Golongan ini,juga dibagi dua klasifikasi lagi, yaitu:
Dalam level negara/pemerintahan, Ahlu Dzimmah memiliki hak sebagaimana hak kaum muslimin (termasuk politik), dan memiliki kewajiban sebagaimana kewajiban muslimin (kecuali dalam hal yang menyangkut konsekuensi syari’at masing2). Ahlu Dzimmah wajib dibela dan dilindungi sebagaimana muslimin membela dan melindungi saudaranya sesama muslim.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS.16:125)
“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka…” (QS.42:15)
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat…” (QS.2:256)
“Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir…” (QS.18:29)
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya…” (QS.2:272)
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.60:8 )
“…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…” (QS.5:8 )
“Doa seorang yang teraniaya (diperlakukan tidak adil), meskipun ia orang kafir, tidak ada tirai yang menutupinya (untuk dikabulkan).” (HR. Ahmad dalam “musnad”nya).
Dalam batas-batas tertentu yang tidak terkait dengan aqidah dasar dan keyakinan agama, tidak dilarang bagi seorang muslim untuk saling tolong dengan sesama pemeluk agama lain.
Misalnya kegiatan saling membantu dalam masalah umum, antara lain menjengung mereka yang sakit, atau menghormati bila ada yang meninggal. Karena Rasulullah SAW ikut berdiri ketika jenazah tetangganya yang yahudi sedang diarak menuju pekuburan.
Semasa hidupnya Rasulullah SAW sering bermuamalah dengan orang-orang yahudi dan nasrani, bahkan dengan penyembah berhala sekali pun. Kepada tetangganya yang yahudi, Rasulullah SAW pernah berhutang dengan menggadaikan baju besinya. Sewaktu di Mekkah, orang-orang musyrikin Mekkah malah menitipkan harta benda
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.
“tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu (menyerah) maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.” (QS.4:90)
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.8:61)
TERHADAP ORANG KAFIR
Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.
yaa benar sekali, dan beliau memperlihatkan toleransi sejati ketika menaklukan Mekkah pada dekade berikutnya…