“Musa” harus merangkul “Harun” dan”Penyihir Fir’aun” |
Dalam konteks dakwah kampus, sosok-sosok Harun adalah mereka yang selama ini dipandang sebagai “mahasiswa kupu-kupu masjid, kuliah-pulang-masjid”. Mereka yang rajin ke masjid kampus, tapi tidak aktif di satu pun organisasi mahasiswa Islam. Mereka perlu didekati, dan disuntikan ruh perjuangan agar mereka mau mengarahkan potensi mereka untuk perjuangan. Seperti Harun yang kemampuan fasihnya untuk berbicara di depan tiran “dimanfaatkan” oleh Musa. Mahasiswa “kupu-kupu masjid” ini mungkin jago desain, mungkin mahasiswa kedokteran yang hebat, mungkin mahasiswa yang mengelola bisnis start-up, dan lainnya. Potensi mereka ini mesti di arahkan, agar menjadi juru bicara dakwah bil hal.
Dalam menghadapi penyihir Fir’aun, aktivis dakwah kampus, para Musa, memang butuh amunisi yang lebih. Mereka harus mengetahui letak kerusakan ilmu, kehilangan adab, yang menjadi problem utama umat manusia saat ini. Inilah sebabnya, aktivisme tidak boleh membuat kau alpa membaca, alpa menelaah dan merenungi hal-hal filsofis. Jika Musa malas membaca, maka lingkungan kampus akan dimenangkan oleh Samiri, ideolog sesat yang ilmunya mendalam. Lebih dari itu, para penyihir Fir’aun tidak akan bisa disadarkan.
Tambahkan komentar