Santri Cendekia
Home » Syaithan dan “Ultimate Weapon”nya (Al-Baqarah : 169)

Syaithan dan “Ultimate Weapon”nya (Al-Baqarah : 169)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

 Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat buruk, keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah:169)

Dalam ayat ini, Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kita isyarat tentang 3 jenis tingkatan godaan syaithan kepada manusia.

  1. Mengajak manusia kepada perkara-perkara yang buruk. Misalnya berbuat zalim terhadap orang lain, meninggalkan salat, menikmati barang haram, mencuri, menganiaya, dan sebagainya.
  2. Mengajak manusia kepada perkara yang keji (fahisyah). Misalnya berzina, mencabuli, LGBT, selingkuh, dan sebagainya.
  3. Mengajak manusia untuk berbicara hal-hal ngawur dan melampaui batas tentang Allah, sifat, dzat, maupun perbuatannya tanpa ilmu dan dasar yang jelas. Misalnya mengeluarkan statement-statement sesat yang sifatnya bertentangan dengan nilai-nilai ketauhidan seperti paham-paham liberalisme, sekulerisme, pluralisme, jabariyyah, qodariyyah, dan sebagainya.

Untuk jenis tingkatan pertama dan tingkatan kedua mungkin kita sudah sama-sama paham dan mengerti. Bahwa memang dosa dari perbuatan keji (fahisyah) itu tingkatannnya di atas daripada dosa akibat perbuatan-perbuatan yang buruk. Perbuatan keji (fahisyah) itu sendiri adalah jenis perbuatan yang menjijikan dan menyalahi fitrah manusia hingga tanpa mengerti agama dengan dalam pun, fitrah manusia akan menolak perbuatan ini. Misalnya berzina, orang tua mana yang senang anaknya dizinah? Anak mana yang senang ibunya dizinahi? Saudara mana yang senang saudarinya dizinahi? Fitrah manusia pasti menolak, kecuali yang memang fitrahnya sudah rusak. LGBT? Ini lebih rusak lagi, tidak perlu penulis sampaikan lebih detail betapa menjijikannya perbuatan ini.

Oleh karena jenis-jenis perbuatan keji ditolak oleh fitrah manusia, biasanya para pelaku dari tindakan keji ini membutuh legitimasi hukum atau legitimasi dari pihak yang memiliki posisi tinggi di tengah-tengah umat/ masyarakat agar perbuatan ini bisa eksis atau di terima secara paksa di tengah masyarakat. Misalnya dengan gerakan mendukung dan membangun lokalisasi dengan alasan basi untuk mencegah liarnya perkembangan prostitusi, menolak pengajuan RUU Pornografi dan Pornoaksi dengan alasan mengekang kebebasan berekspresi, mengkampanyekan gerakan LGBT di mana-mana dan memberikan tekanan terhadap pemerintah hingga akhirnya di beberapa negara, LGBT mendapatkan pengesahan, na’udzubillahi min dzalik. Semoga kita semua istiqomah menentang dan memerangi penyebaran berbagai perbuatan keji di dunia ini. Karena ketika perbuatan keji sudah merebak di sebuah negeri, negeri tersebut sudah menghalalkan agar adzab Allah turun atas mereka.

Baca juga:  Madrasah Nabi Yusuf

Jika zina dan riba tampak menonjol (tersebar luas) di suatu negeri, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Namun, ternyata, mengajak manusia untuk melakukan perbuatan keji itu belum menjadi ultimate weapon dari syaithan untuk menyesatkan manusia. Tipu daya yang paling kuat adalah, mengajak manusia untuk berkata-kata, berpendapat, berstatement apapun tentang Sifat, Dzat, Perbuatan Allah tanpa ilmu dan landasan yang tepat.

Mengapa Allah menggunakan frasa “berkata”? Bukankah berpikir atau meyakini tentang Allah tanpa ilmu dan landasan yang tepat pun juga sudah merupakan kesalahan? Betul, tetapi, orang yang sudah mengeluarkan statement tentang pemikiran-pemikirannya yang sesat bin nyeleneh, biasanya akan menghasilkan pengikut-pengikut yang juga akan terus menerus menyampaikan pemikiran sesatnya kepada orang lain dan dilakukan turun menurun ke generasi selanjutnya. Hingga skala kerusakan yang terjadi biasanya besar dan bahkan bisa terus ada hingga akhir jaman, na’udzubillahi min dzalik.

Ketika kerusakan dan struktur berpikir manusia tentang Allah sudah salah, biasanya kaca mata mereka dalam memandang segala sesuatu juga tidak akan lagi tepat. Kalau sudah begini, merebaknya perbuatan-perbuatan buruk dan keji tinggal menunggu waktu. Karena bagi generasi yang sudah rusak semacam ini, kebenaran bukan lagi di tangan Allah, tetapi di tangan kesepakatan di antara mereka dan di tangan tokoh-tokoh mereka. Misalnya pendapat Sumanto Al-Qurthuby, salah seorang tokoh JIL yang merupakan lulusan Fak. Syarih IAIN semarang, pernah membuat tulisan yang berjudul ”Agama, Seks, dan Moral”. Salah satu quotes yang ada di dalam tulisan ini adalah,

“Saya rasa Tuhan tidak mempunyai urusan dengan seksualitas. Jangankan masalah seksual, persoalan agama atau keyakinan saja yang sangat fundamental, Tuhan – seperti secara eksplisit tertuang dalam Alqur’an – telah membebaskan manusia untuk memilih: menjadi mukmin atau kafir. Maka, jika masalah keyakinan saja Tuhan tidak perduli, apalagi masalah seks? Jika kita mengandaikan Tuhan akan mengutuk sebuah praktik ”seks bebas” atau praktik seks yang tidak mengikuti aturan resmi seperti tercantum dalam diktum keagamaan, maka sesungguhnya kita tanpa sadar telah merendahkan martabat Tuhan itu sendiri. Jika agama masih mengurusi seksualitas dan alat kelamin, itu menunjukkan rendahnya kualitas agama itu”. [1]

Baca juga:  Pluralisme Agama: antara Frithjof Schuon dan Ibnu Arabi

Atau perkataan seorang Profesor IAIN Syarif Hidayatullah yang bernama Musdah Mulia soal LGBT,

“Menurut hemat saya, yang dilarang dalam teks-teks suci tersebut lebih tertuju kepada perilaku seksualnya, bukan pada orientasi seksualnya. Mengapa? sebab, menjadi heteroseksual, homoseksual (gay dan lesbi), dan biseksual adalah kodrati, sesuatu yang given atau dalam bahasa fikih disebut sunnatullah. Sementara perilaku seksual bersifat kontruksi manusia. Jika hubungan sejenis atau homo, baik gay atau lesbi sungguh-sungguh menjamin kepada pencapaian-pencapaian tujuan dasar tadi maka hubungan demikian dapat diterima. [2]

Beberapa statement di atas adalah jenis-jenis perkataan orang-orang yang sukses dikaderisasi oleh Syaithan dengan ultimate weapon nya. Perkataan orang-orang yang sedang mencoba melegitimasi jenis-jenis perbuatan keji akibat kegagalan pengenalan mereka kepada Allah dengan ilmu yang haq. Jika pemikiran sudah rusak, yang halal bisa jadi haram. Yang haram bisa jadi halal.

 

Allahu a’lam bishshawab

 

[1] “Agama, Seks, dan Moral”, Sumanto Al-Qurthuby, 2009

[2] Majalah Tabligh DTDK PP Muhammadiyah, 2008

 

 

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar