Santri Cendekia
Home » Pendekatan Historis Kritis Terhadap Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Implikasinya

Pendekatan Historis Kritis Terhadap Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Implikasinya

Berawal dari problem otentisitas teks Bible, naskah asal Bible yang berlimpah, serta mempunyai versi teks yang berbeda, redaksi teks, gaya bahasa dan bentuk awal teks, serta pengarang (authority) yang menyalin bukan dari perkataan yang mereka temukan. Berawal dari ini, melahirkan sebuah metode kritik Bible . Seiring perkembangan ilmu dan masa, para sarjana Barat menggunakan metode kritik Bible untuk mengkaji al-Qur’an. Kritik Bible sendiri memeiliki beberapa metode terapan, salah satunya adalah Historical-critical.

Historical-critical method atau metode historis kritis adalah metode yang dibangun berdasarkan asumsi dengan penjelasan rasional. Seperti yang diungkapkan oleh Manfred S. Kroop tujuan dari metode historis-kritis dalam kajian al-Qur’an adalah untuk mengklarifikasi asal-usel teks, meperoleh serta mendiskripsikan bentuk dan fungsinya yang pertama, kemudian yang terakhir mengumpulkan serta mempublikasikan hasil-hasil penelitian tersebut dalam satu tau lebih edisi teks al-Qur;an yang disertai komentar atau penafsiran historis.

Orang yang pertama kali melakukan kajian Al-Qur’an adalah Abraham Geiger (w.1874 M). pada tahun 1833, ia menerbitkan desertasinya dengan judul Was hat Mohammed aus dem Judenthume aufgenomen? ( Apa yang Muhammad pinjam dari Yahudi?). Dalam tulisan tersebut, Geiger mengungkapkan terdapat beberapa kosa kata dalam al-Qur’an yang bersumber dari ajaran yahudi. Selain itu terdapat beberapa konsep teologi dan ibadah yang sama dengan Yahudi. Dengan didampingi bukti historis, bahwa Muhammad telah bertemu dengan seorang pendeta dari Bukhaira’, penelitian ini, membawanya pada kesimpulan bahwa Al-Qur’an dipengaruhi atau bersumber dari ajaran sebelumnya, yaitu yahudi dan nasrani . Karya Abraham Geiger ini cukup menjadi pemantik bagi sarjana-sarjana berikutnya. Dengan terbitnya karya Geiger, pasca Geiger mulai banyak yang mengkaji al-Qur’an dengan metode historis-kritis untuk melacak sumber al-Qur’an.

Baca juga:  Merawat Khazanah Turats: Warisan Muhammad ‘Abduh yang Terlupakan

Kemudian selain Geiger, terdapat sarjana Barat lain yang menerapkan kritik-historis terhadap kajian al-Qur’an yaitu Gustav Weil (w. 1889 M). Pada tahun 1844, Gustav Weil menerbitkan karyanya yang berjudul Historisch-Kritische Einleituing in der Koran,(Mukadimah Al-Qur’an : Kritik Historis). Dalam penelitianya ini , Weil berusaha mengkonstruksi wahyu-wahyu al-Qur’an secara kronologis. Caranya yaitu dengan mengeksploitasi bahan-bahan tradisional Islam dan memperthatikan bukti-bukti internal al-Qur’an. Menurut Weil pula, al-Qur’an seharusnya dikaji secara kronologis al-Qur’an. Serupa dengan Weil, Theodore Noldeke (w. 1930 m) juga menggunakan pendekatan yang sama. Dari penelitianya ini ia menghasilkan karya yang cukup monumental pada tahun 1860, yaitu Geschiste des Qorans (Sejarah Al-Qur’an).

Dengan metode kritis-historis, Noldeke berupaya melacak secara kritis asal-muasal al-Qur’an. Noldeke dan Weil, selain menggunakan metode yang sama, merka juga memiliki kontruksi surat-surat atau ayat dalam Al-Qur’an urut secara kronologis. Kedua hasil penelitian mereka cukup memberikan kontribusi pada penelitian setelahnya, namun milik Noldeke memiliki standart baru bagi penelitian kedepanya, serta melampai penelitian sebelumnya. Sehingga wajar jika banyak sarjana Barat atau sarjana Timur merujuk pada karyanya.

Terbukti, gagasan rekonstruksi Theodhore Noldeke mengenai sejarah al-Qur’an dilanjutkan oleh Arthur Jeffery. Jika Noldeke menggunakan dua metode yaitu historis-kritis dan filologi, Arthur Jeffery menggunakan 3 metode, yaitu metode historis kritis, filologi dan kritik-teks. Karya yang ia terbitkan adalah “Materials for the History of the Text Qur’ans”. Dengan 3 metodenya ini Arthur Jeffery ingin mengkonstruksi sejarah teks al-Qur’an. Ia juga berusaha membuat edisi kritis al-Qur’an. Namun sayang 4.000 naskah tentang al-Qur’an di Munich, hancur tekena bom sekutu pada perang dunia ke-2.

Penggunaan metode historis-kritis dalam kajian Al-Qur’an secara tidak langsung akan bermuara kepada sumber al-Qur’an yang mayoritas para pengkaji menyimpulkan berasal adari ajaran Yahudi ataupun Kristen. Hal ini dikarenakan sifat kajian ini yang melihat teks sebagi kitab bersejarah yang tak lepas dari pengaruh historisitas sekelilingnya. Metode kajian ini juga telah memunculkan madzhab revisionis, yang menawarkan adanya rekonstruksi ulang terhadap sejarah al-Qur’an itu sendiri.

Baca juga:  Fikih al-Maun; Membela Mustad’afin, Mengusir Hantu PKI

Daftar Pustaka

Muzayyin, M “Pendekatan Historis-Kritis dalam Studi Al-Qur’an :Studi Komparatif terhadap Pemikiran Theodore Noldeke dan Arthur Jeffery”, (Yogyakarta : UIN Suka , 2015)
———–, “Menguji Oteneitas Wahyu Tuhan dengan Pembacaan Kontemporer : Telaah atas Polemical Studies Kajian Orientalis dan Liberal”, dalam Esensia, Vol.15. No. 2. 9. 2014. Hal. 237-238
Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an,(edisi digital) (Jakarta : Divisi Muslim Demokratis, 2011)
Armas, Adnin “Arthur Jeffery Orientalis Penusun al-Qur’an Edisi Kritis, dalam Kerancuan Orientalis Dalam Kajian Islam.” ISLAMIA, Vol. III. No. 1 (2006).

Lailaturrokhmah

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar