Santri Cendekia
al-Khabir
Home » Tadabbur Asmaul Husna : Al-Khabir (Yang Mengetahui Perkara Batin)

Tadabbur Asmaul Husna : Al-Khabir (Yang Mengetahui Perkara Batin)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

 

Definisi ‘Ulama

Al-Khabir, menurut Imam Al-Ghazali, berarti Dzat yang yang pengetahuan-Nya tak pernah luput terhadap semua yang tersembunyi. Yang Mengetahui segala sesuatu di kerajaan dan kekuasaan-Nya, baik itu partikel atom yang bergerak dan diam, ataupun hati yang bergejolak dan yang tenang [1]. Ketika menafsirkan nama Allah Al-Khabir pada surah Al-An’am ayat 18, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ia adalah yang menyingkap pengetahuan terhadap hal-hal yang bersifat rahasia, apa-apa yang ada dalam hati, dan perkara-perkara yang tersembunyi.[2]

Allah ‘Azza wa Jalla juga menyandingkan Asma Al-Khabir dengan Al-‘Alim di beberapa ayat di dalam Al-Qur’an,

“..Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat : 13).

“..Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (At-Tahrim : 3)

Lalu apa yang menjadi titik perbedaan antara Al-‘Alim dengan Al-Khabir?

Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, al-‘ilmu itu zhahir (bagian luar dari pengetahuan), sedangkan al-khibrah merupakan batin (bagian dalam yang tersembunyi). Dan merupakan kesempurnaan ilmu adalah ketika mampu menyingkap al-khibrah tersebut. Dengan begitu al-khibrah merupakan bagian dalam dari ilmu serta kesempurnaannya.”[3]

Pembahasan

Dengan sifat Al-Khabir, Allah mengetahui perkara-perkara yang sifatnya tersembunyi dan batiniyah. Allah mengetahui hati-hati yang ikhlas dan riya’, yang jujur dan yang khianat, yang istiqomah dan yang goyah, yang bersih dan yang dengki. Allah pun akan tahu kemana hati ini berwala’ dan ber-bara’. Allah akan tahu mana hati yang membenci apa-apa yang dibenci Allah dan mana hati yang justru mencintai apa-apa yang dibenci Allah. Mana hati yang tunduk kepada Allah, dan mana hati yang benci dan selalu memberontak terhadap hukum-hukum Allah. Mana hati yang senantiasa mencari ridho Allah, mana yang hati yang lebih mencari ridho manusia. Mana hati yang bersyukur dan mana hati yang kufur, dan berbagai macam kondisi hati lainnya. Allah teliti dan mampu membedakan dan ganjaran antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya berdasarkan kondisi hatinya.

Baca juga:  Sekte Akhir Zaman ini adalah Penyokong Utama Israel

Di dalam perang mu’tah, Rasulullah Shalllahu ‘alaihi wa sallam memberikan amanah kepada tiga orang untuk saling menggantikan menjadi panglima perang ketika salah satunya wafat. Ketiga orang tersebut adalah Zaid bin Haritsah ra, Ja’far bin Abu Thalib ra, dan Abdullah bin Rawahah ra. Akhirnya ketiganya wafat sebagai syahid. Rasulullah melihat ketiganya sedang bertelekan di ranjang emas disurga. namun Rasulullah berkata kepada para sahabat bahwa ranjang milik Ibnu Rawahah lebih miring sedikit. Hal itu dikarenakan Ibnu Rawahah adalah orang yang ditugasi menjadi panglima perang ketiga apabila Zaid dan Ja’far wafat.

Ketika sudah mengambil peran sebagai panglima perang ketiga, sekilas timbul sedikit rasa kecut yang akhirnya membuat beliau terhenti sesaat dari peperangan. Namun, Ibnu Rawahah segera menepis perasaan tersebut dan maju terus ke medan pertempuran hingga mati syahid[4]. Miringnya ranjang Ibnu Rawahah adalah salah satu bentuk dari sifat Al-Khabir Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Maha Tahu segala jenis sesuatu yang lewat di dalam hati hamba-Nya meski itu hanya sesaat. Dan tentu, hal ini tidak mengurangi kemuliaan Ibnu Rawahah sebagai seorang sahabat yang telah berhasil mendapatkan status syuhada di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

Itulah mengapa, Imam An-Nawawi menjadika BAB NIAT sebagai BAB pertama dalam kitab master piecenya, “Riyadushshalihin”. Itulah mengapa Rasulullah, menjadikan step “tazkiyatun nafs” sebelum tahap ‘ta’allumal kitab dan hikmah”. Karena dalam islam, membersihkan perkara batin harus dilakukan lebih dahulu dan utama dibandingankan membersihkan perkara-perkara zahir yang ada pada diri kita.

Karena urusan batin, ibadah kita bisa berbuah dosa..

Karena urusan batin, amalan mubah kita bisa berbuah pahala..

Karena urusan batin, menentukan ilmu seseorang mengantarkannya pada kebenaran atau kesesatan..

Baca juga:  Allah Al Hafîzh dan Kebatilan Paham Mekanisme Alam dan Deisme.

Karena urusan batin, seorang muslim bisa menjadi kafir..

Allahu a’lam bishshawab

[1] Al-manhaj Al-asma, Al-Ghazali

[2] Taisir Karim ar-Rahman, Abdurrahman As-Sa’di, 251.

[3] Badai’ al-Fawaid. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.

[4] Biografi 60 Sahabat, Khalid Muhammad Khalid

 

 

irfan fahmi

mencoba memahami makna dari surat-surat cinta yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar