harta seperti mereka,setelah itu mereka juga akan hidup bermaksiat dan membanggakan diri seperti orang –orang itu. Akhirnya derajat mereka pun sama dengan orang-orang kaya yang bermaksiat. Sudah rendah posisi di dunia, rendah pula di mata Allah. Begitulah kurang lebih gambaran dari para pemuja Qarun.

        Maka orang-orang yang memiliki ilmu pun menegur mereka, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar.” Orang-orang berilmu ini tahu betul. Bahwa hal yang lebih haq dan utama untuk menjadi perhatian dan hasrat bagi manusia adalah pahala Allah ‘azza wa jalla. Pahala ini hanya akan didapatkan oleh mereka yang mau bersabar dalam hidup ini. Bersabar untuk menekan hasrat dan kecintaannya terhadap harta benda dunia. Bukan berarti islam melarang untuk kaya, karena dalam perjuangan dakwah, kekayaan harta benda pun sangat dibutuhkan. Maka di banyak ayat di dalam Al-Qur’an, Allah selalu memotivasi dan memerintahkan orang-orang beriman untuk berjihad dengan harta dan jiwanya.

Baca juga:  Edisi 'Iedul Adha : Ibrahim dan Isma'il part 1

       Maksudnya bersabar agar menahan diri dari menumpuk harta yang tak halal, meski kondisi hidup serba sulit. Sabar untuk tak berfoya-foya, meski kaya dan mampu untuk berfoya-foya. Sabar untuk istiqomah menginfakan harta di jalan Allah meski ia sangat ingin menikmati semua harta itu untuk dirinya dan keluarganya saja. Bersabar untuk tak mudah diperbudak orang-orang berduit. Sabar tak ing

      Jika hanya soal kekayaan atau kekuasaan, Allah memberikannya kepada orang beriman maupun orang kafir. Namun jika ilmu, Allah hanya memberikannya kepada orang-orang yang Dia kehendaki kebaikan kepadanya. Maka di ayat ini, Allah menampilkan orang-orang berilmu sebagai pihak yang tidak ikut-ikutan terpukau oleh kekayaan Qarun, dan justru memberikan peringatan kepada para pemuja Qarun.

        Siapa yang tak tahu betapa kayanya Abu Bakar, Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhum? Mereka adalah orang-orang super kaya di jamannya. Abu Bakar hobinya membebaskan budak, termasuk Bilal ada di dalamnya. Ustman bin Affan, membeli sumur rumah seharga 40 ribu dirham, menyumbang ratusan kuda dan unta di perang tabuk, Abdurrahman bi ‘auf, saking besar kafilah dagangnya, hingga dikira pasukan besar yang hendak meruntuhkan madinah. Tapi apa pernah kita mendengar kisah mereka memotivasi orang untuk berlomba-lomba menjadi kaya dengan “success story”?. Yang mereka lakukan justru menginspirasi semua orang kaya, agar mengerti bagaimana kekayaan kita bisa menjadi manfaat yang besar untuk islam dan menjadi jembatan ke surga, bukan malah menggelincirkan ke neraka. Abdurrahman bin auf justru menangis ketika mengingat kekayaannya, ia takut kekayaannya justru menghambat perjalanannya ke surga. Begitulah seharusnya kita semua memandang kekayaan.

Baca juga:  Keimanan Kepada yang Ghaib sebagai Pondasi Ketaqwaan

“Allahumma laa aisya illaa aisyal akhiroh”

(Ya Allah Tuhan kami, tak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat”

 

Allahu a’lam bishshawab

 

 

 

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar