Santri Cendekia
Home » Potret Pendidikan Era Khilafah dalam Buku Ahmad Syalabi

Potret Pendidikan Era Khilafah dalam Buku Ahmad Syalabi

Oleh:  Saladin Albany (Kader Muhammadiyah)

Mengenal Ahmad Syalabi

Beliau bernama Prof. Dr. Ahmad Syalabi dilahirkan di Mesir tepatnya daerah Asy-Syirqiyah. Beliau melanjutkan kuliah di Fakultas Darul Ulum Universitas Cairo mengambil jurusan Tarbiyah dan Ilmu jiwa. Setelah memperoleh gelar B.A. Hen. Dari fakultas Darul Ulum beliau melanjutkan kuliah di London University, kemudian mengambil Doctor di Cambridge University di Inggris hingga mendapatkan gelar Ph.D dengan disertasinya berjudul History of Muslim Education. Disertasinya tersebut telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Sejarah Pendidikan Islam

Pada tahun 1955 beliau berada di Indonesia dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanahkan kepada beliau oleh Pemerintah Mesir sebagai Guru Besar PTAIN di Yogyakarta. Pada tahun 1961 beliau kembali ke Mesir menjadi Dosen di Cairo University. Keberadaan beliau di Indonesia membawa dorongan yang besar dalam pengembangan Intelektual Islam di Indonesia khususnya tentang Pendidikan Islam.

Kegelisahan Akademik

Ada beberapa hal yang melandasi buku tersebut lahir dalam pemikiran beliau, yaitu :

  1. Keterangan dari pendahuluan buku karya Paul Monroe yang berjudul The Educational Renaissance Of The Sixteenth Century yang membicarakan sejarah pendidikan di Eropa, ia berkata : sangat sulit mencoba mendapatkan keterangan-keterangan yang tepat mengenai kegiatan-kegiatan dalam bidang pengajaran pada masa-masa yang lampau, terlebih lagi mengenai keterangan yang terperinci tentang kehidupan pendidikan di Sekolah.
  2. Dr. Ahmad Syalabi memberi komentar terhadap pernyataan Paul Monroe bahwa dalam sejarah Islam juga sulit mencoba untuk mendapatkan keterangan yang valid tentang kehidupan sekolah islam pada zaman kekhalifahan.
  3. Ahli sejarah islam hanya menulis beberapa baris saja tentang sekolah terkenal yang didirikan oleh Nizamul Muluk bahkan penjelasan tentang nizamul muluk lebih kepada bagaimana perbaikan ekonimi dan militer.
  4. Risalah-risalah yang ditulis oleh ulama mengenai bidang pengajaran seperti Ibnu Jama’ah , Ibnu Shahun, Az-Zarnudji dan Al-Amili belum memuaskan para pembaca pada masa ini sebab risalah tersebut sangat ringkas dan sebagian hanya merupakan keterangan ulangan bagi yang lain.

Abstraksi Buku

Pembahasan tentang Pendidikan Islam sangat luas cakupanya. Ada yang membicarakan apa arti Pendidikan Islam itu sendiri, ada juga yang membicarakan kenapa ada Pendidikan Islam dan juga ada yang membicarakan bagaimana Pendidikan Islam itu terjadi. Disertasi dari Prof. Dr. Ahmad Syalabi ini termasuk membicarakan tentang bagaimana Pendidikan Islam itu terjadi, lebih khusus lagi membicarakan terjadinya Pendidikan Islam pada masa lalu ketika masa Kekhalifahan Islam. Secara komponen pembahasan ilmiah maka buku ini merupakan kategori buku Sejarah Islam yang khusus membahas tentang praktek Pendidikan Islam.

Penjelasan materi buku diawali dengan membahas bagaimana praktek Pendidikan Islam pada masa kekhalifahan Islam kemudian mencoba ditarik mundur apakah ada perbedaan pada masa rasul dan para sahabat. Setelah alur tersebut sudah dilakukan akhirnya dapat mengambil kesimpulan adanya perkembangan praktek Pendidikan Islam dari waktu ke waktu. Inilah alur dari pembahasan pada buku ini yang merupakan Disertasi sehingga kajian-kajian serta penelitian banyak diungkapkan. Khusus review ini membahas salah satu bagian buku yaitu bab tentang guru dan murid, salah satu bab yang ingin di ketahui bersama bagaimana keadaan guru dan murid pada masa itu.

  1. Analisis Isi

Terdapat beberapa pembahasan dalam buku Sejarah Pendidikan Islam diantaranya :

  1. Bab Tentang Guru-Guru
  2. Hubungan antara Pemerintah dengan Guru

Hubungan Pemerintah dengan Guru diawali pada masa Daulah Umayyah dan Daulah Abbasyiyah. Pada masa itu Khalifah berperan besar dalam menentukan mata pelajaran dan pengangkatan guru-guru. Hal tersebut dilakukan agar pengembangan keilmuan di daerah kekuasaan Khalifah dapat berkembang secara maksimal dan bisa lebih tertata secara manajemen kelembagaan pendidikan karena pada saat itu banyak lembaga pendidikan yang didirikan oleh negara/kekhalifahan. Sebagai contoh ketika Daulah Abbasyiyah mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad maka khalifah mengangkat sejumlah ulama untuk menerjemahkan dan diberi gaji untuk hal tersebut, Nizamul Muluk mendirikan sekolah-sekolah dengan menempatkan guru-guru dengan gaji yang tinggi.

  1. Keadaan Sosial dan Kondisi Keuangan Guru

Ada 3 macam Guru pada zaman tersebut yang masing-masing mempunyai tingkatan yang berbeda dari segi sosial dan keuangan, yaitu :

  • Mu’allim Kuttab ( Guru Kanak-kanak)

Pada zaman itu guru kanak-kanak dipandang memiliki ilmu yang kurang, tidak pantas mengajar bahkan rendah martabatnya. Pandangan seperti itu dikarenakan guru kanak-kanak terdiri dari bekas-bekas hamba sahaya dan orang zimmi yaitu orang yahudi dan nasrani yang hidup di Negara Islam dan dibawah perlindungan Islam. Pandangan selanjutnya tentang keuangan tidaklah jauh berbeda,

Baca juga:  Dakwah Semakin Merapat di Kota Santri yang Penuh Adat

Pandangan terhadap sosial guru kanak-kanak yang rendah mengakibatkan juga pada situasi keuangan mereka yang sangat rendah. Ada yang harus rela untuk bersifat zuhud yang sudah puas dengan barang yang sedikit dan tidak mempunyai keinginan-keinginan kebendaan. Adapun gaji dari guru kanak-kanak ini adalah berasal dari murid itu sendiri dalam bentuk apapun, ada beberapa bentuk pemberian dari murid kepada guru kanak-kanak. Pertama, murid membayar setiap minggu atau bulan ditambah dengan sepotong roti yang diberikan setiap minggu. Kedua, gaji yang dibayarkan apabila anak tersebut telah mengahafalkan surat.

  • Para Muaddib (Pendidik Putera-Putera Pembesar)

Muaddib bagi para putera raja yang telah melampaui masa kanak-kanak adalah suatu pekerjaan yang sangat digemari dan diinginkan. Pekerjaan sebagai muaddib dapat mendatangkan keuntungan moril dan materiil yang besar bagi yang berposisi. Karena juga dipandang sebagai pembimbing raja dan pemelihara kerajaan. Adapun situasi keuangan para muaddib diibaratkan menikmati kekayaan dan kemakmuran seperti para pembesar kerajaan itu sendiri. Ada keterangan yang menyebutkan bahwa gaji dari muaddib adalah 70 dinar per bulan seperti yang dilakukan Muhammad bin Abdillah kepada muaddib bernama Tsa’lab.

  • Guru-guru di Masjid dan Madrasah (Ulama)

Guru-guru dari golongan ini telah beruntung mendapatkan kehormatan dan penghargaan yang tinggi  dan orang hampir tidak menemukan sesuatu yang dapat mengurangi gengsi atau menurunkan nilai sosial mereka. Adapun keterangan situasi keuangan yang dimiliki oleh guru disekolah berkisar sampai 300 dinar perbulan seperti yang diterima Az-Zajjaj ketika menjadi fuqaha dan ulama di sekolah.

Demikian catatan tentang macam-macam guru yang terdapat dalam buku ini. Sekiranya memang perlu untuk memahami akan keadaan guru dari segi sosial dan ekonomi, sehingga kita juga dapat merasakan bagaimana kalau kita menjadi guru pada zaman itu.

  1. Guru Besar Sekolah Nizamiyah

Sekolah Nizamiyah merupakan perguruan tinggi setingkat universitas untuk menyebarkan dan melakukan kajian keilmuan secara mendalam. Oleh karena itu guru-guru yang dipilih merupakan ulama terkemuka pada masa itu. Diantara nama yang kita kenal yaitu Abu Hamid Al-Ghazali atau Imam al-Ghazali pengarang kitab Ihya Ulumidin, sehingga siapapun yang mengajar di Sekolah Nizamiyah merupakan Guru Besar yang dari segi sosial menempati posisi yang tinggi martabatnya dan dari segi ekonomi tercukupi karena gaji yang diterimanya. Keterangan tempat Sekolah Nizamiyah berada di daerah Baghdad dan sekitarnya, karena Sekolah Nizamiyah banyak jumlahnya namun pusatnya di Baghdad yang didirikan oleh Nizamul Muluk.

