Santri Cendekia
Home » Belajar dari Makhluk Allah Terkecil Bernama Atom

Belajar dari Makhluk Allah Terkecil Bernama Atom

Penulis: Firqi Hidayat*

Atom. Berpikirlah positif layaknya proton. Bersikaplah netral layaknya neutron. Giatlah layaknya elektron. Yang tak pernah lelah mengelilingi inti atom.

Jadilah seperti atom-atom. Yang tersusun rapi dalam sistem periodik unsur. Meski berbeda sifat. Berbeda golongan. Namun sanggup berikatan. Membentuk sebuah senyawa.

Dalam konteks bahasan Ilmu Kalam, sebelum tauhid dibagi oleh para ulama menjadi tiga bagian, yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat, pada awalnya tauhid dibagi menjadi dua bagian, salah satunya adalah al-ma’rifat wal isbat (pengenalan dan penetapan), yaitu mengenal Allah dengan cara memperhatikan dan merenungi tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya di alam semesta ini. Hal ini kemudian melahirkan sebuah penetapan bahwa Allah adalah zat yang Maha Esa, tidak ada illah yang haq diibadahi selain Dia.

Semakin kita merenung terhadap keagungan Allah dalam hal ayat kauniyah-Nya, maka akan semakin bertambah pula keimanan, rasa takut, dan pengagungan kita kepada Allah. Perintah untuk memperhatikan dan merenungi ayat-ayat kauniyah Allah telah tercantum secara gamblang dalam surat Fusshilat (41) ayat 53:

Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagimu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini, Allah ciptakan tidak dengan sia-sia (‘abasan), melainkan ada hikmah besar yang terkandung di dalamnya.

Artinya: (190) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (191) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci Engkau, lindunguilah kami dari azab neraka. (QS. Ali-Imran (3): 190-191)

Baca juga:  Seri Fallacy : Sunk Cost Fallacy

Dalam ayat tersebut, Allah juga menjelaskan bahwa salah satu ciri ulul albab adalah selalu merenungkan keagungan dan kebesaran Allah dalam segala makhluk ciptaan-Nya, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Di antara makhluk Allah yang berukuran kecil sampai-sampai tidak kasat mata karena saking kecilnya, namun darinya kita dapat mengambil hikmah yang luar biasa adalah atom, si makhluk Allah terkecil.

Dahulu, ketika duduk di bangku SMP/SMA kita pernah belajar tentang atom sebagai bagian terkecil penyusun dari suatu benda. Dalam materi tersebut, kita juga diperkenalkan dengan berbagai macam teori tentang atom, mulai dari teori atom John Dalton, teori atom JJ. Thomson, teori atom Rutherford, teori atom Niels Bohr, sampai teori atom modern seperti yang kita kenal sekarang yang pada intinya menjelaskan bahwa atom itu terdiri dari tiga unsur utama, yaitu proton (bermuatan positif), dan neutron (netral), elektron (bermuatan negatif).

Dalam teori atom Rutherford dijelaskan bahwa proton yang bermuatan positif selalu menyatu dengan neutron yang tidak bermuatan (netral) membentuk inti atom sehingga terciptalah energi yang cukup untuk membuat elektron yang bermuatan negatif tetap bergerak mengitari inti atom pada orbitnya, seperti planet mengelilingi matahari.

Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa hati manusia yang sesungguhnya bersifat netral (fitrah) harus selalu menyatu dengan nilai-nilai positif berupa kebenaran dan kebaikan dari Allah, sehingga tercipta sebuah kekuatan dalam hati yang membuatnya selalu cenderung kepada sesuatu yang baik dan berusaha untuk menjauhi hal-hal negatif berupa larangan Allah. Ini sekaligus sebagai perintah kepada kita untuk selalu berkumpul dalam komunitas orang-orang sholeh, agar iman dan islam dalam hati dapat selalu terjaga.

Baca juga:  Seri Fallacy : Free Price Trap

Di sisi lain, kita juga dapat mengambil pelajaran dari tiga unsur utama penyusun atom tersebut. Proton yang bermuatan positif mengajarkan kepada kita untuk selalu positive thinking (berprasangka baik) atas segala ketetapan Allah Ta’ala. Neutron yang tidak bermuatan (netral) mengajarkan kepada kita agar mampu bersikap netral (wasathiyah, moderat) dalam segala hal, tidak ekstrim kanan, juga tidak ekstrim kiri. Elektron yang selalu bergerak mengelilingi inti atom mengajarkan kepada kita untuk menjadi pribadi yang giat, semangat dan pantang menyerah dalam menghadapi masalah hidup.

Perlu diketahui bahwa pada dasarnya semua atom ingin tercipta dalam keadaan ideal dan stabil. Sebuah atom dikatakan stabil jika jumlah elektron yang dimilikinya sama banyak dengan jumlah protonnya. Namun, dari sekian banyak atom yang ada di alam ini, khususnya yang ada di tabel sistem periodik unsur, hanya atom-atom pada golongan VIII A (disebut juga: golongan gas mulia) saja yang tercipta dalam keadaan stabil, mereka adalah Helium (He), Neon (Ne), Ar (Argon), Kr (Krypton), Xe (Xenon), dan Rn (Radon). Karena fitrahnya atom-atom tersebut ingin stabil dan ideal, agar dapat “mulia” seperti atom-atom pada golongan gas mulia, maka ia akan bergandengan/berikatan dengan atom lain membentuk sebuah senyawa.

Atom yang kekurangan jumlah elektron akan ridha (tidak malu) menerima kelebihan elektron dari atom lain, sedangkan yang berkelebihan elektron akan ikhlas memberikan kelebihan elektronnya, hingga keduanya membentuk senyawa yang lebih bermanfaat bagi sekitarnya. Ikatan semacam ini disebut ikatan ion.

Sebagai contoh: Atom Natrium (Na) kelebihan 1 elektron dan atom Klorida (Cl) kekurangan 1 elektron. Untuk stabil, maka atom Natrium (Na) akan ikhlas memberikan kelebihan 1 elektronnya kepada atom Klorida (Cl) yang kekurangan 1 elektron dan si atom Klorida (Cl) pun ridha (tidak malu) menerima kelebihan elektron tersebut, sehingga terbentuklah sebuah senyawa yang bermanfaat bagi manusia berupa Natrium Klorida (NaCl) yang biasa kita kenal dengan sebutan garam dapur.

Baca juga:  Mengenal Pendekatan Kontekstualisme ala Abdullah Saeed (2)

Tidak hanya sampai di situ, ketika satu atom yang kelebihan elektron belum cukup untuk menutupi kekurangan satu atom lain, maka ia akan rela mengajak atom lain yang sama-sama kelebihan elektron untuk bersama-sama menutupi kekurangan atom lain sehingga mereka menjadi senyawa yang stabil. Ikatan semacam ini disebut ikatan kovalen.

Sebagai contoh: Atom Hidrogen (H) kelebihan 1 elektron dan atom oksigen (O) kekurangan 2 elektron. Untuk stabil, maka 1 atom hidrogen tersebut akan mengajak 1 atom hidrogen lain untuk bersama-sama menutupi kekurangan atom oksigen, sehingga terbentuk satu senyawa H2O (air) yang sangat dibutuhkan manusia, hewan dan tumbuhan.

Padahal jika semua atom tersebut egois/gengsi hingga memutuskan untuk berdiri sendiri dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, maka mereka tidak dapat memberi manfaat atau bahkan menjadi racun bagi manusia. Kita sebagai manusia yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sudah selayaknya berlaku demikian, harus mampu mengalahkan ego diri, saling memahami dan menerima perbedaan sifat dan karakter setiap orang, bahkan harus saling bahu-membahu untuk dapat memperbaiki, menutupi, dan menyempurnakan kekurangan diri. Dengan demikian, insyaallah hidup akan terasa lebih indah, damai, tenang, dan bahagia.

“Jadilah seperti atom dan bagian-bagiannya!”

Wallahu a’lam bisshawab.

*Penulis merupakan mahasiswa Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah

Firqi Hidayat

Mahasiswa Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah

Tambahkan komentar

Tinggalkan komentar