Pertanyaannya, Apakah sebenarnya misi dibalik gender? Mengapa Gender memaknai adil dalamhubungan pria dan wanita harus sama rata dibidang apa saja? Benarkah demikian cara hidup antara laki-laki dan wanita yang sebenarnya dalam Islam? Selanjutnya tulisan ini berusaha ingin mengulas singkat, tentang permasalahan diatas.
Secara defenisi kajian ini memiliki makna yang sama, akan tetapi secara konotasi memiliki arti yang berbeda. Pembicaraan tentang masalah gender biasanya diawali dengan pembedaan secara ketat antara dua istilah, yaitu “gender ” dan “sex”. Kedua istilah ini memiliki makna yang sama yaitu: “jenis kelamin”. Namun keduanya berbeda dalam konotasinya, “Sex” berkonotasi natural dan bersifat “given”; karenanya ciri-ciri yang dikandungnya merupakan ciri-ciri biologis. Sedangkan “gender” berkonotasi kebiasaan atau sifat-sifat sebagai human constructionatau social and cultural construction. Jika “sex” adalah segala sifat dan cirinya tidak bisa dipertukarkan, maka pada “gender”dapat dipertukarkan.[4] Demikian sekilas defenisi sederhana menjelaskan perbedaan keduanyasebagai “jenis kelamin”.
Perbedaan ini mulai diungkapkan secara “ilmiah” oleh Charles Darwin dalam bukunya, The Descent of Man. Darwin di percaya oleh seorang ilmuwan wanita, M.A. Hardaker yang menulis di majalah popular Science Monthly (1882) bahwa “wanita mempunyai kemampuan berpikir dan kreativitas yang lebih rendah dari pada pria, tetapi wanita mempunyai kemampuan intuisi dan persepsi yang lebih unggul.” Perbedaan lainnya dalam hal fisik antara pria dan wantia sangat jelas terlihat; rata-rata pria mempunyai fisik dan otot-otot yang lebih besar dari pada wanita. Sedangkan wanita mempunyai struktur tulang pelvic lebih besar, yang memang sesuai untuk menyokong kehamilan. Oleh karena perbedaan ini dikatakan dapat menghambatpara wanita untuk dapat berlari secepat pria, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan otot-otot besar.
Namun dengan keadaan seperti itu,wanita bisa mengandung dan meneruskan populasi manusia. Perbedaan selanjutnya adalah pada hormon. Perbedaan hormon mempengaruhi tingkat agresivitas pria dibandingkan wanita. Sedangkan perubahan hormon pada wanita semasa siklus menstruasi, kehamilan, dan menyusui, adalah sifat khusus feminin. Sifat feminin yang bersumber dari hormon ini ternyata dibutuhkan oleh bayi yang tidak berdaya. Tanpa adanya figur feminin yang mengasuhnya, maka kelangsungan hidup manusia tidak dapat berjalan sehat. Demikianlah keharmonisan alami yang tercipta dalam hal fisik.
Dalam buku “Membiarkan berbeda” pada bab “Menuju Kesatuan Harmonis melalui Penghormatan Nature dan Pria”, Ratna Megawangi menunjukkan bahwa walaupun wanita modern cenderung ingin mandiri, mendapatkan hak otonomi yang sejajar dengan pria, ternyata mereka tetap mengidolakan pria yang mau memberikan komitmen. Ini menunjukkan bahwa ada konflik batin dalam diri manusia modern baik pria maupun perempuan. Jauh di lubuk hati para pria dan wanita, sebenarnya mereka masih merindukan adanya saling ketergantungan. Wanita perlu disayangi, dilindungi, dan priapun ingin diakui bahwa ia mampu memberikan perlindungan. Namun obsesi otonomi individu bebas dan mandiri, kadangkala telah mengorup naluri manusia yang sebetulnya butuh ketergantungan.
Dapat mengembangkan kediriannya secara komplet. Serta dapat meningkatkan kepandaiannya sesuai dengan kapasitasnya. Pria dan wanita sebagai individu berhak untuk dapat mencari identitas dirinya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Berbicara tentang kapasitas, maka kita tidak akan lepas dari keragamaan yang ada pada tingkat individu (entah itu disebabkan oleh faktor nature atau nurture).
Tambahkan komentar