  1. Para Pengulang (Asisten Ulama/Guru Besar)

Terdapat istilah yang sama dengan keadaan masa kini dari apa yang ada pada Zaman Kekhalifahan yaitu asisten ulama. Dia bukan guru atau ulama tetapi kedudukanya lebih tinggi dari para pelajar biasa, dia bertugas untuk membantu para pelajar dalam mengulangi pelajaran sesudah guru mereka memberikan kuliah. Selain itu tugas dari asisten adalah menjelaskan bagian-bagian yang sulit dari mata pelajaran, membantu para pelajar yang kecerdasanya terbatas. Jabatan asisten ini baru muncul pada abad ke 5 H berdasarkan keterangan bahwa asisten terkait dengan adanya sekolah dan sekolah baru lahir pada abad ke 5 H.

Asisten ini merupakan pelajar yang terpilih karena kecerdasanya yang menonjol diantara para pelajar lain. Pada masa kekuasaan Bani Ayyub jabatan asisten merupakan idaman dalam masyarakat khususnya pelajar bahkan jarang sekali pada masa itu sekolah yang tidak mempunyai asisten ulama/guru. Jabatan ini juga merupakan bukti bahwa proses pendidikan yang berjalan ketika itu memang sangat antusias dalam hal keinginan mencari ilmu terkhusus bagi para pelajar.

  1. Mental dan kewajiban Guru terhadap Murid

Al-Qalqasyandi mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon guru antara lain perawakanya bagus, keningnya jelas, dahinya lebar dan tiada ditumbuhi rambut, kecerdasan yang tinggi, cepat memahami, adil, suci batin dan lapang dada. adapun lebih rinci diungkapkan pada buku ini tentang kewajiban guru terhadap murid yaitu :

  • Bersikap kasih sayang terhadap murid selayaknya anaknya sendiri
  • Selalu memberikan nasehat yang bijak misalnya menyadarkan bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk memperoleh pendidikan dan mendekatkan diri kepada Allah
  • Memperhatikan akhlak murid tidak hanya memperhatikan kepintaranya
  • Tidak memakai kekerasan kecuali dalam keadaan darurat
  • Berusaha mendidik agar murid mempunyai kecakapan ijtihad dan melakukan penyelidikan sendiri (CBSA)
  • Menjadi suri tauladan yang baik
  • Memperlakukan setara antar murid tanpa ada diskriminasi
  • Menyadarkan murid sesuai tingkat kualitas Intelektual
  1. Ijazah Ilmiyah

Ijazah dalam buku ini mengandung pengertian suatu istilah yang menunjukan adanya izin yang diberikan syekh kepada seseorang untuk meriwayatkan hadits-hadits tertentu yang diriwayatkan oleh syekh tersebut atau ijazah adalah izin untuk mengajarkan suatu kitab yang telah dikarangnya. Ijazah ilmiyah ini sebagai bukti tingkatan ilmu seseorang yang menerimanya, sebab para syekh tidak bersedia memberikan ijazah jika kualifikasi seseorang belum pantas untuk mengajarkan buku syekh tersebut atau meriwayatkan hadits dari syekh tersebut.

  1. Hukuman dan Penghargaan
Baca juga:  Antropologi Syariah: Kajian Brinkley Messick terhadap Fikih Zaidiyyah

Urutan hukuman yang dikutip oleh Prof. Dr. Ahmad Syalabi salah satunya ialah dari Ibnu Miskawaih dengan ada 4 tahapan. Pertama kali melakukan kesalahan anak tersebut hendaknya dimaafkan, kedua kali melakukan kesalahan hendaknya ditegur secara tidak langsung, ketiga kali melakukan kesalahan hendaknya ditegur secara langsung kepada murid, keempat kali melakukan kesalahan maka dipukul dengan pukulan ringan. Apabila murid tersebut masih melakukan kesalahan lagi yang kelima kali maka guru hendaklah membiarkan saja untuk sementara waktu kemudian diulangi lagi 4 tahapan peneguran terhadap anak tadi.

