Santri Cendekia
Home » Tiga Kali Tidak Shalat Jumat, Kafir?

Tiga Kali Tidak Shalat Jumat, Kafir?

Tiga  Kali Meninggalkan Shalat Jum’at  saat Pandemi Covid-19, Apakah termasuk Kafir?

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. Saya “H” ingin bertanya kepada asatidz Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Bagaimana takhrij hadis yang menyatakan “jika meninggalkan shalat Jum’at 3x maka dianggap kafir”. Apakah memang begitu makna hadisnya? Ada yang mengatakan bahwa bukan menjadi kafir. Bagaimana perihal tersebut?

Jazakallahu Khairan atas jawabannya.

Jawaban:

Terkait dengan hadis tentang ancaman bagi orang meninggalkan shalat Jum’at 3x, diriwayatkan oleh beberapa imam ahli hadis, antara lain oleh imam at-Tirmidzi dengan derajat Hasan, sebagai berikut:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ عَبِيدَةَ بْنِ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي الْجَعْدِ يَعْنِي الضَّمْرِيَّ وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ فِيمَا زَعَمَ مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ. (رواه الترمذي)

 ‘Ali bin Khasyram telah bercerita kepada kami …[dari] Muhammad bin Amru dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang meninggalkan shalat Jum’at sebanyak tiga kali karena meremehkannya, maka Allah akan menutup hatinya (HR. At-Tirmidzi).

Selain imam at-Tirmidzi, matan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan lafaz yang sama, namun beliau juga meriwayatkan dengan lafaz yang berbeda yaitu “من غير ضرورة” (tanpa adanya kedaruratan), sedangkan imam Ahmad meriwayatkan dengan lafaz “من غير عذر” (tanpa adanya uzur) dan “من غير ضرورة” (tanpa adanya kedaruratan).

Maka keberadaan hadis at-Tirmidzi tersebut semakin kuat dengan adanya beberapa hadis penguat tentang ancaman sekaligus hukuman bagi orang yang meninggalkan shalat Jum’at tiga kali (tanpa menjelaskan secara berurutan atau tidak).

Hadis ini tidak bisa (tidak boleh) difahami secara harfiah (tekstual) dan parsial (sepotong-sepotong), tanpa melihat sababul wurud (sebab munculnya) dan ‘illat (kausa hukum) pelarangannya.

Baca juga:  Layangan Putus, Monogami, dan Keluarga Sakinah

Dalam tiga sumber periwayatan hadis tersebut (at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad) dengan jelas menyebutkan tentang faktor pelarangannya yaitu: karena meremehkan (tahawunan) dan bukan karena dharurat dan uzur syar’i.

Sementara dalam konteks yang kita hadapi saat ini, yaitu dalam rangka memutuskan penularan serta mengantisipasi terkena virus Corona di saat semakin meluasnya penularan pandemi Covid-19, himbauan bahkan instruksi untuk tidak menyelenggarakan shalat berjama’ah di masjid, shalat Jum’at dan berbagai jenis kegiatan keagamaan dan sosial yang melibatkan orang banyak, sudah memenuhi aspek pertimbangan bayani (dalil agama: al-Qur’an dan hadis) sebagaimana yang telah tertuang dalam sikap resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang melewati proses kajian dan pembahasan di Majelis Tarjih dengan melibatkan Majelis-majelis lain serta para ahli yang terkait.

Begitu pula dengan pertimbangan burhani (ilmu pengetahuan dan kajian ilmiah dari para ahlinya) sebagai langkah antisipatif (syad az-zari’ah) untuk menjaga  diri dari kemungkinan terkena wabah penyakit serta kemudharatan lainnya.

Ini merupakan perintah agama yang ditegaskan baik secara eksplisit maupun implisit dalam al-Qur’an dan hadis Nabi, serta kaidah-kaidah hukum (al-qawa’id al-fiqhiyah) dan dalam rangka menjaga salah satu tujuan esensial syari’at agama (al-maqashid as-syaria’ah) yaitu menjaga jiwa (hifz al-nafs).

Dengan demikian, tidak melaksanakan shalat Jum’at lalu diganti dengan shalat Zuhur, di saat mewabahnya epidemi Covid 19 tidak termasuk dalam larangan atau ancaman dalam hadis yang saudara tanyakan. Selain itu, beragama juga harus melibatkan ilmu pengetahuan dan bukan semata-mata karena perasaan.

Sedangkan riwayat yang mengatakan “Orang yang meninggalkan shalat Jum’at tiga kali termasuk kafir”, sejauh pembacaan saya tidak ditemukan hadis yang spesifik menyatakan seperti itu. Namun hal itu mungkin dikaitkan dengan hadis lain sebagai berikut:

Baca juga:  Awal Syakban 1441 H di Tengah Pandemi Corona

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Dari Abdullah bin Buraidah, dari bapaknya, dia berkata, Rasulullah saw bersabda: Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya maka dia sungguh telah kafir (HR. at-Tirmidzi).

Hadis tersebut selain diriwayatkan oleh imam at-Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh imam Nasa’i, Ahmad, dan Ibnu Majah.

Namun hadis tersebut sama sekali tidak berbicara tentang meninggalkan shalat Jum’at tiga kali sebagaimana hadis sebelumnya. Dan kata “فقد كفر” tersebut diartikan sebagai “sungguh dia telah inkar” bukan kafir dalam pengertian “خروج عن ملة” (keluar dari ajaran Islam), namun pelakunya dianggap sebagai “مرتكب الكباءر” (pelaku dosa besar) yang dosanya akan diampuni jika melakukan pertaubatan dengan sungguh-sungguh (taubat nasuha).

Sedangkan meniadakan atau mengganti shalat Jum’at dengan shalat Zuhur di rumah karena pertimbangan epidemi Covid 19 atau pertimbangan kemudharatan lainnya sebagaimana yang dilakukan oleh banyak negara, termasuk Saudi Arabia itu bagian dari rukhsah (keringanan agama), bukan termasuk dosa apalagi Kafir. Wallahu A’lam.

***

Baca artikel menarik lainnya tentang corona:

  1. Tinjauan Fikih: Lebih Baik Tidak Salat Jumat Selama Wabah Corona
  2. Tidak ke Masjid di Masa Wabah Corona Bukan Pembangkangan atas Syariat Islam
  3. Pandemi ‘Fitnah’ Netizen atas Fatwa tentang Corona
  4. Hadis Kontradiktif, Kausalitas, dan Coronavirus
  5. 14 Rekomendasi Muhammadiyah Amerika Serikat terkait Wabah Corona
  6. Mengenal Aliran Teologi Islam Melalui Virus Corona
  7. Tanya Jawab soal Corona, Azab, dan Masjid (1)
  8. Tanya Jawab soal Masjid dan Corona (2)
  9. Surat Terbuka bagi Mereka yang Bilang jangan Takut Corona Takutlah kepada Allah

  10. Hukum ‘Shaf Distancing’ demi Meminimalisir Penyebaran Virus Covid-19

  11. Syahidkah orang yang Meninggal Karena Virus Corona? 

  12. Hukum Salat Jamaah via Video Call atau Sejenisnya

  13. Fikih Thaharah dan Shalat bagi Tenaga Kesehatan di Tengah Wabah Covid-19 (1)
  14. Fikih Thaharah dan Shalat bagi Tenaga Kesehatan di Tengah Wabah Covid-19 (2)
  15. Fikih Thaharah dan Shalat bagi Tenaga Kesehatan di Tengah Wabah Covid-19 (3)
  16. Bantahan atas Cocokologi ‘Arti Corona dalam al-Quran’

  17. Tata Cara Adzan Saat Darurat Covid-19

  18. Doa dan Tata Cara Qunut Nazilah dalam Kondisi Darurat Covid-19

  19. Pandemi Corona sebagai Titik Konflik Agama dan Sains

  20. Alokasi Zakat untuk Jihad Medis Melawan Covid-19

Ruslan Fariadi

Seorang suami, ayah, pengajar, dan anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

3 komentar

Tinggalkan komentar

  • Tetapi covid-19 malah di jadikan alasan sebagian orang tidak sholat jum’at ,padahal wilayah atau daerahnya tidak terdampak virus corrona. BERARTI TIDAK ADA UDZUR masih aja di jadikan alasan.

    • bagaimana kita tahu kalau suatu wilayah tdk terdampak wabah, sedangkan banyak kasus yg terjadi tanpa adanya gejala… karena pada sholat jumat kita tahu akan selalu ada jamaah yg diluar wilayah itu.. utk kebaikan dan pencegahan alangkah baiknya kita mengikuti anjuran pemerintah dan fatwa MUI, karena kita bkn keluar dari jalur utk menghindari takdirNYA melainkan berikhtiar menuju takdirNYA yg lain (yg lbh baik)

      mohon maaf jika keliru…

  • Yang perlu menjadi perhatian adalah pada kata تهاونا.
    Menurut saya ini yang bisa menjadi dasar pengambilan hukum.
    Hal ini saya kuatkan dengan mengambil salah satu firman Allah,
    Yang disitu membahas tentang penyebutan atau panggilan anak angkat oleh orang tua angkatnya.
    Terdapat pada kata TAAMADAT QULUBUKUM.