Adapun 3 syarat melakukan hukuman kekerasan yang harus diperhatikan oleh guru :

  • Hukuman hanya boleh dilakukan terhadap anak yang telah berusia lebih dari 10 tahun dan tidak boleh juga terhadap anak yang sudah berusia lanjut atau dewasa
  • Guru menggunakan hukuman kekerasan terhadap hal-hal yang perlu dan sangat mendesak, jika terpaksa melakukanya maka hendaklah dilandasi dengan rasa kasih sayang bukan dengan amarah
  • Memukul dengan tidak begitu keras yang mengakibatkan cacat, pukulan tersebut tidak di daerah kepala dan mukanya.

Adapun penghargaan yang diberikan kepada murid yang mempunyai kriteria sebagai berikut :

  • Penghargaan berupa pujian, motivasi dan benda yang menyenangkan
  • Diberikan bagi yang mempunyai akhlak yang baik (emosional dan spiritual)
  • Diberikan bagi yang telah menghafal kitab (Intelektual)
  • Penghargaan juga dapat berupa uang
  1. Serikat Pekerja Kaum Guru

Pada abad pertengahan kaum muslim telah membuat suatu perkumpulan guru-guru  yang disebut Serikat Guru. Ini terjadi karena kuantitas guru yang banyak sehingga menciptakan ide untuk membuat Serikat Guru dan perkumpulan ini sangat besar pengaruhnya terhadap negara. Selain itu profesi-profesin lain juga membuat suatu perkumpulan diantaranya tukang sapu membuat perkumpulan tukang sapu.

 

  1. Bab tentang Murid-Murid
  2. Melatih Anak-Anak Muslim

Kewajiban bagi seorang orang tua untuk anaknya yang terpenting adalah membiasakan perilaku yang baik pada anak dan menghindari untuk membiasakan perlaku yang buruk. Anak-anak merupakan makhluk yang cepat sekali meniru, maka pada usia emasnya itu orang tua wajib mendidiknya dengan baik. Anak harus diberikan kesibukan dalam kebaikan misalnya masuk sekolah untuk mempelajari Al-Qur’an agar tertanam jiwa yang shaleh, jika waktunya bermain maka dipersilahkan untuk bermain dan jangan menahan anak untuk bergerak karena jika pada usia anak-anak sudah dilarang untuk bergerak nanti ketika tumbuh dewasa akan menjadi seorang pemalas.

  1. Persamaan Kesempatan Belajar

Kesempatan belajar di negeri islam ketika itu sangat diperhatikan dalam semua tingkat pendidikan sehingga kemiskinan tidak menjadi halangan untuk belajar. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh nizamul muluk yang memberikan bantuan bagi 6000 pelajar bahkan memberikan tunjangan bagi mereka.

  1. Pengarahan Murid Menurut Bakat Masing-Masing

Pada abad pertengahan kaum muslimin telah mengenal ide tentang pengarahan murid-murid menurut bakatnya masing-masing. Sebagai contoh apabila anak tersebut suka dengan hafalan maka diarahkan untuk mempelajari Ilmu Hadits, jika suka berfikir secara mendalam maka ia diarahkan untuk mendalami Ilmu Filsafat, Ilmu Kalam. Imam Bukhari mula-mula mendalami Ilmu Fiqh namun gurunya bernama Muhammad Bin Hasan melihat Imam Bukhari lebih sesuai untuk belajar Ilmu Hadits maka semenjak itu Imam Bukhari mendalami Ilmu Hadits dan menjadi tokoh intelektual dalam bidang tersebut.

  1. Usia Belajar
Baca juga:  Buya Hamka: Pribadi yang Berjiwa Besar dan Pemaaf

Ada catatan dalam buku ini tentang kapan manusia hendaknya menuntut ilmu diantaranya :

  • Yang pasti menuntut ilmu dilakukan sepanjang hayat sebagaimana keterangan yang ada di hadits Nabi Muhammad saw
  • Pelajar hendaknya seorang yang muda usianya, jiwanya tidak terpengaruh oleh hal-hal duniawi dan hendaknya memanfaatkan waktu kosongnya.
  • Sebaiknya bagi seorang pelajar agar sedapat mungkin tetap membujang selama masa-masa sekolahnya
  • Segera memberikan pelajaran kepada anak-anak sebelum ia sibuk dengan berbagai macam pekerjaan, karena orang yang dewasa walaupun akalnya lebih matang namun batinya bimbang.
  1. Jumlah Murid dalam Satu Kelas atau Kelompok

Ada berbagai keterangan tentang jumlah pelajar ketika proses pembelajaran itu berlangsung, diantaranya :

  • Kelompok yang dipimpin oleh An-Nisyaburi terdapat 400 ahli fiqh
  • Kelompok Abu At-Thajib Ash Saluky mufti kota Nisyabur pernah diikuti lebih dari 500 pelajar
  • Al-Mustansir telah menyediakan di sekolahnya 75 orang pelajar untuk masing-masing guru
  • Daerah Damaskus dan Mesir jumlah pelajar untuk seorang guru paling banyak 20 orang
  • Sekolah Sitti Syam Al-Jawaniyah menetapkan syarat pelajar tidak boleh lebih dari 20 orang termasuk seorang guru bantu
  • Sekolah al-Majiyyah di Mesir menetapkan guru bantu dan 20 orang pelajar
  • Kelompok yang dipimpin oleh imam al-Haramain disekolah Nizamiyah di Nisyabury telah diikuti 300 pelajar

Contoh diatas terjadi pada tingkatan perguruan tinggi, adapun tingkatan sekolah kuttab atau anak-anak maka guru hendaknya mencegah banyaknya murid. Jika murid tambah banyak maka guru harus ditambah agar pembelajaran terhadap anak dapat berjalan efektif mengingat usia anak-anak yang masih butuh bimbingan yang lebih.

  1. Pendidikan bagi kaum wanita

Pendidikan bagi kaum wanita muslimah memang belum merata sebagaimana pendidikan bagi kaum laki-laki muslim. Jumlah pelajar wanita lebih sedikit dari pada pelajar laki-laki, kenapa hal tersebut dapat terjadi? . alasan yang paling bijak yaitu bahwa yang menghalangi wanita muslimah menuntut ilmu karena kesukaran dalam pengembaraan ketempat yang jauh dan pandangan kehidupan yang sederhana bagi penuntut ilmu, padahal orang arab telah biasa menempatkan wanita pada tempat dan martabat yang mulia sehingga mereka tidak membiarkan kaum wanita mengalami kesulitan hidup yang dialami para penuntut ilmu.

Para kaum wanita mayoritas tidak sekolah di kuttab pada waktu anak-anak dan tidak juga bergabung dalam kelompok studi dengan laki-laki ketika sudah dewasa, melainkan wanita muslimah menerima pelajaran di rumah dari salah satu anggota keluarga atau dari seorang guru yang khusus didatangkan untuk mereka. Walaupun dengan cara pendidikan seperti itu namun muncul beberapa ulama wanita yang mempunyai kualitas tidak kalah dari laki-laki, diantaranya :

  • Bidang Ilmu agama : Nafsah binti Hasan bin Zaid dan Hasan bin Ali perawi Hadits
  • Bidang Ilmu Sastra : Rabiah aladawiyah
  • Bidang Musik dan Menyanyi : Jamilah bekas hamba sahaya Bani Salim
  • Bidang Ilmu Kedokteran : Zainab dokter wanita dari Bani Aud
  • Bidang Militer : Az-Zarqa binti Adi Al-Hamdaniyah
  • Bidang Politik Pemerintahan : Al-Chaizuran
  • Bidang Sosial : Zubaidah istri Khalifah Harun ar-Rasyid
  1. Model Sekolah Berasrama

Sekolah berasrama merupakan ciri dari Sekolah Islam pada Zaman Kekhalifahan. Sekolah pertama yang menerapkan asrama ialah al-Azhar yang kemudian menyebar ke sekolah-sekolah lainya. Di Irak sekolah Nizamiyah dengan posisi asrama dan sekolah yang letaknya terpadu. Asrama tersebut juga mempunyai aturan bagi pelajar dan tidak lupa fasilitas yang memadai merupakan usaha agar pembelajaran dengan sistem asrama dapat berjalan efektif.

Penutup

Buku ini dapat menjadi pengangan beberapa akademisi muslim dalam bidang Pendidikan Islam khususnya para pelaku stakeholder Lembaga Pendidikan Islam. Pada masa Islam dahulu telah ada model dan pengalaman yang bisa dijadikan refleksi bersama tentang bagaimana keadaan lembaga Pendidikan Islam saat ini khususnya tentang guru dan murid. Gambaran bagaimana sistem yang baik untuk manajemen guru dan konsep yang tepat untuk mengelola dan mengembangakan kualitas murid ternyata menjadi perhatian dari zaman dahulu kala. Maka menjadi penting bagi setiap lembaga pendidikan Islam menempatkan guru dan murid menjadi obyek utama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

 

 

Avatar photo

Redaksi Santricendekia

Kirim tulisan ke santricendekia.com melalui email: [email protected]

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar